Langgam.id - Di sebuah bangunan yang berada persis di tepi Jalan Raya Padang-Lubuk Basung, Kampung Durian Kapeh, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam tersimpan salah satu bukti peninggalan sejarah perkembangan Islam di Minangkabau.
Sekilas, bangunan tersebut tampak seperti rumah penduduk biasanya. Berbentuk bangunan segi empat dengan dua tiang yang menjadi penyangga salah satu sisi atap yang berbentuk setengah gonjong.
Di pintu masuk, kira-kira 20 meter dari bangunan itu terdapat gapura dengan atap khas Rumah Gadang. Di sisi kiri gerbang tampak plang yang bertuliskan Cagar Budaya Topah.
Di dalam bangunan yang terletak sekitar 2 KM dari objek wisata Pantai Pasia Tiku itu tersimpan kitab kuno (Topah) peninggalan Syech Burhabuddin Ulakan yang dijaga oleh Syech Muhammad Saidi dan keturunannya.
“Topah ini dulunya dibawa dari Mekah oleh Syech Burhanuddin di Ulakan, yang dijaga oleh moyang kami Syech Muhammad Saidi,” ujar Kamsinar (82) penjaga bangunan dikutip dari AMCNews, Rabu (10/3/2021).
Diceritakan, Topah merupakan kitab peninggalan yang bertuliskan tulisan arab. Kitab tersebut berisikan sejarah Islam.
Keberadaan Topah sekaligus menjadi salah satu bukti agama Islam sangat kuat dan besar peranannya dalam membangun peradaban di Minangkabau.
Baca juga: Cerita Si Sabariah, Romeo dan Juliet dari Sungai Batang Agam
Saking tua dan bersejarahnya, Kamsinar tidak begitu mengetahui sejak kapan Topah itu ada di tempat tersebut. Namun, berdasarkan informasi dari turun temurun, Topah itu ada sejak Islam masuk ke Minangkabau.
“Mungkin sudah berabad-abad, sejak Islam masuk, sejak orang belum bisa membedakan halal dan haram. Sudah tiga kali nenek oleh ibuk saya, dan sekarang saya dan anak-anak yang menjaganya,” ungkap Kamsinar.
Topah kerap dikunjungi untuk beragam ritual agama Islam oleh umat bahkan, tak hanya di Sumatera Barat tapi juga dari berbagai provinsi di Indonesia termasuk umat Islam dari Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
“Hampir setiap hari orang kesini, tidak ada putusnya, ada saja setiap hari,” katanya.
Kamsinar menyebut tidak sembarang orang yang bisa masuk ke dalam ruangan khusus dan menyaksikan secara langsung kitab kuno ajaran Islam. Ada momen tertentu, sesuai ritual yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun di Topah.
“Tidak semua orang pula yang bisa membacanya, hanya ustadz-ustadz dan orang tertentu,” tuturnya.
Selain kitab Topah, di dalam bangunan yang menjadi Cagar Budaya itu terdapat juga tiga kitab lain yang dikeramatkan, seperti kitab suci Al Qur’an, kitab Thasawuf, kitab Manti’ dan Ma’ani.
Tidak hanya tempat menimba pengetahuan tentang Islam dan perkembangannya di Minangkabau, Topa kerap kali menjadi tempat untuk bernazar atau melepas niat.
Baca juga: Kerbau Penggiling Tebu, Warisan Leluhur Masyarakat Lawang Agam
“Melepas niat itu, misal kalau ada orang yang sakit, dan berniat bila sembuh akan ke sini, maka niat itu dipenuhi dengan datang kesini,” ucapnya lagi.
Disebutkan, orang akan banyak pergi berkunjung ke Topah pada saat bulan puasa. Tujuan mengunjungi Topah adalah untuk berziarah.
“Biasanya setelah mengunjungi Ulakan, orang juga akan berziarah ke sini, karena di sini dan Ulakan itu setali,” imbuh Kamsinar.(*/Ela)