In Memoriam Prof. Dr. M. Alwi Dahlan, M.A "Harimau Tjampa" dan Bapak Komunikasi Indonesia

Innalillahi wainna ilaihi raajiun. Indonesia ditinggal salah seorang putra terbaiknya. Prof. Emeritus Dr. Muhammad Alwi Dahlan, M.A. berpulang ke Rahmatullah dalam usia menjelang 91 tahun di Jakarta, pada pukul 08.15 WIB Rabu (20/3/24).

Kabar berpulangnya tokoh Minang asal Padang Panjang ini saya konfirmasi langsung kepada Bang Nureddin Ismail, putra Pahlawan Nasional Alm. H. Usmar Ismail, yang tak lain adalah sepupu Pak Alwi. Setelah disemayamkan di rumah duka Jalan Puri Mutiara III No. 4 Cipete, Jakarta Selatan, jenazah Alwi Dahlan dimakamkan di Pemakaman San Diego, Karawang, Jawa Barat, selepas shalat Zuhur.

Putra Minang ini adalah sosok multitalenta; wartawan, sastrawan, penulis skenario film, dan doktor ahli komunikasi pertama tamatan Amerika yang dijuluki Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia.

Ketika masih duduk di tahun pertama bangku kuliah FE UI, skenario film Harimau Tjampa yang ditulis Alwi Dahlan dan diproduksi Perfini pimpinan Usmar Ismail, berhasil memenangkan penghargaan Skenario Terbaik dalam Festifal Film Indonesia (FFI) yang pertama.

Semasa hidupnya Prof. Alwi Dahlan pernah menduduki berbagai posisi akademis, sebagai dosen, dan berbagai jabatan pemerintahan. Di antaranya pernah menjadi Asisten Menteri Lingkungan Hidup, Kepala BP7 Pusat, serta Menteri Penerangan dalam kabinet terakhir Presiden Soeharto (1998).

Tatkala diundang sebagai salah satu narasumber dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV-One dengan tema “Sumatera Barat Belum Pancasilais?” (8 September 2020), saya sempat menceritakan pengalaman Bung Karno yang terlantar di Painan menjelang zaman Jepang, lalu dijemput dan dibawa dengan pedati ke Padang.

Setelah itu, banyak yang menghubungi saya secara langsung, menanyakan dari mana sumber cerita itu. Apakah bukan karangan saya saja?

Memang, kisah itu masih sangat sedikit orang yang tahu dan nyaris belum ada yang menulis. Kepada yang bertanya serius, saya ungkapkan bahwa sumber saya adalah Prof. Alwi Dahlan.

Beliau adalah anak dari pelaku sejarah yang memimpin rombongan kepanduan Hisbul Wathan untuk menjemput Bung Karno yang terlantar ditinggalkan Belanda pengawalnya di Painan. Pimpinan rombongan itu adalah Dahlan Sjarif Dt. Djunjung. Itulah ayah kandung Prof. Alwi Dahlan.

Saya mengenal Pak Alwi secara pribadi sejak tahun 1991. Pertama kali bertamu adalah untuk wawancara khusus menyambut Hari Lingkungan Hidup bulan Juni. Beliau menerima saya untuk suatu wawancara eksklusif di kamar beliau di Hotel Pangeran Beach, Padang.

Waktu itu Pak Alwi menjabat Asisten Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) semasa dijabat Prof. Emil Salim. Selain yang berkaitan dengan soal lingkungan hidup, saya juga menulis profil pribadi Pak Alwi dan dimuat di Singgalang Edisi Minggu pertengahan 1991.

Setelah itu, hubungan saya dengan Pak Alwi terus berlanjut, walaupun tidak begitu intens tetapi mengalir begitu saja. Ini berkaitan dengan aktivitas saya menulis profil orang-orang terkenal Minangkabau dalam berbagai buku.

Setelah buku Profil Tokoh, Aktivis dan Pemuka Masyarakat Minang (1995), saya juga menulis sosok Pak Alwi dalam buku 101 Orang Minang di Pentas Sejarah (2010), 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang … (2018), dan terakhir dalam Ensiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang (2023).

Untuk buku yang terakhir ini saya sempat berkomunikasi intensif dengan Pak Alwi. Selain meminta beliau mencek entri tentang dirinya, saya juga minta bantuan beliau mereviu entri Dr. Abu Hanifah dan H. Usmar Ismail, dua paman beliau.
Sejak 10 tahun terakhir, komunikasi saya dan Pak Alwi rata-rata berlangsung secara virtual, melalui email, SMS dan kemudian WA.

Saya malah sudah tak ingat, kapan kami bertemu muka yang terakhir. Mungkin sekitar 2016 di Jakarta. Sedangkan komunikasi yang terakhir adalah akhir November 2023, ketika saya memberi tahu bahwa buku Ensiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang (3 jilid) sudah terbit.

“Jenderal Kantjil” dan “Harimau Tjampa”

Muhammad Alwi Dahlan lahir di Padang pada 15 Mei 1933. Keluarganya berasal dari campuran Padang Panjang dan Lintau yang banyak melahirkan orang-orang besar.

Alwi adalah putra Dahlan Sjarif Datuk Djundjung, bupati pada kantor Gubernur Sumatera Tengah tahun 1950-an. Sedangkan ibunya benama Siti Nursiah, kakak kandung dari pejuang kemerdekaan Dr. Abu Hanifah yang pernah menjabat Menteri Pendidikan Kabinet RIS dan Dubes RI di Italia dan Brazil.

Mamaknya yang lain, ia panggil Mak Etek, adalah H. Usmar Ismail yang dijuluki Bapak Perfilman Indonesia dan tahun 2022 dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional RI.

Dari garis kakek (ayah dari ibunya), Alwi Dahlan masih berkerabat dengan Prof. dr. M. Ali Hanafiah yang namanya diabadikan di RSUD Tanah Datar, serta bersepupu jauh dengan Chairul Saleh, tokoh pejuang kemerdekaan yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri dan Ketua MPRS di masa Orde Lama.

Alwi Dahlan menjalani masa kanak-kanak di Kota Padang. Pendidikannya dimulai di SR Adabiah Padang (1946), lalu melanjutkan ke SMP (1950) dan SMA (1953) di Bukittinggi.

Sejak remaja Alwi sudah menunjukkan bakat di bidang tulis-menulis. Ketika masih di bangku SMP ia sudah mengarang cerita pendek di majalah Kisah dan Mimbar Indonesia yang terbit di Jakarta.

Sebelum itu, sesekali ia menulis di koran lokal, Padang Nippo dan Detik di Bukittinggi. Ia juga menerbitkan koran sekolah sewaktu di SMP.

Di Mimbar Indonesia, selain menulis cerita pendek ia juga membuat sketsa atau vignet dengan tinta cina. Di masa remaja itu ia telah menjadi koresponden untuk majalah kebudayaan Siasat.

Di majalah ini ia membuat reportase, serta menulis esei dan cerita pendek di rubrik Gelanggang. Selain itu, tulisan Alwi juga sering dimuat di Zenith, majalah kebudayaan yang diterbitkan Mimbar Indonesia.

Ketika libur SMA di Bukittinggi, Alwi dengan seorang temannya mendapat tugas dan diberi biaya perjalanan oleh Majalah Siasat untuk membuat rangkaian reportase perjalanan kaki ke pedalaman Alas dan Gayo di Aceh. Reportase yang ditulisanya dimuat beberapa seri di majalah Siasat.

Tamat SMA, Alwi merantau ke Jakarta dan tinggal di rumah pamannya Usmar Ismail di Menteng. Ia ingin melanjutkan kuliah ke jurusan Komunikasi, karena belum ada ia akhirnya masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).

Mengetahui bakat menulis kemenakannya, Usmar Ismail yang telah mendirikan perusahaan film Perfini memberikan sebuah buku kecil berjudul How To Write Script, panduan menulis skenario film. Itulah awalnya Alwi menjadi penulis skenario film.

Selama bekerja sama dengan Usmar, Alwi Dahlan menulis sembilan skenario film. Salah satunya, film Harimau Tjampa yang merebut penghargaan Skenario Terbaik FFI 1958. Alwi juga ikut menulis skenario film Tiga Dara serta film Darah dan Doa.

Sedangkan film Usmar lainnya, Jenderal Kantjil, dibuat berdasarkan novel Alwi, Pistol Si Mantjil yang diterbitkan Balai Pustaka.

Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia

Kuliah Alwi belum selesai di Fakultas Ekonomi UI ketika terbuka kesempatan mengikuti Foreign Student Leadership Project untuk studi di Amerika Serikat. Mulanya di Minnesota, kemudian diteruskan ke American University di Washington DC.

Selama belajar di Washington, untuk biaya kuliah, ia bekerja di KBRI sebagai penjaga malam.

Pendidikan S1 ia selesaikan di American University, Washington, D.C. (1961), dan setahun kemudian meraih gelar Master of Art (MA) untuk bidang komunikasi massa dari Stanford University, California. Sementara gelar Doktor (Ph.D.) bidang Komunikasi ia peroleh di Illinois University, AS (1967) dengan disertasi berjudul Anonymous Disclosure of Government Information as a Form of Political Communication.

Alwi Dahlan tercatat sebagai Doktor ahli komunikasi yang pertama Indonesia tamatan Amerika Serikat.

Alwi tinggal di Amerika selama sembilan tahun. Sebelum pulang ke tanah air, ia membantu Atase Pendidikan di KBRI Washington, yang waktu itu dirangkap oleh Atase Pertahanan Kharis Suhud (kelak menjadi Ketua DPR/MPR).

Sewaktu akan pulang ke Indonesia, Kharis Suhud mengajak Alwi untuk membantu Markas Besar Angkatan Darat sebagai tenaga ahli. Pekerjaan tersebut ia jalani selama tiga tahun (1968-1970).

Di samping itu ia juga mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (Seskoad). Sejak 1969 ia mengajar di FISIP UI, mulanya sebagai dosen tidak tetap (sampai 1992) dan akhirnya diangkat menjadi guru besar (profesor) bidang Ilmu Komunikasi tahun 1994.

Selain itu, Alwi juga merintis beberapa kegiatan yang pada waktu itu dianggap baru di Indonesia. Antara lain, menerbitkan mingguan Chas, sebuah berkala berita pertama yang tampil dalam bentuk tabloid. Lalu mendirikan Inscore (Institute for Social, Commercial & Opinion Research) Indonesia, sebuah lembaga riset komersial dan pendapat umum swasta yang pertama. Ia juga mendirikan Inscore Adcom, perusahaan jasa komunikasi dan PR yang pertama.

Namun semua usaha yang telah dirintisnya itu (kecuali sebagai dosen) ditinggalkannya ketika Emil Salim yang diangkat menjadi Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) meminta Alwi menjadi Asisten Menteri bidang Pengawasan (1978-1983).

Tugas tersebut berlanjut selama 10 tahun berikutnya sebagai Asisten Menteri bidang Keserasian Kependudukan dan Lingkungan (1983-1988), dan Asisten Menteri bidang Kependudukan (1988-1993) di bawah Menteri Emil Salim dan Sarwono Kusumaatmadja.

Di kementerian itu, Alwi Dahlan diserahi tanggung jawab urusan Kampanye Kesadaran Lingkungan Hidup. Di sini ia menciptakan berbagai konsep baru, seperti pemberian Penghargaan Kalpataru dan penghargaan Neraca Lingkungan Daerah.

Setelah 15 tahun menjadi Asisten Menteri, pada tahun 1993 Alwi Dahlan dipromosikan menjadi Wakil Kepala Badan Pembinaan, Pengembangan dan Pendidikan Pedoman Penghayatan Pancasila (BP7) Pusat, dan tiga tahun kemudian menjadi Kepala BP7 Pusat.

Bulan Maret 1998, Muhammad Alwi Dahlan diangkat Presiden Soeharto sebagai Menteri Penerangan RI menggantikan Harmoko yang menjadi Ketua DPR/MPR.

Namun Kabinet terakhir Orde Baru tersebut hanya berumur kurang tiga bulan, hingga Soeharto mundur sebagai Presiden dan digantikan B.J. Habibie pada 21 Mai 1998. Berhenti jadi menteri, Alwi kembali ke kampus dan aktif mengajar di FISIP UI sebagai guru besar emeritus hingga akhir hayatnya.

Selain sebagai dosen dan berkecimpung selama 20 tahun di lingkungan birokrasi pemerintahan, Alwi juga aktif dalam berbagai organisasi profesi. Beliau tercatat sebagai pendiri Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) tahun 1972 dan menjadi Ketua Umum Perhumas periode 1978-1981.

Alwi juga pernah menjabat Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) selama lebih 10 tahun sejak 1983; Ketua Umum Himpunan Indonesia untuk Ilmu-ilmu Sosial (HIPIS) (1984-1995); dan anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat (1984-1994).

Atas jasa dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara, Alwi Dahlan mendapat sejumlah tanda penghargaan.

Di antaranya, Bintang Jasa Utama dari Presiden Soeharto pada tanggal 17 Agustus 1994.

Menurut salah seorang muridnya di UI, guru besar Ilmu Komunikasi Prof. Zulhasril Nasir, bulan November 2023 lalu Prof. Alwi Dahlan sempat mengalami stroke ringan, tapi tak lama kemudian keadaannya kembali pulih dan bisa beraktivitas lagi.

Waktu itu beliau sempat memesan buku Eksiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang yang baru terbit, namun kesulitan pergi ke bank untuk mentransfer pembayaran.

Mengetahui hal itu, saya yang sedang di Australia, segera menghubungi penulis Ir. Aswil Nazir, dan meminta segera mengirimkan satu set buku tersebut kepada Prof. Alwi.

Kebetulan ada sejumlah buku pesanan Ahmad Sahroni yang dia hadiahkan untuk tokoh-tokoh Minang. Saya minta buku tersebut yang dihadiahkan kepada Pak Alwi.

Melalui Uda Zulhasril Nazir, Pak Alwi menyampaikan terima kasih kepada penerbit, dan memberikan apresiasi yang tinggi atas terbitnya buku tersebut.

Sepekan yang lalu, Pak Alwi sempat berkomuunikasi telepon dengan sepupunya Nureddin Ismail. “Waktu itu suaranya terdengar lemah dan kurang jelas,” kata Bang Nureddin.

Beberapa hari yang lalu, Pak Alwi terkena flu. Lalu, tiba-tiba Rabu pagi (20/3) kondisinya drop. “Tapi beliau tidak mau dibawa ke rumah sakit,” kata Nureddin Ismail kepada saya. Mungkin karena tahu ajalnya sudah tiba. Pukul 08.15, sosok bersahaja dan rendah hati ini menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Selamat jalan Pak Alwi.

Selamat jalan “Harimau Tjampa”, Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia. Semoga Allah SWT mengganjar segala amal ibadah dan ilmu amaliahmu dengan Surga Jannatun Naim.

Amin YRA.*

Baca Juga

Bidpropam Polda Sumbar mulai melakukan sidang kode etik terhadap para personel yang diduga tidak profesional saat membubarkan aksi tawuran
Polda Sumbar Mulai Sidang Kode Etik Anggota Tidak Profesional saat Bubarkan Tawuran di Kuranji
BPBD Kabupaten Solok, Sumatra Barat (Sumbar), meralat jumlah korban tertimbun longsoran di lokasi tambang emas ilegal adalah 22 orang
BPBD Solok Ralat Data Korban Longsor Tambang Emas Ilegal: Total 22 Orang, Meninggal 11
Sebanyak 11 orang dilaporkan meninggal dan 25 orang lainnya masih tertimbun di lokasi tambang emas di Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti,
Tambang Emas Ilegal di Solok Ternyata Sudah Beberapa Kali Dirazia Polisi
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Rasionalkah Rasionalitas Politik Orang Minang?
Bawaslu Padang Peringatkan Paslon Soal Kampanye di Tempat Ibadah Bisa Berujung Pidana
Bawaslu Padang Peringatkan Paslon Soal Kampanye di Tempat Ibadah Bisa Berujung Pidana
Mahyeldi Cuti Kampanye, Audy Joinaldy Resmi Jabat Plt Gubernur Sumbar
Mahyeldi Cuti Kampanye, Audy Joinaldy Resmi Jabat Plt Gubernur Sumbar