Setelah teguran memprovokasi pendukungnya di debat capres seri pertama, Gibran "ditegur" lagi. Tegurannya memang tidak langsung. Disampaikan kepada tim kampanyenya yang mengikuti rapat evaluasi debat, Rabu 27 Desember 2023.
Soalnya tentang penggunaan istilah asing yang tidak familiar. Itu dilakukan Gibran pada debat cawapres tanggal 22 Desember yang lalu. Ya, waktu itu Gibran menggunakan 2 istilah asing yang membingungkan lawan debatnya: Carbon Capture untuk Mahfud dan SGIE buat Cak Imin.
Rapat evaluasi bersama tim pemenangan ketiga pasangan calon memutuskan penggunaan istilah asing tanpa penjelasan saat debat tidak diperbolehkan lagi, kecuali didahului atau diikuti dengan penjelasan. Itulah "teguran" kedua buat Gibran.
Penggunaan istilah asing tanpa penjelasan, apalagi yang tidak umum, memang tidak pantas, dan tidak pula sopan. Contohnya begini, saya yang agak banyak membaca dan membahas badan usaha milik negara (BUMN) mengajukan pertanyaan kepada lawan bicara saya: Pak, anda tahu tidak berapa banyak SOEs kita yang berhasil menduduki peringkat 10 besar Asia? Pertanyaan itu tidak saya ikuti dengan penjelasan apa itu SOEs.
Hampir bisa dipastikan, lawan bicara saya akan bingung. Bisa jadi saya dikiranya sedang menanyakan peringkat Asia sepatu (shoes) yang dipakainya. Atau, bisa jadi dia menganggap saya sedang menanyakan peringkat Asia saus tomat atau saus tiram kepadanya. Anda bisa bayangkan, betapa tersinggungnya orang yang saya tanya mendapat pertanyaan yang seolah-olah mengujinya itu. Bisa jadi dalam hati dia bergumam: "betapa tidak sopannya orang ini".
Tapi saya berusaha paham, ketidakpantasan dan ketidaksopanan itu hanya berlaku bagi orang-orang dewasa saja. Untuk remaja tanggung yang sedang senang-senangnya memantas-mantaskan diri, itu mungkin hal biasa saja. Mungkin juga bagi Gibran, anak muda 30 tahunan, yang baru menjabat walikota 2 tahun lebih.
Apakah yang dilakukan Gibran akan terulang lagi? Sangat mungkin. Contohnya sudah ada: meski sudah dilayangkan surat peringatan atas gerakan provokasi kepada pendukung di debat pertama, di debat kedua, Gibran mengulanginya lagi. Kabarnya Gibran akan ditegur sekali lagi.
Berharap kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) keras kepada Gibran sepertinya mustahil. Itu serupa minta tanduk ke kuda. Siapa pula yang berani ke Gibran. Dia anak Presiden. Sesempit-sempit pasar, anak presiden dilalukan juga. Sudah terbukti: tidak cukup umur, undang-undang pun diubah. Apalagi hanya soal sekadar gerakan provokatif di dua kali debat atau terkait penggunaan istilah asing.
Kita rakyat benar-benar sedang diuji. Pemilihan umum (terutama pemilihan presiden) yang digadang-gadang sebagai pesta rakyat semesta hampir tinggal pemanis bibir saja. Sebagian rakyat tidak lagi dapat mengikuti prosesi pesta dengan bebas dan riang gembira. Sebab, siapa pemenang pilpres sedang dan sudah dikondisikan sedemikian rupa, tentu dengan segala macam cara segenap pemegang kuasa.
Rakyat diarahkan menjadi "ondong air ondong dedak" saja. Diksi yang dibangun: yang akan menang itu sudah jelas, mengapa pula harus buang-buang waktu memilih pasangan calon lain yang jelas kalah. Diksi ini nampaknya termakan oleh sebagian masyarakat akar rumput kita.
Gibran mungkin akan ditegur beberapa kali lagi sebelum Pilpres digelar. Tapi, itu tidak ada gunanya. KPU berisik, Gibran akan tetap berlalu. Harapan teguran tinggal satu saja lagi: di bilik suara tanggal 14 Februari 2024.
Padang, 30/12/2023
*Penulis: Miko Kamal (Advokat dan Wakil Rektor III UISB)