Literasi Nasabah Jurus Menangkal Serangan Siber di Perbankan

Literasi Nasabah Jurus Menangkal Serangan Siber di Perbankan

Ilustrasi Serangan Siber. Foto: Pixabay

Penetrasi internet ke dunia perbankan adalah keniscayaan. Jika mengelak, atau lebih radikalnya menolak, sama saja meniarap. Kedigdayaan internet hari ini suatu hal yang absolut.

Survei terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022 pengguna internet di Indonesia mencapai 220 juta pengguna. Ini naik sangat signifikan dengan mengacu pada tahun lalu yang berangkakan 175 juta. Disinyalir, kenaikan tersebut didorong kebutuhan komunikasi selama pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir.

Sementara jumlah penyelenggara jasa internet saat ini juga meningkat. Saat ini ada 750 perusahaan tercatat sebagai anggota APJII. Dalam 3 tahun ke depan diperkirakan menyentuh angka 1.000.

Grafik naik penetrasi internet di dalam kehidupan kita tak ayal juga merambah dunia perbankan. Nyaris semua usaha bank bergantung pada internet. Bahkan dalam transaksi, nasabah dimanjakan dengan aplikasi-aplikasi berbasis internet di smartphone. Sebaliknya, nasabah pun semakin nyaman dengan sistem demikian.

Menilik hal itu, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang cukup besar untuk dikembangkan di masa mendatang. Namun, di balik semakin berkembangnya dunia digital— kehidupan bergantung pada internet, kejahatan siber pun membiak.

Maka itu, optimalisasi peluang perlu diikuti dengan upaya peningkatan literasi digital masyarakat guna meminimalisir kejahatan siber

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Indonesia memiliki 55 juta pekerja profesional alias skilled workers dan diproyeksi akan meningkat menjadi 113 juta pada 2030. Seiring dengan tren tersebut, pengguna internet di Indonesia tumbuh 52,68% year on year (yoy) menjadi 202 juta orang per Januari 2021.

Data OJK mencatatkan bahwa tingkat inklusi keuangan Indonesia baru mencapai level 76,9% pada 2019. Sedangkan tingkat literasi keuangan masih relatif rendah di posisi 38,03%. Bahkan, indeks literasi digital masih 3,49%.

Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.M. Tarihoran menyatakan inovasi di era keuangan digital membuat banyak potensi ekonomi menjadi lebih terbuka. Kendati demikian, semua pihak masih perlu mewaspadai risiko keamanan siber yang terus terbuka yang utamanya disebabkan oleh literasi digital masyarakat yang masih rendah.

“Sejauh ini, kita melihat ada sebanyak sekitar 38% dari masyarakat yang sudah mengakses produk keuangan yang rentan diserang oleh kejahatan siber,” paparnya, dalam Workshop daring "Literasi Digital Perbankan Peduli Lindungi Data Pribadi," tempo hari.

Horas pun menyampaikan literasi keuangan tidak akan bisa ditingkatkan oleh OJK sendirian. Artinya diperlukan peran sektor jasa keuangan termasuk perbankan. Terlebih, ada sekitar 3.100 lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK dan sepertinya harusnya baru 40% yang memenuhi telah melakukan kegiatan edukasi minimal 1 kali setahun.

“Bank–bank besar seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Persero Tbk. atau BNI melakukan kegiatan edukasi sudah lebih dari satu kali. Saya berterima kasih juga dengan kawan – kawan perbankan dan inklusi keuangan kita paling besar di perbankan, 73% ada di perbankan, maka wajar kalau kawan-kawan di perbankan yang melakukan kegiatan literasi,” katanya.

BNI menjadi contoh yang dikemukan OJK, tentu berangkat dari informasi yang ia terima sejauh ini. Soal kemauan kuat yang ditunjukkan BNI untuk membendung serangan siber. Kuncinya memang literasi kuat ke nasabah.

Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI Rayendra Minarsa Goenawan menyatakan telah bersinergi dengan regulator baik OJK maupun Bank Indonesia dalam menerapkan perlindungan konsumen. Ia mengaku literasi sebagai garda utama dalam perlindungan data konsumen.

“Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan saja, tapi paling utama dari pemilik data sendiri dalam menjaganya. Maka end user SEBAGAI pemilik DATA adalah setiap orang yang menggunakan produk sehingga literasi harus ditingkatkan seiring kenaikan inklusi,” jelas Rayendra dalam kesempatan yang sama.

BNI mungkin menjadi contoh yang baik bagi industri perbankan lain, bagaimana bersiasat dalam pemakaian internet. Adaptif dengan kebaikan internet, adaptif juga dengan ancaman yang menyertai internet.

Sejumlah jurus diterapkan BNI untuk memberikan perlindungan bagi nasabah. Mulai dengan menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasi 24 jam selama 1 minggu. Nasabah dapat menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email bnicall@bni.co.id. atau bahkan mendatangi kantor cabang BNI terdekat.

Selain itu, BNI telah memiliki unit yang memantau transaksi nasabah dan menerima laporan pengaduan nasabah dalam 24 jam dalam 7 hari. BNI juga telah menjalankan fungsi fraud detection yang berfungsi mendeteksi aktivitas fraud secara real time.

Tak sampai di situ, BNI juga telah mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis oleh Bank Indonesia. Bye Laws merupakan pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening simpanan nasabah dan pengembalian dana nasabah dalam hal terjadinya indikasi tindak pidana. Bye Laws dipergunakan oleh Perbankan untuk keseragaman pelaksanaan dalam praktik Perbankan bagi bank peserta Bye Laws.

Tujuan utama dari Bye Laws adalah agar uang hasil kejahatan dapat segera diblokir dan dikembalikan ke nasabah.

“BNI terus berupaya untuk mematuhi arahan OJK sebagai pengawas perbankan untuk melakukan edukasi kepada nasabah terkait perlindungan data nasabah melalui berbagai channel,” tukasnya.

BNI mengimbau untuk nasabah selalu menjaga kerahasiaan informasi pribadi termasuk PIN dan OTP transaksi. Segera menghubungi call center bank bila kartu hilang, dicuri orang lain, atau terjadi kejanggalan dalam transaksi perbankan.

Nasabah pun diharap untuk tidak memberikan maupun meminjamkan kartu kredit maupun debit kepada siapapun. Lengkapi pula gawai telepon genggam dengan anti virus dan tidak menggunakan fasilitas WIFi publik dalam melakukan transaksi.

Daftarkan email atau SMS notifikasi transaksi dan melakukan pembaruan data kepada pihak bank bila ada perubahan data. Terakhir, menghindari transaksi melalui web yang tidak dikenal maupun pada merchant e commerce yang tidak mengimplementasikan 3D secure.

Baca Juga

Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2022, BI Sumbar Bawa Rp 5,9 Miliar ke Mentawai
Awal 2024, OJK Nilai Industri Perbankan Tangguh Terhadap Ketidakpastian Global
OJK Nilai Kinerja Industri Keuangan di Sumbar Tumbuh Positif
OJK Nilai Kinerja Industri Keuangan di Sumbar Tumbuh Positif
Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2022, BI Sumbar Bawa Rp 5,9 Miliar ke Mentawai
Sampai Oktober 2023, Penyaluran Kredit ke UMKM Sumbar Tembus Rp30,56 Triliun
tarik tunai, empat bank atm
BNI Bantu Kemendikbudristek Salurkan Lebih Rp1,8 Triliun Dana PIP
Dampak Covid-19 sumbar
Perkuat Fungsi Pengaturan dan Pengawasan, OJK Luncurkan Aplikasi JDIH
Dampak Covid-19 sumbar
OJK Umumkan Cabut Izin Usaha Asuransi Kresna Life