Ini Kata Walhi Sumbar Soal Longsor Tambang Emas Ilegal di Solok

Bencana longsor di tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada Kamis (26/9/2024)

Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam. [foto: Dharma Harisa]

Langgam.id - Bencana longsor di tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada Kamis (26/9/2024) mengakibatkan 13 orang meninggal dunia.

Insiden tragis ini menyoroti persoalan tambang ilegal yang masih marak di daerah tersebut. Walhi Sumbar menegaskan bahwa bencana ini bukan sekadar bencana alam, melainkan sebuah bencana ekologis yang timbul akibat pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil.

Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam mengungkapkan bahwa lokasi tambang di Sungai Abu berada di kawasan yang dilindungi undang-undang.

"Lokasi tambang ini berada di daerah aliran Sungai Batanghari, tepat di pertemuan Batang Sungai Abu dan Batang Hiliran Gumanti. Faktanya, ini merupakan kawasan hutan lindung," katanya menjelaskan kepada wartawan, Selasa (1/10/2024).

Tommy menambahkan, perubahan bentang alam yang diakibatkan oleh aktivitas tambang emas ilegal meningkatkan risiko bencana secara signifikan.

"Dari fisiografis wilayah, ada ribuan percabangan anak sungai yang mengarah ke sungai utama. Ketika ada perubahan bentang alam seperti tambang ilegal ini, risiko bencana menjadi sangat tinggi," ujarnya.

Berdasarkan data citra satelit tahun 2024, Walhi memperkirakan ada ratusan hingga ribuan hektare lahan yang dibuka secara ilegal untuk tambang emas di kawasan tersebut.

"Ini bukan pertama kalinya terjadi, korban jiwa terus berjatuhan akibat tambang ilegal di Sumatra Barat. Antara 2020 hingga 2024, sudah puluhan nyawa melayang akibat aktivitas ini," ucap Tommy.

Selain berdampak pada lingkungan, terang Tommy, tambang ilegal ini membawa risiko langsung bagi masyarakat kecil yang terlibat dalam aktivitas tersebut.

"Masyarakat yang bekerja di lapangan menanggung risiko terbesar, terutama karena lokasi penambangan yang sering tidak memperhitungkan potensi bencana," tutur Tommy.

Menurutnya, keuntungan dari aktivitas tambang ilegal tidak dirasakan oleh masyarakat kecil, tetapi oleh para pemodal besar yang membiayai operasi tambang ilegal.

"Ada ketidakadilan besar dalam siklus tambang ilegal ini. Para pekerja hanya menerima sedikit, sementara keuntungan besar dinikmati oleh aktor-aktor di balik layar," imbuhnya.

Tommy juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terkait tambang ilegal. "Penindakan oleh pihak kepolisian hanya menyentuh pekerja tambang dan operator alat berat. Kita jarang mendengar pemodal atau pembacking menjadi tersangka dalam kasus-kasus tambang ilegal," ungkapnya.

Ia juga menanggapi pernyataan Plt Gubernur Sumatra Barat yang menyebutkan bahwa pengawasan tambang ilegal adalah wewenang pemerintah pusat. Menurut Tommy, hal tersebut tidak sepenuhnya benar.

"Pemerintah daerah seharusnya melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan memiliki basis data yang cukup terkait tambang ilegal. Namun, koordinasi tersebut tidak dilakukan secara maksimal," katanya.

Walhi Sumbar menegaskan bahwa pemerintah daerah dan penegak hukum harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Walhi meminta agar para aktor utama dibalik tambang ilegal, termasuk para pemodal, pengusaha alat berat, hingga oknum penegak hukum yang terlibat, diungkap ke publik.

Walhi juga menyoroti bahwa tambang ilegal tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga hukum agama, merujuk pada fatwa MUI No 22 tahun 2011.

Mereka meminta pemerintah daerah dan pusat untuk membangun ekosistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi masyarakat, agar mereka tidak perlu mempertaruhkan nyawa dalam aktivitas tambang ilegal. (Haris/yki)

Baca Juga

WALHI dan SIEJ Sumbar Soroti Dugaan Pembekingan Tambang Ilegal
WALHI dan SIEJ Sumbar Soroti Dugaan Pembekingan Tambang Ilegal
Ahli Geologi Sumatra Barat (Sumbar), Ade Edward
Surat Terbuka: Pak Presiden, Hentikan Mafia Tambang di Solok Selatan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Barat menyebut insiden penembakan Kasatreskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto
Kasus Penembakan Kasatreskrim Solsel, WALHI Sumbar Sebut Ini Tragedi Kejahatan Lingkungan
Walhi Sumatra Barat secara resmi melaporkan dugaan maladministrasi terkait penundaan pembongkaran bangunan hotel
Walhi Laporkan Dugaan Maladministrasi Soal Penundaan Pembongkaran Hotel di Lembah Anai ke Ombudsman
Jumlah korban meninggal dunia akibat longsor yang terjadi di kawasan tambang emas ilegal di Kabupaten Solok, mencapai 12 orang.
Daftar 12 Korban Meninggal Dunia di Tambang Emas Ilegal Solok
Jumlah korban longsor tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, bertambah.Berdasarkan data dari Basarnas Padang
Update Longsor Tambang Emas Ilegal Solok: Total 25 Orang, Meninggal 12