Rempah-rempah seperti pala memiliki sejarah panjang sebagai komoditas berharga yang telah mengubah perekonomian dan gaya hidup global. Sejak abad pertengahan, pala telah diperdagangkan oleh bangsa Cina dan Persia hingga Eropa, di mana kemudian negara-negara seperti Portugal, Inggris, dan Belanda berjuang untuk memonopoli rempah ini.
Pohon pala sendiri dapat tumbuh hingga 20 meter dan mulai berbuah pada tahun ketujuh, dengan produksi optimal pada tahun ke-25 hingga ke-60.
Pala memiliki dua bagian utama yang bernilai ekonomis, yaitu biji dan fuli (bunga pala yang menyelubungi biji). Kedua bagian ini menghasilkan minyak atsiri yang digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik.
Selain itu, pala memiliki manfaat kesehatan seperti mengatasi insomnia, masalah pencernaan, diare, rematik, dan banyak lagi. Sayangnya, daging buah pala sering kali terbuang sia-sia di beberapa wilayah seperti Maluku, meskipun sebenarnya dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti sirup, asinan, manisan, marmelade, selai, dodol, dan kristal
Budidaya pala yang hanya fokus pada biji dan fuli menyebabkan pendapatan petani rendah karena ketergantungan pada satu pembeli (monopsoni) dan pasar yang sempit. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi untuk mengolah buah pala menjadi produk yang lebih beragam dan meningkatkan perekonomian petani.
Salah satu bentuk inovasi ini adalah pengolahan buah pala menjadi dodol dan produk lainnya yang memiliki nilai tambah tinggi.
Diversifikasi olahan pala, seperti minyak atsiri, manisan, sirup, dan selai, adalah langkah penting untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal. Selain meningkatkan nilai ekonomi, diversifikasi ini juga bermanfaat bagi kesehatan karena pala mengandung mineral esensial yang diperlukan dalam metabolisme tubuh manusia.
Minyak pala dan fuli dapat digunakan sebagai flavor pada produk makanan dan sebagai bahan dalam industri parfum dan farmasi.
Pengembangan produk olahan pala tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan dan ekonomi lokal, tetapi juga meningkatkan daya saing komoditas unggulan. Saat ini, daging buah pala masih belum dimanfaatkan secara optimal dan sering kali menjadi limbah.
Dorongan untuk memanfaatkan bagian ini perlu terus dilakukan agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi pangan, kesehatan, dan ekonomi keluarga serta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Banyak inovasi telah dihasilkan oleh akademisi dan praktisi dalam pemanfaatan buah pala.
Produk-produk seperti selai pala, sirup pala, jus pala, minyak atsiri pala, dodol pala, dan saus pala telah dihasilkan oleh industri rumahan dan dipasarkan melalui pusat perbelanjaan dan oleh-oleh. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan agar produk-produk ini dapat bersaing dan bertahan di era globalisasi dan perdagangan bebas.
Penguatan mutu, standardisasi produk, serta perlindungan bagi pelaku usaha (UMKM) dalam akses permodalan dan kelembagaan akan memastikan keberlanjutan dan daya saing usaha berbasis pala.
Penulis : Rahmi Awalina, S.TP.,MP
Dosen Fakultas Teknologi Pertanian - Unand