Langgam.id - Jemaah Tarekat Naqsabandiyah Pauh Kota Padang melaksanakan salat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriah di Musala Baitul Makmur, Pauh, Padang, Senin, (3/6/2019). Perayaan lebih cepat dua hari dari umumnya masyarakat Indonesia yang diperkirakan akan merayakan Idul Fitri pada Rabu mendatang.
Salat dimulai pukul 08:00 WIB yang sebelumnya diawali dengan takbiran. Salat Idul Fitri diimami pimpinan Jemaah Tarekat Naqsabandiyah Buya Syafri Malin Mudo. Sedangkan Afrizal Tanjung bertindak sebagai khatib yang memberikan kutbah dalam bahasa Arab.
Sekretaris Tarekat Naqsabandiyah Padang, Edizon Revindo mengatakan setiap tahunnya jemaah tarekat Naqsyabandiyah selalu melaksanakan puasa selama 30 hari. Jemaah Naqsabandiyah tidak pernah melakukan puasa selama 29 hari seperti yang dilakukan sebagian muslim lainnya.
Menurutnya, penghitungan tanggal tersebut berdasarkan metode hisab dan rukyat yang ada dalam kitab Munjid, yaitu kitab yang dijadikan pegangan oleh ulama jemaah Naqsabandiyah secara turun menurun sejak dahulunya.
"Kemarin kita sudah sampai puasa 30 hari. Sekarang sudah 1 Syawal. Kita merayakan lebaran perhitungannya kita punya dua metode, yakni hisab dan rukyat. Rukyat itu kita melihat hilal, hisab kita menghitung. Kita mulai dari nisfu Sya'ban, 21 hari kemudian baru tetapkan 1 Ramadhan. Hitungan kita sesuai dengan kitab yang kita punya yaitu Munjid, maka bertemulah antara hisab dan rukyat tadi," kata Edizon setelah usai shalat Idul Fitri.
Edizon mengatakan salat Idul Fitri di Musala Baitul Makmur dihadiri oleh sekitar 150 jemaah. Jemaah berasal dari sejumlah wilayah di kota Padang yaitu dari Kuranji, Lubuk Kilangan, Padang Selatan dan lainnya. Kemudian juga ada dari luar daerah yaitu dari Solok, Payakumbuh, dan dari Pesisir Selatan.
"Hari ini ada 150 an jemaah di Surau Baitul Makmur. Kemudian juga ada di Surau Baru, di Koto Lalang, Masjid Baiturrahman, dan Baiturrahim. Kalau di Padang ada 2000 an Jemaah Naqsabandiyah yang merayakan Idul Fitri," kata Edizon.
Usai salat, sesama jemaah berkumpul di musala sambil menikmati hidangan makanan dan minuman yang telah disediakan sebagai bentuk menjaga silaturahmi. Setelah selesai masing-masing jemaah kembali pulang.
Menyikapi perbedaan perayaan hari raya Idul Fitri Edizon berpendapat perbedaan adalah keindahan dalam beragama. Perbedaan tidak seharusnya membuat muslim terpecah, tetapi bagaimana agar saling menjaga.
"Makanya kami sudah pesankan ke seluruh jemaah, kalau kita diluar tidak boleh merokok atau makan sembarangan tempat. Kita hormatiti yang masih berpuasa. perbedaan itu kita anggap indah," kata Edizon. (Rahmadi/HM)