Jalan Menjadi Kepala Daerah

ASN Sumbar Wajib Tes Swab | Video Wawancara Irwan Prayitno

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. (Foto Langgam.id)

Ada beberapa fenomena yang selalu terlihat terkait ajang pilkada, baik pada calon kepala daerah maupun kepala daerah terpilih. Untuk ikut pilkada, calon kepala daerah akan mengeluarkan dana yang cukup besar. Seperti dana untuk partai politik terkait operasional pilkada, dana untuk operasional tim sukses, dana untuk menyiapkan bahan kampanye seperti spanduk, brosur, bendera, kaos, baliho, billboard, media sosial, website, dana untuk pelaksanaan kampanye, dana untuk saksi, dan dana untuk tim pengacara.

Itulah beberapa jenis dana yang harus disiapkan kepala daerah untuk berkompetisi di ajang pilkada. Dari sini bisa dilihat besarnya dana yang harus disiapkan oleh calon kepala daerah. Dari mana calon kepala daerah mendapatkan dana untuk berkompetisi di pilkada? Pertama, dari dana yang dimilikinya. Kedua, dari sumber yang halal dan sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti pihak ketiga yaitu donator individu dan organisasi/perusahaan.

Selain itu, kader dan partai politik dari calon kepala derah juga bisa membantu pendanaan. Intinya, untuk menjadi calon kepala daerah membutuhkan dana yang cukup banyak. Bisa saja dana tersebut mampu dipenuhi dari sumber yang halal. Tapi kadang ada juga yang terpaksa mencari dari sumber yang memberi syarat tertentu jika kelak terpilih.

Fenomena berikutnya adalah di kepala daerah yang terpilih dalam ajang pilkada. Setelah menjadi kepala daerah, banyak undangan yang harus dihadiri. Seperti kegiatan pemuda, masyarakat, sekolah, olah raga, seni dan budaya, pendidikan, keagamaan, petani, peternak, nelayan, pekebun, sosial, dan lainnya. Di setiap kunjungan, kepala daerah biasanya menerima proposal permohonan bantuan berbagai jenis usulan dan kegiatan yang membutuhkan dana.

Sementara, sesuai aturan Permendagri No 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD (kemudian 4 kali mengalami revisi, sekarang menggunakan Permendagri no 13 tahun 2019), kepala daerah semakin diperketat dan diberikan syarat yang berat untuk memberikan hibah dan bantuan sosial (bansos). Sehingga tidak bisa diberikan kepada banyak pihak. Bahkan akhirnya jika dilihat lagi, bisa dibilang jauh lebih banyak pihak yang tidak bisa mendapat hibah dan bantuan sosial.

Untuk memberikan bantuan sosial oleh kepala daerah melalui dana APBD, harus dengan persetujuan DPRD. Jika tahun ini dibahas, maka diberikannya tahun depan. Padahal bantuan harus diberikan segera di tahun ini bahkan saat itu juga. Kalaupun sebuah ormas atau lembaga bisa dianggarkan tahun depan, hanya bisa sekali dalam 2 tahun. Tidak bisa berturutan tiap tahun.

Sementara itu, untuk operasional kepala daerah yang harus selalu turun ke lapangan, dana taktis yang tersedia juga tidak mencukupi jika harus memberikan bantuan kepada masyarakat, dan ada kriteria tertentu untuk bisa memberikan bantuan dari dana taktis. Belum lagi jika ada dari tim sukses meminta bantuan untuk berbagai keperluan. Seperti biaya sekolah anak, pengobatan anak, membantu orang sakit dan kemalangan, biaya transportasi, dan lain-lain.

Belum lagi partai politik yang membutuhkan besar biaya dalam menjalankan kegiatan partai. Kader partai yang menjadi kepala daerah pun kadang diminta untuk membantu partai.

Dari fenomena ini maka tidak heran jika muncul berita atau perbincangan di tengah masyarakat bahwa calon kepala daerah ada yang dibiayai oleh cukong atau pemilik perusahaan dengan menjanjikan mendapatkan proyek pembangunan jika terpilih. Hal seperti ini kemudian memunculkan berbagai penyimpangan dari aturan yang berlaku. Sehingga muncul kasus korupsi.

Sementara itu, kepala daerah yang membutuhkan dana untuk membantu masyarakat ada yang akhirnya mencari dana dengan berbagai cara karena gaji kepala daerah tidak besar (gubernur sekitar 8 juta per bulan dan bupati walikota sekitar 6 juta per bulan) dan tidak bisa menggunakan APBD. Seperti meminta fee dari proyek pembangunan, menjual jabatan eselon dua, meminta fee dari promosi serta mutasi jabatan, meminta fee dari perizinan, dan lain-lain. Hal seperti ini terjadi terus menerus hingga sekarang. Sehingga sering diberitakan ada kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau penyalahgunaan aturan dan wewenang.

Untuk itu, harus ada jalan keluar agar apa yang dialami oleh calon kepala daerah dan kepala daerah terpilih tidak terjadi lagi. Maka, untuk para calon kepala daerah, negara perlu membantu mereka sehingga tidak perlu memikirkan penyiapan dana yang besar untuk maju di pilkada. Dengan hal seperti ini, selain calon kepala daerah terbantu, juga berpotensi memunculkan kandidat kepala daerah yang berkualitas. Mereka yang memiliki potensi, rekam jejak, keberpihakan kepada masyarakat dan juga kecerdasan bisa maju di ajang pilkada. Sehingga negara tidak hanya membantu calon kepala daerah, tetapi juga memunculkan calon kepala daerah yang semakin berkualitas.

Dengan demikian, calon kepala daerah yang mengikuti ajang pilkada tidak perlu memikirkan dana, karena negara yang membiayai billboard, brosur, spanduk, poster dan lainnya. Negara juga membiayai para saksi di pilkada. Negara membiayai pelaksanaan kampanye calon kepala daerah dan juga iklan calon kepala daerah. Baik di televisi, koran, internet, dan lainnya. Maka, ketika mereka terpilih, yang dipikirkan adalah bagaimana menyejahterakan rakyat semaksimal mungkin.

Selain itu, kepala daerah yang terpilih juga dibantu oleh negara dengan diberikan anggaran untuk hibah dan bansos yang bisa dipertanggungjawabkan. Pernah ada masa di mana kepala daerah memiliki kewenangan memberikan dana hibah dan bansos kepada masyarakat. Kemudian turun Permendagri yang tidak membolehkan lagi pemberian dana hibah dan bansos oleh kepala daerah kepada masyarakat banyak. Hal ini menyebabkan kepala daerah tidak bisa memberikan bantuan kepada masyarakat yang dikunjungi.

Kepala daerah seharusnya bisa memberikan bantuan kepada masyarakat dengan tetap mematuhi aturan agar tidak bertentangan dengan hukum dan bisa dipertanggungjawabkan. Seperti adanya syarat-syarat tertentu, diantaranya proposal permohonan bantuan, bisa diverifikasi, jumlah nominal yang wajar dan laporan pertanggungjawaban. Dengan hal seperti ini, maka tidak ada lagi cara-cara yang melanggar aturan untuk mendapatkan dana yang akan diberikan kepada rakyat. Sehingga kepala daerah bisa lebih fokus mensejahterakan rakyat.

Selain itu, kepala daerah pun juga bisa dinaikkan gajinya jika dianggap oleh pemerintah sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Ini memang hal sensitif menyuarakan kenaikan gaji kepala daerah. Namun dukungan untuk memperbaiki kesejahteraan kepala daerah agar bisa lebih fokus memikirkan rakyat juga disuarakan oleh berbagai kelompok masyarakat guna menciptakan pemerintahan yang baik.

Selain itu yang juga cukup penting, pendanaan partai politik oleh negara perlu ditingkatkan. Saat ini suara satu orang pemilih untuk parpol yang mendapatkan kursi di DPR RI dihargai seribu rupiah. Ke depannya perlu ditingkatkan dan aturannya perlu direvisi agar partai politik semakin mandiri dan tidak lagi meminta bantuan kepada kadernya yang maju menjadi calon kepala daerah.

Dengan didanai atau dibantu oleh negara, partai politik bisa semakin mandiri. Di samping itu dengan dibantu negara, calon kepala daerah tidak perlu menyiapkan dana yang besar, dan berpotensi memunculkan para kandidat terbaik yang memiliki kualitas serta rekam jejak yang jelas. Dan dengan dibantu negara, kepala daerah bisa memberikan bantuan sosial dan hibah kepada berbagai elemen masyarakat yang membutuhkan dengan dilandasi aturan hukum dan bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga hal ini bisa meminimalkan munculnya kasus korupsi di satu sisi dan memaksimalkan kesejahteraan rakyat di sisi lain.(*)


Oleh: Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, S.Psi, M.Sc. (Gubernur Sumatra Barat)

Baca Juga

Jelang tahapan pemungutan dan penghitungan suara, KPU Sumbar menggelar sosialisasi terkait regulasi pemungutan dan penghitungan suara Pilkada
Minimalisir Pemungutan Suara Ulang, KPU Sumbar Gencar Sosialisasi Pilkada
Sebanyak 1.487 Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dilantik oleh Bawaslu Kota Padang. Para pengawas ini bakal ditempatkan di setiap TPS
Cegah Potensi Pelanggaran saat Pilkada, Bawaslu Padang Lantik 1.487 PTPS
DPW LDII Sumbar mengelar Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil). Acara tersebut diselenggarakan di Ponpes Miftahul Huda, Padang, Sumbar.
Berprinsip Netral Aktif, LDII Sumbar Dorong Warganya Gunakan Hak Pilih di Pilkada
Bawaslu memilih Padang Barat sebagai Kampung Pengawasan Partisipatif untuk Pilkada yang akan berlangsung pada 27 November 2024 nanti.
Padang Barat Dipilih Sebagai Kampung Pengawasan Partisipatif, Ini Alasannya
Sebanyak 684.475 lembar surat suara untuk Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Tahun 2024 dari Semarang sudah diterima oleh KPU
684.475 Surat Suara Tiba di Gudang KPU Padang, Sortir dan Lipat Dijadwalkan Pekan Depan
Paling tidak kita dapat mengetahui partai politik mana yang memiliki mesin politik yang tangguh di akar rumput.
Mesin Partai vs Relawan Calon Kepala Daerah