Ihwal Pemberhentian Perangkat Nagari

Kolom Adel Wahidi.

Adel Wahidi. [Dok]

Dalam tiga tahun terakhir, terdapat 29 laporan masyarakat mengenai pemberhentian aparatur nagari oleh wali nagari ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Barat.

Laporan tersebut berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 11 laporan, Kabupaten Pasaman Barat 11 laporan, Kabupaten Lima Puluh Kota 4 laporan dan Kabupaten Solok Selatan sebanyak 3 laporan.

Laporan yang ada, mengindikasikan dua hal. Pertama, wali nagari secara serampangan dalam memberhentikan aparatnya. Kedua, memang ada perangkat nagari yang dengan sengaja menceburkan diri, melakukan pantangan sebagai perangkat nagari, sehingga perlu diberhentikan.  

Kekeliruan Wali Nagari

Ada beberapa kekeliruan wali nagari dalam memberhentikan aparatnya. Pertama, wali nagari sebagai produk politik lokal merasa bahwa aparatnya sama hal dengan kabinet/kementerian. 

Wali nagari merasa, perangkat nagari satu paket dengan periodisasi pemerintahannya dan dalam mengangkat atau memberhentikan adalah hak prerogatif wali nagari.   

Itu yang menyebabkan wali nagari digelar sebagai “presiden kecil”. Itu juga yang menyebabkan saat mencalon atau kampanye, salah satu janji kampanye mereka adalah memberhentikan perangkat nagari yang ada, dan mengangkat tim suksesnya sebagai perangkat nagari. 

Setelah jadi wali nagari, janji itu dipaksakan untuk dipenuhi dengan menabrak berbagai aturan yang ada. 

Padahal, sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU 6/2014 tentang Desa, dijelaskan bahwa Perangkat Desa atau disebut Nagari di Sumatera Barat diberhentikan karena tiga sebab; meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. 

Dalam hal diberhentikan, maka ayat (2) mengatur perangkat nagari diberhentikan karena  empat sebab; karena usia telah genap 60  tahun, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat nagari; atau melanggar larangan sebagai perangkat desa. 

Selain syarat di atas, dalam proses pemberhentian, wali nagari juga harus melalui beberapa prosedur. Antara lain, wali nagari wajib berkonsultasi dengan camat dan mendapatkan rekomendasi dari camat.  

Jadi, jelas bahwa perangkat nagari bukan tak bisa diberhentikan, sangat bisa. Namun, harus memenuhi beberapa syarat dan prosedur. 

Perangkat Nagari “Main Politik” 

Selain kekeliruan wali nagari, memang ada potensi perangkat nagari yang dengan sengaja melakukan pantangan sebagai perangkat nagari.  

Diantara larangan itu adalah, tidak netral atau terlibat dalam urusan politik praktis. Sesuai dengan Pasal 51 UU 6/2014 tentang Desa, dalam urusan politik, pantangan sebagai perangkat nagari adalah menjadi pengurus partai politik atau ikut serta terlibat dalam kampanye pemilihan umum/pemilihan kepala daerah.  

Jika dilakukan, hukumannya, sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU 6/2014 tentang Desa, perangkat nagari harus diberhentikan. 

Jadi, jika ada perangkat nagari yang diduga tidak netral. Terlibat dalam urusan dukung mendukung/kampanye calon presiden atau caleg tertentu. Maka, sudah seharusnya diberhentikan sementara. 

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, perangkat nagari yang diduga melakukan larangan sebagai perangkat nagari, dengan berkonsultasi dengan camat, wali nagari harus memberhentikan sementara perangkat nagari.   

Kemudian, dugaan pelanggaran itu diperiksa oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau Inspektorat setempat. Dalam konteks kepemiluan, tentu saja hal itu seharusnya juga diawasi, dilaporkan dan dibuktikan di Bawaslu.      

Pasca dilakukan pemeriksaan, jika terbukti, maka diberhentikan secara tetap, dan jika tidak terbukti, dikembalikan ke jabatan semula sebagai perangkat nagari.      

Saran Perbaikan

Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat telah melakukan kajian pencegahan Maladministrasi pemberhentian perangkat nagari ini, kajian khusus dilakukan di Lima Puluh Kota tahun 2023.

Adapun saran perbaikan dapat diterapkan pada nagari se-Sumatera Barat. Yaitu, pertama, setiap daerah mesti menyusun konsep kebijakan evaluasi kinerja aparatur nagari, peningkatan kompetensi wali nagari dan perangkat secara terstruktur mengenai tata kelola aparatur nagari. 

Kedua, daerah mesti menginisiasi penerbitan Petunjuk Teknis (Juknis) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai penjabaran dari UU Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa. 

Ketiga, menginisiasi penerbitan Tata Naskah Dinas (TND) berkaitan dengan kelengkapan administrasi dalam pemberhentian perangkat nagari. 

Jika langkah ini dilakukan, maka akan mencegah berbagai penyimpangan dalam proses pemberhentian aparatur nagari. Sekaligus, membuka jalan yang lebih terang guna wali nagari memberhentikan perangkat nagari, jika mereka melakukan larangan sebagai perangkat nagari.     

Adel Wahidi adalah Asisten Muda Ombudsman RI Sumatera Barat

Baca Juga

Masyarakat Miskin Ekstrem di Kabupaten Kepulauan Mentawai
Masyarakat Miskin Ekstrem di Kabupaten Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Mengatasi Hambatan Investasi dan Mengoptimalkan Potensi Ekonomi Sumatera Barat
Ombudsman RI sudah merilis hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik terhadap Pemerintaah Provinsi Sumatra Barat, 19 Pemerintah
Ini Hasil Penilaian Pelayanan Publik 19 Pemda di Sumbar Tahun 2024, Pemkab Solok Nomor 1
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Menunggu Kepemimpinan Strategis Gubernur Baru
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang
Mengenal Potensi dan Risiko Kesehatan pada Perempuan
Mengenal Potensi dan Risiko Kesehatan pada Perempuan