Kursi Sumatra Tengah Hasil Pemilu 1955 dan Perjalanan Pemilihan di Sumbar

Jelang Pemilu 2024 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatra Barat telah merekapitulasi jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Ilustrasi pemilu dan peta wilayah Sumatra Barat. (Peta: openstreetmap.org)

Langgam.id - Pada hari ini, Rabu (17/4/2019), lebih dari 190 juta warga negara yang punya hak pilih berhak mengikuti pemungutan suara di lebih dari 800 ribu tempat pemungutan suara di seluruh Indonesia. Ini adalah pertama kali pemilihan anggota legislatif diadakan serentak dengan pemilihan presiden.

Kali ini juga merupakan pemilu yang ke-12 sejak Indonesia merdeka, sejak digelar pertama kali pada 1955 atau sekitar 64 tahun yang lalu.

Pemilu 1955 sendiri berlangsung dua tahap, yakni pada 29 September 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR) dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.

"Pada tahun 1955 yang dipilih selain untuk majelis konstituante, kita hanya memilih anggota parlemen atau DPR-RI saja. Artinya, rakyat tidak ikut memilih DPRD I dan DPRD II," tulis Wartawan Senior Kamardi Rais Datuk P Simulie dalam Buku 'Mesin Ketik Tua' (2005).

Sumatra Barat, saat Pemilu 1955 masih berada dalam provinsi Sumatra Tengah bersama Riau dan Jambi. Bila di tingkat nasional, PNI, Masyumi, NU dan PKI menjadi empat besar pemenang, maka di Sumatra Tengah yang unggul adalah Masyumi dan Perti.

"Masyumi keluar sebagai pemenang pertama di daerah ini. Partai ini dipilih oleh 480.521 pemilih atau setara 49% pemilih," tulis Gusti Asnan dalam Buku 'Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat Tahun 1950-an' (2007).

Sementara, Perti berada di tempat kedua dengan perolehan 271.513 suara. "Kemudian secara mengejutkan PKI (Partai Komunis Indonesia) dapat memperoleh suara sebanyak 61.591 dan PPTI (Partai Politik Tharikat Islam) yang dipimpin Dr. Syekh H. Djalaludin memperoleh 22.081 suara," tulis Datuk P Simulie.

Hasil tersebut dikutip Datuk P Simulie dari laporan Komite Aksi Pemilihan Umum (KAPU) Masyumi Sumatra Tengah yang ditandatangani H. Fachryddin HS Dt. Majo Indo, Februari 1956.

Hanya empat partai ini yang mengisi kursi Sumatra Tengah di DPR RI. Masyumi mendapat 6 kursi, Perti 4 kursi serta PKI dan PPTI masing-masing satu kursi.

Anggota DPR RI yang mengisi 12 kursi tersebut adalah H. Mansyur Daud Dt. Palimo Kayo, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, Dr. H. Ali Akbar, MO Bafadhal, Rahmah El Yunusiah dan Zainal Abidin Ahmad dari Masyumi. Kemudian, H. Siradjuddin Abbas, H. Rusli Adul Wahid, Ma'arifat Marjani dan Tengku Sidi Mardjohan dari Perti. Serta Bahctaruddin (PKI) dan Dr. Syekh H. Djalaluddin (PPTI).

Sebenarnya, menurut Datuk Simulie, Partai Islam Indonesia (PII) yang dipimpin H. Darwis Djambak memperoleh suara di tempat keempat. Tapi, karena PPTI mendapat penggabungan suara dari partai-partai kecil, maka perolehannya melebihi PPI.

Anggota parlemen Sumatra Tengah tersebut, didominasi tokoh-tokoh dari Sumbar. Jambi hanya diwakili MO Bafadhal dan Riau Ma'arafat Marjani.

Sementara, untuk Badan Konstituante yang akan membahas undang-undang dasar (UUD) atau konstitusi untuk mengganti UUDS 1950, Sumatra Tengah mengirim 22 orang, terdiri dari Masyumi (11 kursi), Perti (5), PKI (2) serta PSII, NU, PPTI dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) masing-masing 1 kursi.

Dari Masyumi, mereka yang duduk adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Ruslan Muljohardjo, H. Iljas Jacoub, Zainal Abidin Ahmad, Duski Samad, Rangkayo Ratna Sari, H. A. Malik Ahmad, Zamzami Kimin, Mohammad Dja'afar bin Abdul Djalil dan Muchtar Husni.

Lima kursi dari Perti diisi oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli (Inyiak Canduang), H. Mansur Dt Nagari Basa, Umi Hj. Syamsiah Abbas, Tengku Bay Mahmud dan H. Umar Bakri Dua kursi dari PKI diisi oleh Nursuhud dan Anwar Kadir. Sisanya, empat kursi lainnya masing-masing diisi oleh Syekh Jalaluddin (PPTI), H. Zainal (PSII), Sutan Sjahrir (PSI) dan H. Syarkawi (NU).

Anggota Konstituante utusan Sumatra Tengah juga didominasi tokoh-tokoh dari Sumbar. Riau hanya diwakili Mohammad Djaa'far bin Abdul Djalil dan Tengku Bay Mahmud, sementara representasi Jambi hanya diwakili Muchtar Husni.

Masyumi kemudian dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada 1960. Saat transisi, sempat akan dihidupkan kembali, tetapi tak dapat izin dari pemerintah Orde baru.

Akibatnya, kantong suara Masyumi di Sumbar menjadi rebutan partai lain, terutama Golongan Karya (Golkar).Bila Masyumi menguasai perolehan suara pada 1955, pada zaman orde baru, terlepas persoalan akuntabilitas pelaksanaan Pemilu, Golkar menguasai enam kali pemilihan di Sumatra Barat (Sumbar). Sejak Pemilu 5 Juli 1971, 2 Mei 1977, 4 Mei 1982, 23 April 1987, 9 Juni 1992 sampai Pemilu 29 Mei 1997.

Dominasi itu masih terasa dalam Pemilu pertama pascareformasi pada 7 Juni 1999. Partai Golkar masih memperoleh suara terbanyak dalam pemilu itu, ditempel ketat Partai Amanat Nasional (PAN) di tempat kedua dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di posisi ketiga.

Partai Golkar terus melanjutkan tradisi menjadi pemenang pemilu legislatif di Sumbar pada 5 April 2004. Namun, saat pemilihan presiden langsung pertama pada 5 Juli 2004, bukan pasangan wiranto-Solahudin Wahid yang diusung Partai Golkar yang menang. Justru pasangan Amien Rais-Siswono Yudhohusodo yang diusung PAN dan PKS yang meraih suara terbanyak.

Secara nasional, pasangan tersebut tidak masuk dua besar. Sehingga, pada pemilihan presiden putaran kedua, 4 Oktober 2004, Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla yang memperoleh suara terbanyak.

Pada Pemilu 9 April 2009, untuk pertama kalinya sejak orde baru, Partai Golkar meraih tempat kedua dalam perolehan suara pemilu legislatif di Sumbar. Partai Demokrat meraih suara terbanyak dalam pemilu tersebut. Hasil ini berbanding lurus dengan perolehan pasangan petahana SBY-Boediono yang juga menang satu putaran pada pemilu presiden 8 Juli 2009.

Partai Golkar kembali jadi pemenang Pemilu legislatif di Sumbar pada 9 April 2014 disusul Partai Gerindra dan PAN dengan selisih tipis di tempat kedua dan ketiga.

Hasil ini berbanding lurus dengan pemilihan presiden pada 9 Juli 2014. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang saat itu diusung partai-partai peraih kursi mayoritas di Sumbar menang telak dengan perolehan 76,92 persen. Hasil ini berbeda dengan perolehan tingkat nasional yang dimenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan raihan 53,19 persen.

Bagaimana hasil pemilu pada 2019 untuk daerah dan sumbangannya untuk perolehan nasional, akan ditentukan oleh 3,7 juta pemilih Sumbar dalam pemilu kali ini. Jumlah itu sekitar 1,9 persen dari total 190 juta lebih pemilih nasional yang berhak mencoblos pada hari ini. (HM)

Baca Juga

HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Deddy Arsya Dosen Sejarah UIN Bukittinggi
Hasrat Bersekolah dan Ruang Kelas
MSI Sumbar Dorong Penetapan Cagar Budaya Melalui Tahapan Akademik
MSI Sumbar Dorong Penetapan Cagar Budaya Melalui Tahapan Akademik
Seminar Front Palupuh Ungkap Perlawanan Sengit Menghadang Belanda 74 Tahun Lalu
Seminar Front Palupuh Ungkap Perlawanan Sengit Menghadang Belanda 74 Tahun Lalu