Langgam.id - Polemik pembongkaran perumahan dosen (Perumdos) Universitas Andalas (Unand) berujung ke ranah kepolisian. Rektor Unand Yuliandri akhirnya dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Barat (Sumbar).
Dosen yang menghuni perumahan tersebut keberatan dengan pembongkaran dan pencabutan penunjukan penghuni rumah negara itu, sehingga meminta perlindungan hukum ke pihak kepolisian.
Salah satunya adalah Dosen Jurusan Sosiologi, Zuldesni. Menurutnya, sebelumnya pengajuan keberatan telah diupayakan ke pimpinan kampus namun tidak menemukan titik temu.
"Lalu mengajukan keberatan tapi tidak ada peluang. Akhirnya menunjuk kuasa hukum, mengajukan keberatan kepada Rektor, berlanjut proses sampai ke PTUN," kata Zuldesni dihubungi langgam.id, Minggu (1/8/2021).
Ia mengungkapkan, gugatan terhadap surat keputusan (SK) pencabutan penunjukan penghuni rumah negara masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Nah dalam proses masih di PTUN ini, tiba-tiba ada perobohan rumah negara tanggal 30 Juli 2021. Ada empat rumah yang satu blok sama saya sudah dibongkar atapnya. Sementara kami tidak tau ada pemberitahuan pembongkaran, bahwa rumah itu sudah dilelang," jelasnya.
Baca juga: Polemik Pembongkaran Perumdos, Rektor Unand Yuliandri Dilaporkan ke Polisi
Total terdapat 10 rumah, enam di antaranya menunggu akan dibongkar, empat masih ada penghuni. Zuldesni menyebutkan dirinya kemudian mencari informasi kenapa rumah-rumah itu bisa dilelang.
"Cari informasi, kenapa bisa dilelang, kan lagi berperkara, belum ada putusan, kenapa dirobohkan, kami cari informasi tentang lelang. Akhirnya kita dapat informasi," ujarnya.
Dalam surat lelang, kata dia, Unand melalui perantara Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang akan melakukan pelaksanaan lelang dan eksekusi. Isi surat menyebutkan kondisi rumah rusak berat.
"Dalam pengumuman lelang itu ada 10 rumah, salah satunya rumah yang saya huni sekarang. Jadi di situ dijelaskan kondisi rumah sangat sudah rusak berat," tuturnya.
"Sementara, saya lihat terjadi ketidakadilan. Bagaimana kondisi rumah dalam keadaan rusak berat, sedangkan rumah masih sangat bagus. Bukan dalam kondisi rusak berat," sambung Zuldesni.
Ia mengatakan, rumah yang telah dibongkar dalam kondisi bagus dan baru diperbaiki pada masa rektor sebelumnya. Kemudian, kejanggalan lainnya dalam surat lelang adalah tipe rumah yang akan dibongkar.
"Saya baca dokumen itu, rumah yang dilelang itu adalah rumah negara golongan 2 tipe A. Sementara yang kami tempati rumah negara golongan 2 tipe C. Secara dokumen menurut saya tidak benar. Di dalam dokumen lelang itu luasnya 80 meter persegi, sementara rumah yang saya tempati 70 meter persegi," kata dia.
Zuldesni yang masih menempati Perumdos sampai saat ini merasa khawatir. Ia merasa was-was apabila sewaktu-waktu rumah yang dihuninya dirobohkan.
"Tentunya menunggu dirobohkan rumah yang saya huni ini. Amat khawatir. Tidak bisa tidur. Kita masih tinggal di sini, nanti tiba-tiba dirobohkan. Makanya kami meminta perlindungan hukum dengan melaporkan ke Polda Sumbar," ujarnya.
Atas laporan tersebut, dalam hak jawab pada Senin (2/10/2021), pihak rektorat Unand membantah tudingan penggusuran perumahan dosen (Perumdos) dilakukan secara mendadak. Pihak rektorat memastikan pengosongan perumdos itu sudah dilakukan dengan sosialisasi terlebih dahulu.
“Jauh hari pihak Unand sudah menyurati dan memberikan keputusan rektor dalam surat dimaksud kepada yang saudari Zuldesni. Jadi, sangat tidak mungkin dilakukan pengosongan secara tiba-tiba tanpa adanya tahapan sosialisasi dan pemberitahuan secara tertulis, apalagi yang bersangkutan sudah menempati rumah negara tersebut lebih dari 7 tahun lamanya,” kata Wakil Rektor II Unand, Wirsma Arif Harahap.
Baca juga: Hak Jawab Rektor Unand: Pengaduan Zuldesni Soal Perumdos Bertentangan dengan Fakta
Menurutnya, rihak rektorat juga mengatakan proses pengosongan tidak dilakukan di tengah sengketa di PTUN Padang. Gugatan itu, menurut Wirsma, sudah dicabut olah kuasa hukum penggugat.