Lain Dagang Lain Ilalang: Menanggapi Riki Saputra Atas Pergeseran Nilai Politik Muhammadiyah Sumbar

Kecelakaan intelektual dapat terjadi akibat beberapa faktor, misalnya penggunaan teori secara serampangan, maraknya intelektual salon, dan yang paling menyedihkan adalah pembusukan intelektual di mana konsistensi hanya ada pada kepentingan, bukan ilmu pengetahuan. Yang terakhir ini mengakibatkan ilmu dan deretan gelar akademis, bahkan jabatan akademik, disalahgunakan untuk sekadar melegitimasi jalan kekuasaan, dan di baliknya ada kepentingan yang berupaya disembunyikan. Celakanya, hal itu ditemukan pada cara berpikir Riki Saputra, Rektor Universitas sekaligus aktivis Muhammadiyah Sumbar.

Beberapa bulan lampau ketika publik dikejutkan dengan Putusan MK Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD Sumbar dengan menyertakan Irman Gusman, PWM Muhammadiyah Sumbar mengeluarkan rekomendasi agar Warga Muhammadiyah Sumbar memilih politisi yang pernah tersandung kasus korupsi itu. Riki Saputra turut meramaikannya dengan tulisan berjudul Irman Gusman dan Etika Politik (Langgam.id, 28/6/2024 https://langgam.id/irman-gusman-dan-etika-politik/). Sebagaimana himbauan PWM Muhammadiyah Sumbar, dalam tulisannya, Riki berupaya melegitimasi Irman Gusman dengan setumpuk teori canggih yang sialnya terkesan sembarang kena.

Namun kini, selang 4 bulan setelah tulisannya yang bias, Riki Saputra justru mempertanyakan pergeseran nilai Muhammadiyah Sumbar dalam politik yang kian hari semakin terkesan bagai organisasi pemberi stempel legitimasi bagi politikus. Melalui tulisan berjudul Pergeseran Nilai Muhammadiyah Sumbar dalam Politik? (Langgam.id, 24/10/2024 https://langgam.id/pergeseran-nilai-muhammadiyah-sumbar-dalam-politik/), Riki berupaya mengingatkan, bahwa muncul tantangan bagi Muhammadiyah untuk tetap menjaga netralitas”. Hal ini ditenggarai oleh penerbitan surat rekomendasi oleh PWM Muhammadiyah Sumbar bagi belasan pasangan calon kepala daerah yang bertarung di Pilkada mendatang, termasuk pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar. Rekomendasi itu, hemat Riki, “memicu perdebatan tentang pososi Muhammadiyah Sumbar dalam politik praktis”.

Menurutnya lagi, Muhammadiyah harus mampu menjadi pilar penyangga untuk menjaga persatuan umat” dan “terbitnya surat rekomendasi berpotensi menciptakan polarisasi di kalangan anggota dan simpatisan Muhammadiyah”.

Sampai di titik ini, bilamana membaca tulisan Riki dengan mengenakan kacamata kuda, pembaca akan melihat membaranya ideologi Riki yang mendaku sebagai Aktivis Muhammadiyah Sumbar itu. Terutama bilamana dibaca kalimat selanjutnya ketika Riki mengingatkan bahwa "politik adalah arena yang penuh dengan kepentingan dan perbedaan”, sedangkan ”Muhammadiyah seharusnya berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai kelompok dan tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis”. Bukankah Riki turut ambil bagian dalam menggeser nilai politik Muhammadiyah Sumbar? Dalam bahasa lainnya, Rektor Universitas Muhammadiyah Sumbar itu ikut mendorong Muhammadiyah Sumbar memasuki lubang kelam perpolitikan yang sarat kalkulasi untung-rugi.

Sebagaimana kurenahnya pada tulisan yang berupaya meligimasi Irman Gusman, Riki tak lupa memajang teori-teori canggih dalam tulisannya, namun ia lupa bahwa teori yang digunakannya justru adalah anomali pada dua tulisannya. Misalnya teori Kant yang pada hakikatnya menyatakan bahwa tindakan yang benar berkesesuaian dengan prinsip moral yang bersifat universal. Pertanyaannya, kebenaran bagaimanakah yang diyakini oleh Dr. Riki Saputra, M.A.?

Kebenaran bahwa ia turut membersamai PWM Muhammadiyah Sumbar memasuki labirin kelam politik ketika memberi legitimasi bagi Irman Gusman, ataukah kebenaran bahwa PWM Muhammadiyah Sumbar mesti netral dalam kontestasi politik kepala daerah?

Bahkan dalam tulisannya, Riki menawarkan “pendekatan teori filsafat yang relevan, termasuk etika politik, maupun filsafat moral”. Pertanyaan lainnya, bagaimana mungkin Riki dapat berbicara tentang etika politik dan filsafat moral sedangkan secara etis ia memberi pemikiran yang saling memunggungi satu sama lain dan sarat kepentingan, kenyataan itu justru bertentangan dengan filsafat moralitas yang meniscayakan fungsi sosial. Saya beri referensi bacaan bagi Pak Rektor agar paham bahwa ia justru menyalahi konsep filsafat moral, silakan baca Barbara Killinger, Integrity: Doing the Right Thing for the Right Reason (McGill-Queen's Press, 2010), Gerald Chusing MacCallum, Legislative Intent and Other Essays on Law, Politics, and Morality (University of Winsconsin Press, 1993), atau Muel Kaptein, The Servant of the People: On the Power of Integrity in Politics and Government, Social Science Research Network, September 2014.

Kecelakaan intelektual ini tidak dapat dianggap remeh, sebab Riki memiliki daya intelektual dalam profesinya sebagai akademisi sekaligus pejabat universitas. Dan di sinilah persoalan menjadi kian pelik. Pada tulisan berjudul Irman Gusman dan Etika Politik (Langgam.id, 28/6/2024 https://langgam.id/irman-gusman-dan-etika-politik/), Riki membersamai PWM Muhammadiyah untuk berenang dalam luluk. Sementara pada tulisan Pergeseran Nilai Muhammadiyah Sumbar dalam Politik? (Langgam.id, 24/10/2024 https://langgam.id/pergeseran-nilai-muhammadiyah-sumbar-dalam-politik/), Riki justru seolah hendak menjulurkan tangan menolong PWM Muhammadiyah untuk keluar dari luluk, sedangkan ia lupa bahwa ia juga tengah terperosok dalam luluk yang sama.

Publik patut menduga adanya perkaitan kepentingan antara Riki Saputra dengan Irman Gusman. Dengan kata lain, Riki patut diduga memiliki hubungan dagang dengan Irman Gusman, namun tidak memiliki hubungan dagang dengan PWM Muhammadiyah. Artinya, dua tulisan itu memperlihatkan nilai moril Riki Saputra yang tengah mengalami pembusukan intelektual, bahwa Riki Saputra konsisten pada kepentingan, bukan pada ilmu pengetahuan.

Yang muncul kemudian adalah slogan klasik di kalangan intelektual salon yang membusuk mengejar kepentingan, bahwa “pendapat sesuai dengan pendapatan”. Riki secara sewenang-wenang memanfaatkan gelar akademisnya dan nilai tawar di balik jabatannya untuk mencapai tujuan pribadi.

Dibanding memperlihatkan posisi moril atas kepentingan, Riki mungkin lebih baik menginisiasi transformasi PWM Muhammadiyah menjadi partai politik.

Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Pak Rektor, tapi jangan mencari hidup di Muhammadiyah!

Ilhamdi Putra, warga Kota Padang, Sumatera Barat.

Tag:

Baca Juga

Perihal Peningkatan Transformasi Digital, Annisa Suci Ramadhani: Memastikan Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi Setiap Nagari di Dharmasraya
Perihal Peningkatan Transformasi Digital, Annisa Suci Ramadhani: Memastikan Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi Setiap Nagari di Dharmasraya
Awasi Penyaluran BBM dan Gas, Pemprov Sumbar Jalin Kerjasama dengan BPH Migas
Awasi Penyaluran BBM dan Gas, Pemprov Sumbar Jalin Kerjasama dengan BPH Migas
Blusukan di Tengah Hujan, Fadly Amran Dengarkan Aspirasi Warga Sawahan Timur
Blusukan di Tengah Hujan, Fadly Amran Dengarkan Aspirasi Warga Sawahan Timur
Lansia Hanyut 2,5 Km di Banda Luruih, Ditemukan Meninggal Dunia
Lansia Hanyut 2,5 Km di Banda Luruih, Ditemukan Meninggal Dunia
Mobil Pikap Terbakar di Simpang Khatib Sulaiman
Mobil Pikap Terbakar di Simpang Khatib Sulaiman
Optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemprov Kerjasama dengan Kabupaten dan Kota
Optimalisasi Pemungutan Pajak, Pemprov Kerjasama dengan Kabupaten dan Kota