Hari Jadi Kabupaten Solok dan Limapuluh Kota, 2 Afdeeling Zaman Kolonial

Hari Jadi Kabupaten Solok dan Limapuluh Kota, 2 Afdeeling Zaman Kolonial

Posisi Afdeeling Limapuluh Kota (mulai 1840) dan Solok (mulai 1913) di Governement Sumatra's West Kust (Pesisir Barat Sumatra). (Peta: openstreetmap.org)

Langgam.id - Tiap Bulan April tiba, tiga kabupaten di Sumatra Barat merayakan hari jadinya. Dua dari tiga kabupaten itu, mendasarkan ulang tahun pada pengesahan daerah mereka jadi afdeeling pada zaman kolonial Belanda.

Kabupaten Limapuluh Kota, misalnya, merujuk pada Besluit No. 1 tanggal 13 April 1841 (ada juga yang menyebut 1840) yang menetapkan Limapuluh Kota sebagai salah satu afdeeling dalam Pemerintah Sumatra's westkust. Peristiwa tersebut terjadi 178 (atau 179) tahun yang lalu dari dari hari ini, Sabtu (13/4/2019).

Sementara, Kabupaten Solok merujuk hari jadinya pada reorganisasi Pemerintahan Sumatra's Westkust (Pesisir Barat Sumatra) pada 9 April 1913 atau 106 tahun yang lalu. Pada saat tersebut, Solok menjadi salah satu dari delapan afdeeling di Sumatra's Westkust.

Sejarawan Universitas Andalas Gusti Asnan dalam Buku 'Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC Hingga Reformasi' (2006), menulis setelah menerima kekuasaan Padang dari Inggris pada 19 Mei 1819, Belanda menjadikannya wilayah administatif residentie (keresidenan).

Setelah perjanjian dengan kaum adat pada 1821 dan Belanda mulai meluaskan wilayah kekuasaannya ke pedalaman, wilayah keresidenan ini dibagi dua. Dalam masa damai dengan Kaum Padri, keresidenan dibagi ke tiga dan berkembang menjadi empat afdeeling (setingkat kabupaten).

Pengaturan daerah administratif berubah banyak seusai Belanda menguasai Benteng Bonjol dan meredam Kaum Padri pada 1837.

Pada tahun itu juga, status pemerintahan administratif pemerintahan Sumatra's Westkust ditingkatkan dari residentie (keresidenan) menjadi gouvernement yang dipimpin gubernur. Di bawah gubernur ada dua residen yang masing-masing membawahi afdeeling yang dipimpin Controleur.

Pada 13 April 1841, tulis Gusti, keluarlah Besluit nomor 1 yang menegaskan reorganisasi pemerintahan lagi. Pemerintahan Sumatra's Westkust pada saat ini dibagi ke dalam sembilan afdeeling.

Sembilan afdeeling tersebut yakni, Padang en Ommenlanden, Padangsche Zuider-districten, Pariaman, Tanah Datar, Agam, Limapuluh Kota, Air Bangis, Rao serta Afdeeling Mandailing dan Agkola.

Dari sembilan tersebut, dua afdeeling pertama yang bila dibandingkan dengan wilaya sekarang adalah Padang dan Pesisir Selatan langsung berada di bawah gubernur. Sementara, Afdeeling Pariaman, Tanah Datar, Agam dan Limapuluh Kota berada di bawah Residentie Padangsche Bovenlanden. Sementara, tiga daerah utara yang terakhir berada di bawah Residentie Air Bangis.

Bila Gouvernement Sumatra's Westkust dipimpin gubernur dan dua residentie dipimpin residen, maka Afdeeling dipimpin oleh Controleur. Controleur yang memimpin Afdeeling disebut Controleur tingkat 3 atau tingkat 4, tergantung wilayahnya.

Afdeeling nanti terbagi lagi menjadi Onderafdeeling. Pemimpinnya juga disebut Controleur. Bedanya, Onderafdeeling dipimpin oleh Controleur tingkat 1 atau tingkat 2.

"Perbedaan ranking Controleur yang memimpin Afdeeling atau onderafdeeling didasarkan beberapa faktor. Faktor tersebut adalah seberapa strategis daerah tersebut dari sisi sosial, politik dan ekonomi," tulis Gusti.

Penyandang jabatan Controleur inilah yang menjadi ujung tombak Pemerintah Hindia Belanda dalam mengurus dan menghadapi masyarakat jajahan. "Pejabat-pejabat pada level inilah yang paling banyak berurusan dengan masyarakat bumiputera," tulis Gusti.

Afdeeling Limapuluh Kota yang dipimpin seorang Controleur, wilayahnya terdiri dari Limapuluh Kota, Halaban, Lintau, Buo, Koto Tujuah dan XIII Koto.

Sebelum menjadi afdeeling pada tanggal 13 April 1841, yang diperingati sebagai hari ulang tahun kabupaten oleh Pemeritah Kabupaten Limapuluh Kota saat ini, Limapuluh Kota baru berbentuk Onderafdeeling.

Pada 1837, Onderafdeeling ini disebut Payakumbuh dengan wilayah Limapuluh Kota dan Halaban. Sementara, Buo dan Koto Tujuah masuk Onderafdeeling Buo. Dua onderafdeeling ini masuk ke dalam Afdeeling Padangsche Bevenlanden.

Dengan demikian, Afdeeling Limapuluh Kota yang ditetapkan pada 1841, wilayahnya adalah gabungan dua onderafdeeling pada 1837. Sementara Padangsche Bevenlanden yang sebelumnya adalah Afdeeling, pada 1841 ini menjadi residentie. Pada 1842, Onderafdeeling di bawah Afdeeling disebut distrik.

Limapuluh Kota setelah itu selalu ada dalam setiap perubahan wilayah administratif Pemerintah Hindia yang kemudian berubah lagi beberapa kali. Pada reorganisasi pada 1905 dan 1913, wilayah Limapuluh Kota meluas ke timur dengan masuknya Kampar dan Bangkinang ke dalam wilayahnya.

Pada reorganisasi 1913 inilah nama Solok menjadi salah satu Afdeeling. Kali ini, pemimpin Afdeeling tidak lagi disebut Controleur, tetapi Asisten Residen.

Selain Solok, tujuh afdeeling lain yang ditetapkan dalam reorganisasi pada 1913 ini adalah Padang, Painan, Batipuh dan Pariaman, Agam, Lubuk Sikaping, Limapuluh Kota serta Tanah Datar.

Sebagaimana dipaparkan Gusti, Solok terbagi ke dalam tiga onderafdeeling. Pertama, Onderafdeeling Solok yang langsung dirangkap pimpinannya oleh Asisten Residen Solok. Kedua, Onderafdeeling Alahan Panjang yang terdiri atas Distrik Alahan Panjang dan Supayang yang dipimpin seorang Controleur. Berikutnya Onderafdeeling Muara Labuh yang terdiri atas Distrik Muara Labuh dan XII Koto.

Sebelum 1913, yakni pada 1905, Solok merupakan Onderafdeeling dan sekaligus ibu kota dari Afdeeling XII dan IX Koto. Tanggal ketika Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Solok menjadi afdeeling tersebut, kini diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Solok oleh pemerintah dan DPRD setempat.

Setelah 1913 tersebut reorganisasi terjadi lagi pada 1929 dan 1935. Pada 1929, Sawahlunto digabungkan dengan Afdeeling Solok dan dijadikan ibu kota. Pada 1935, ditambah lagi wilayahnya dengan Sijunjung.

"Reorganisasi 1935 adalah reorganisasi pemerintahan daerah (Hindia Belanda) yang terakhir di Sumatra Barat," tulis Gusti Asnan.

Sebelumnya, saat diwawancarai, Gusti mengatakan, reorganisasi pemerintahan Hindia Belanda dilakukan berulang kali mengikuti kepentingan keamanan, politik dan ekonomi Belanda.

Saat mereka berkepentingan dalam Perang Padri, maka pembagian administratif wilayah didasarkan pada kepentingan untuk memerangi Padri. Setelah Padri, maka yang jadi konsentrasi Belanda adalah ekonomi. (HM)

Baca Juga

Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Tanjung Barulak Menolak Pajak
Tanjung Barulak Menolak Pajak
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Deddy Arsya Dosen Sejarah UIN Bukittinggi
Hasrat Bersekolah dan Ruang Kelas