Langgam.id - Tepat hari Minggu, 23 Maret 1947, pesawat yang membawa 30 rombongan delegasi Indonesia mendarat di India. Haji Agus Salim ikut sebagai penasihat delegasi yang akan mengikuti konferensi internasional yang digagas Jawaharlal Nehru itu.
"Delegasi disambut dengan meriah di lapangan terbang Palm di New Delhi. Semua anggota termasuk Pak Haji Agus Salim ditempatkan di Constitution House, Curzon Road, New Delhi," tulis B.A. Ubain dan Mohammad Moein dalam artikel 'Konperensi Hubungan Antar Asia' dalam buku kumpulan tulisan 'Seratus Tahun Haji Agus Salim' (1996).
Dua penulisnya adalah pensiunan diplomat di Departemen Luar Negeri yang mengantar Haji Agus Salim dan rombongan dalam kunjungan tersebut. Kedatangan Haji Agus Salim dan rombongan di India ketika itu, tepat terjadi 72 tahun lalu dari hari ini, Sabtu (23/3/2019).
B.A. Ubain adalah ketua Panitia Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di India (PPII), sementara Moein adalah sekretaris jenderal. Keduanya menjalankan tugas perjuangan kemerdekaan di India sekaligus sebagai perwakilan de facto negara.
Menurut Ubain, ketika itu, perjuangan kemerdekaan Indonesia dan proklamasi 17 Agustus 1945, sangat populer di India. Indonesia mendapat bantuan dan sokongan yang amat meriah dari partai-partai dan rakyat India.
"Tentu saja kabar akan datangnya satu rombongan delegasi Republik Indonesia dari Yogyakarta sangat ditunggu-tunggu di India," tulisnya.
Haji Agus Salim yang menjadi penasihat rombongan adalah Menteri Muda (Deputi Menteri) Luar Negeri dari Kabinet Sjahrir.
Sjahrir dan Haji Agus Salim masih terhitung keluarga dekat. Ayah Sjahrir, Mohammad Rasad gelar Maharadja Soetan adalah sepupu Salim. Dengan demikian, Sjahrir bisa disebut anak Haji Agus Salim. (Baca: Menapak Jejak Awal Bung Kecil Sjahrir)
Ketika Sjahrir masih anak-anak, Agus Salim sudah jadi aktivis pergerakan kemerdekaan dengan perahu Syarikat Islam. Kini sang anak yang juga brilian itu adalah perdana menteri merangkap menteri luar negeri, sementara Salim adalah wakilnya.
Perdana Menteri Soetan Sjahrir sendiri, menyusul datang pada awal April untuk menghadiri konferensi yang berlangsung dari 23 Maret sampai 2 April tersebut.
Ikut dengan rombongan yang ditunggu-tunggu oleh rakyat dari negara yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya, Haji Agus Salim menjadi pusat perhatian tokoh dan masyarakat India.
"Pak Haji Agus Salim yang bertubuh kecil, berjenggot putih, berpeci khas dan berusia lanjut itu menarik perhatian masyarakat India karena beliau lincah, aktif dan suka bergaul dengan siapa saja," tulis Ubain.
Penampilan unik pria yang dijuluki Bung Karno 'The Grand Old Man' itu, karena ia menguasai banyak bahasa asing. Kadang ia berbicara Bahasa Prancis, Inggris, kadang Arab. Salim memang menguasai tujuh bahasa. Selain tiga tersebut, ia menguasai Bahasa Belanda, Jerman, Turki dan Jepang.
Sudahlah berbicara dalam banyak bahasa, menteri paling senior tersebut juga, "Pintar membicarakan segala sesuatu, dari soal politik, ekonomi dan sosial hingga sampai kepada pengobatan timur tradisional dengan gaya yang mudah dimengerti oleh pendengarnya."
Karena itu, menurut Ubain dan Moein, hanya sepekan lebih di India, Haji Agus Salim sangat populer di kalangan orang India, tua dan muda. "Ke mana-mana beliau pergi, selalu dikerumuni oleh orang banyak," sebutnya.
Bukan saja menghadiri konferensi, selama di India, Agus Salim juga bertemu dan berdiskusi dengan pejabat pemerintahan India yang masih bersifat sementara.
Salim menghadiri jamuan makan dan berpidato di hadapan tokoh-tokoh Indian National Congress dan All India Muslim League, seperti Jawaharlal Nehru dan Muhammad Ali Jinnah.
"Pidatonya mendapat tempat di halaman depan harian besar seperti The Hindustan Times dan The Dawn," tulis Ubain.
Karena itu, delegasi Indonesia makin mendapat tempat di hati masyarakat India. Usai konferensi Haji Agus Salim dilepas dengan baik dan simpati.
Dari India, Haji Agus Salim memimpin delegasi Indonesia menuju Mesir dan negara-negara Arab dengan misi, mendapatkan pengakuan kedaulatan. Tugas yang kemudian diselesaikannya dengan sangat baik. (HM)