Langgam.id - Efisiensi anggaran APBD dan APBN yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah ternyata sangat berdampak ke sektor industri perhotelan dan restoran. Termasuk di Sumatra Barat (Sumbar).
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumbar, Elvis Syarif mengatakan, dampak efisiensi anggaran yang dirasakan terhadap revenue atau pendapatan total di segi okupansi kamar maupun food and breakfast.
"Berdampak terhadap revenue baik dari okupansi kamar maupun kegiatan meting-meting. Nah, data yang kami terima dari anggota itu kegiatan meting yang biasa diisi pemerintah food and breakfast menurun sampai 50-60 persen," kata Elvis, Senin (17/2/2025).
Menurut Elvis, kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan bagi industri perhotelan dan restoran. Jika tidak ada perubahan dari pemerintah, bisa-bisa mengancam nasib para karyawan.
"Ini tentu akan sangat mengkhawatirkan kalau ini berjalan panjang. Kita enggak tahu bagaimana ke depannya," ungkapnya.
Terdapat 97 hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI Sumbar. Terdapat ratusan ribu karyawan yang menggantungkan nasibnya bekerja di industri ini.
Elvis berharap tindakan merumahkan karyawan tidak terjadi akibat dampak efisiensi anggaran tersebut. Kondisi seperti ini hampir sama seperti pandemi Covid-19.
"Ketika pandemi ada belasan ribu karyawan yang dirumahkan. Pemerintah harus memikirkan juga, terutama nasib karyawan," ucapnya.
Biasanya, lanjut Elvis, awal tahun sudah mulai reservasi atau bookingan kegiatan yang diselenggarakan di hotel. Namun kondisi saat ini menurun.
"Bahkan ada beberapa yang di-cancel khususnya kegiatan dari kementerian. Begitupun untuk okupansi hotel, Februari ini hanya kisaran 40 persen," jelasnya.
"Padahal kami pada tahun 2023 mulai membaik. Masuk 2024 sedikit bernafas, tapi sekarang muncul lagi dengan kebijakan ini. Nah ini membuat drop lagi. Mudah-mudahan ini tidak berlanjut. Itu harapan kita," sambungnya. (SI/yki)