Langgam.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Penyelenggara Negara (PN) termasuk kepala daerah untuk tidak meminta sumbangan mengatasnamakan lembaga ataupun jabatan. Sebab, sumbangan itu bisa dikategorikan sebagai gratifikasi yang dilarang.
"Permintaan sumbangan, hadiah atau dengan sebutan lain oleh Pn (pegawai negeri atau PN untuk kepentingan pribadi Pn atau PN, baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi negara atau daerah kepada masyarakat, perusahaan, dan atau kepada Pn dan PN lainnya, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi," kata Plt. Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding, dalam keterangan tertulis, Minggu (22/8/2021).
Baca juga: Wagub Sumbar Sebut Surat Bertandatangan Gubernur untuk Minta Uang Asli
Ipi mengatakan, perbuatan tersebut juga bisa menimbulkan konflik kepentingan serta bertentangan dengan peraturan atau kode etik dan memiliki risiko sanksi pidana.
"Gratifikasi tersebut dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar," ungkapnya.
Sebelumnya surat bertandatangan Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mahyeldi digunakan lima orang untuk meminta uang perihal penerbitan buku profil dan potensi Provinsi Sumatra Barat. Oknum non pegawai tersebut menggunakan surat itu untuk minta uang kepada perusahaan dan kampus. Total uang yang masuk ke rekening pribadi mereka sebesar sekitar Rp170 juta.
Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Audy Joinaldy menyebut surat dengan kop Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bertandatangan Mahyeldi adalah asli. Persoalan surat gubernur itu kini sedang ditangani polisi.
“Soal itu masih berproses ya, masih ada pihak-pihak terkait dalam proses pemanggilan, surat itu benar (asli),” kata Audy di Padang, Sabtu (21/8/2021).