Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda, baik itu sumber daya alamnya maupun potensi yang lain. Di samping itu pula kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya selalu berubah.
Hal inilah yang membuat transportasi sangat penting bagi kita karena belum tentu semua kebutuhan itu terdapat dalam satu daerah saja, faktor inilah yang mempengaruhi manusia dan barang untuk pindah dari satu tempat ketempat yang lain.
Dalam kerangka makro-ekonomi, sarana transportasi terutama jalan-jembatan merupakan tulang punggung perekonomian baik regional maupun lokal, di perkotaan maupun di pedesaan.
Kita ketahui bersama sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan dimana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan jalan.
Sarana transportasi memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah lain.
Distribusi barang, manusia, dan lain-lain akan menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana untuk mengintegrasikan berbagai wilayah.
Pembangunan Jalan Tol Padang - Pekanbaru yang merupakan salah satu Feeder dari Jaringan Terintegrasi Tol Sumatera akan meningkatkan pertumbuhan industrialisasi di berbagai sektor.
Meningkatnya pertumbuhan industrialisasi karena lancarnya arus orang dan barang tentu akan meningkatkan transaksi ekonomi yang berujung kepada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera Barat.
Dalam hal ekonomi, keberadaan jalan Tol Padang – Pekanbaru ini akan meningkatkan pula beberapa hal berikut:
Pertama, di masa pembangunan, kalau kita pakai ilustrasi buletin Khazanah Nasional (2006) pada saat pembangunan Jalan Tol Cipularang, sepanjang 58 km, yang menelan biaya sekitar Rp1,6 triliun dan 100 persen dikerjakan oleh tenaga lokal.
Proyek pembangunan ini melibatkan lebih kurang 50 ribu tenaga kerja. Selain menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga meningkatkan nilai konsumsi melalui penggunaan sekitar 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton, 1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.
Kita dapat bayangkan, pembangunan jalan Tol Padang - Pekanbaru dengan skala lebih besar, dalam masa pembangunannya saja sudah memberi gambaran dampak ekonomi yang sangat besar.
Kedua, setelah pembangunan selesai, arus barang lebih lancar maka bahan baku (pertanian, perkebunan, hasil industri dan tambang) dan lain-lain yang diangkut dari lokasi ekploitasinya meningkat.
Demikian juga hasil produksi yang diangkut ke konsumen meningkat dan ini tentu akan meningkatkan transaksi ekonomi.
Ketiga, perluasan wilayah produksi sumber bahan baku dan wilayah pemasaran hasil produksi karena akses lebih mudah dan murah juga akan akan meningkatkan transaksi ekonomi.
Keempat, sarana transportasi yang lancar akan meningkatkan mobilitas orang dan barang tentu meningkatkan berbagai sektor seperti pariwisata, perdagangan, pertanian, pertambangan, jasa dan sektor lainnya.
Kelima, Teluk Bayur yang berada di Pantai Barat Sumatera dan langsung berhadapan dengan India, Jazirah Arab dan Afrika yang saat ini sedang berkembang ekonominya dan membutuhkan bahan pertanian, perkebunan dan pertambangan dari Indonesia akan berkembang menjadi pelabuhan besar.
Hal ini karena hasil bumi (pertanian, perkebunan, pertambangan dan industri lainnya) yang berada di wilayah timur Sumatera, akan lebih mudah diekspor melalui pelabuhan Teluk Bayur yang berada di pantai barat, dari pada pelabuhan yang ada di bagian timur karena harus melewati Selat Malaka atau Selat Sunda terlebih dahulu.
Keenam, meningkatnya arus barang tentunya akan meningkatkan secara signifikan volume ekspor yang berujung penambahan devisa negara serta khususnya meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Sumatra Barat.
Poin-poin di atas akan membuat daya saing Sumatra Barat meningkat. Investasi di Sumatera Barat akan semakin menarik dan tentunya membuka lapangan kerja bagi masyarakat Sumbar.
Dapat kita bayangkan jika Tol Padang – Pekanbaru yang merupakan jaringan tol terintegrasi dengan Jaringan Tol Sumatera ini semakin lama terhalang pengerjaannya, maka Sumatra Barat seperti berada di sebuah pulau terpencil tanpa akses ke jalur transportasi utama, yang tentunya mengakibatkan kita akan tertinggal jauh dari
provinsi-provinsi lain di seluruh Sumatra.
Jika kita melihat keberadaan jalan tol pada bangsa lain, jalan (tol) memang menjadi salah satu kunci keberhasilan Eropa dan China memacu ekonominya sekaligus memeratakan pembangunan dan memajukan daerah-daerah terpencilnya.
Jalan tol membuat Eropa dan China bisa mengeksploitasi kemampuan ekonomi daerah sehingga menopang negeri itu menjadi raksasa ekonomi dunia.
Malaysia yang wilayahnya lebih sempit dari Indonesia saja mempunyai rasio panjang jalan tol 3.008 km per satu juta penduduk. Sementara Indonesia hanya 126 km per satu juta penduduk.
Angka ini semakin jauh jika dibandingkan dengan rasio jalan tol di Jepang yang 9.422 km per satu juta penduduk. Wilayah Indonesia mencapai 1,9 juta km persegi dengan penduduk 260 juta orang, padahal wilayah Malaysia hanya 329,8 ribu km persegi dengan penduduk 28,3 juta jiwa.
Kemungkinan akses jalan inilah yang membuat kesenjangan antar daerah di Indonesia lebih lebar dari pada Malaysia.
Untuk itu, di samping pembangunan Jalan Tol Padang - Pekanbaru, ide atau gagasan dari Bupati Dharmasraya yang sudah ditindaklanjuti oleh Gubernur Sumbar dalam bentuk MoU antara Provinsi Sumbar dan Provinsi Riau untuk mendorong pemerintah pusat membangun Jalan Tol Rengat-Dharmasraya juga merupakan suatu hal yang sangat baik. Tentunya ide ini dilanjutkan sampai ke Solok Selatan, Pesisir Selatan dan Padang.
Hal ini tentunya akan semakin memudahkan akses jalan menuju Pelabuhan Teluk Bayur dari arah timur dan sekaligus membuka potensi ekonomi baru pada kawasan timur Sumatra Barat tersebut (Dharmasraya, Kabupaten Solok dan Solok Selatan bahkan Pesisir Selatan).
Pembangunan jalan tol di kawasan ini kemungkinan lebih mudah dilaksanakan karena sebahagian besar hanya akan melewati lahan perkebunan atau HGU milik perusahaan yang akan jauh lebih mudah pembebasannya seperti pembebasan jalan tol Pekanbaru-Dumai yang juga melewati HGU, dari pada melakukan pembebasan lahan pada orang per orang masyarakat yang saat ini dilakukan pada jalan Tol Padang-Pekanbaru.
Kemudahan akses transportasi ke Teluk Bayur ini harus segera disikapi oleh Pelindo sebagai pengelola Pelabuhan Teluk Bayur.
Jika saat ini saja waktu tunggu bongkar muat kapal bahkan mencapai 4 hari dengan ukuran kapal yang bisa sandar masih ukuran menengah, Pelindo harus segera melakukan perluasan pelabuhan untuk menampung semua aktivitas ekspor-impor yang akan semakin tinggi aktivitasnya jika akses jalan menuju pelabuhan ini semakin terbuka, baik dari arah utaranya maupun dari arah timur.
Namun agak berbeda di Amerika Serikat, pembangunan jalan bebas hambatan antar negara bagian (Interstate Highways) bukanlah menjadi kunci utama perkembangan sektor perkotaan di Amerika Serikat.
Jauh sebelum moda transportasi jalan raya berkembang, sistem perkeretaapian menjadi kunci perkembangan sektor perkotaan di Amerika Serikat.
Oleh sebab itu, di samping akses jalan tol, kita juga harus mendorong percepatan re-aktivasi Kereta Api Sumatra Barat. Jika dua sarana transportasi ini terwujud (Jalan Tol dan Kereta Api), insya Allah Sumatra Barat akan menjadi propinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik di masa depan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FE-UI) tentang Dampak Pembangunan Infrastruktur Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi, menunjukkan hasil yang menarik.
Hasil studi ini menyatakan bahwa kenaikan stok jalan sebesar 1 persen akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8 persen.
Dampak positif lainnya adalah, dengan adanya jalan tol maka lokasi-lokasi dekat pintu keluar-masuk jalan tol akan berkembang cepat sebagai kawasan perumahan, bisnis, industri, perdagangan, jasa keuangan, perbankan dan sebagainya.
Banyak bukti yang menunjukkan jalan tol turut memajukan ekonomi daerah dan mempersibuk kegiatan bisnis, terbukanya lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi rakyat bahkan transaksi sosial.
Seperti yang terjadi di Bandung pasca beroperasinya jalan tol Cipularang. Sebelum jalan tol ini beroperasi, di mana perjalanan tercepat dari Jakarta ke Bandung memerlukan waktu 4 jam, Bandung belumlah semetropolis sekarang.
Tetapi sekarang kota ini menjadi lebih sibuk, lebih banyak gedung menjulang, dan dikerumuni sentra-sentra bisnis seperti halnya Jakarta.
Situasi yang sama juga terlihat di Madura, setelah jembatan tol Suramadu beroperasi. Ini membuktikan bahwa akses tol mampu mendongkrak ekonomi dengan baik.
Di samping sisi positifnya, dampak negatif yang menjadi sumber perdebatan dalam pembangunan jalan tol adalah penggunaan lahan yang kemungkinan berdampak pada tata ruang dan lahan pertanian.
Kemudian pembangunan jalan tol juga akan membuka kawasan pemukiman dan industri baru yang secara langsung juga akan mengurangi luas lahan pertanian.
Di samping kekhwatiran lain akan berkurangnya aktivitas ekonomi pada ruas jalan eksisting saat ini karena berpindahnya aktivitas transportasi pada jalan Tol.
Kita berharap semua dampak tersebut tentu sudah ada antisipasinya di dalam dokumen Amdal pembangunan jalan tol tersebut.
Pembangunan jalan tol Padang – Pekanbaru ini akan kita integrasikan dengan rencana jalan arteri baik jalan propinsi maupun jalan kabupaten/kota. Dengan terintegrasinya jalan tol dan jalan arteri ini maka harga tanah pun menjadi tinggi dan masyarakat mempunyai lebih banyak peluang ekonomi dan usaha di lingkungannya.
Pembangunan jalan tol Padang – Pekanbaru ini ataupun Rencana Pembangunan Jalan Tol Rengat – Dharmasraya –Solok Selatan – Padang kita harapkan juga bisa disinergikan dengan seluruh sistem agribisnis di sepanjang jalan tersebut.
Dengan demikian pembangunan jalan tol justru akan mengangkat potensi sektor pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan serta potensi lainnya di nagari dan pedesaan sepanjang jalan baru tersebut.
Rest area yang disiapkan oleh jalan tol ini yang juga berfungsi sebagai sarana perdagangan dan harus diutamakan untuk masyarakat yang terkena dampak langsung dari pembangunan jalan tol ini, sehingga dampak negatif dari pembangunan ini dapat kita tekan seminimal mungkin.
Kelambatan pembebasan lahan yang dialami saat ini lebih disebabkan kesimpangsiuran informasi yang diterima oleh masyarakat yang menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemerintah.
Untuk mengatasi permasalahan pembebasan tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat akan mengoptimalkan komunikasi dengan masyarakat yang terkena dampak serta semua pemangku kepentingan.
Hal ini untuk menjelaskan dengan terang benderang bagaimana manfaat yang akan diperoleh jika pembangunan jalan tol ini dapat dilaksanakan secara cepat.
Medi Iswandi: Kepala Bappeda Sumatra Barat