Gempa Pelan Pengantar Tsunami, Catatan Bencana Mentawai 2010

Gempa Pelan Pengantar Tsunami, Catatan Bencana Mentawai 2010

Dusun Purorougat, Pagai Selatan, salah satu yang habis disapu tsunami Mentawai pada 25 Oktober 2010. (Foto: Hendra)

Langgam.id - Gempa terasa berayun pelan. Gerakannya berbeda dengan gempa setahun sebelumnya pada 30 September 2009 yang mengguncang seluruh wilayah Sumatra Barat. Gempa pada 25 Oktober 2010 tersebut terasa bergoyang horizontal. Namun agak lama, lebih dari satu menit.

Meski merasakannya, gempa yang tepat terjadi sembilan tahun lalu dari hari ini, Jumat (25/10/2019) itu, tak mencemaskan warga di pesisir barat Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beberapa warga setempat setelah kejadian bercerita, mereka umumnya tetap melanjutkan aktivitas setelah gempa berlalu.

Hari belum terlalu malam. Pukul 21.42 WIB, saat gempa terjadi, umumnya warga masih duduk di depan televisi, sambil melepas penat setelah seharian bekerja.

Warga setempat sudah pernah merasakan getaran beberapa gempa yang jauh lebih besar, sebelum itu. Tak ada kejadian apa-apa setelah gempa. Sehingga, mayoritas warga merasa tak punya alasan untuk cemas, tsunami akan terjadi.

Lain yang terasa, berbeda dampak sebenarnya. Alat pengukur gempa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat kekuatan gempa mencapai magnitudo 7,7. Goyangan tersebut telah mengganggu kerak bumi di dasar Samudera Hindia.

Herdiana Mutmainah dkk dalam Jurnal Kelautan Volume 9, No. 2, Oktober 2016 menulis, gempa tersebut mengakibatka terjadinya penurunan tanah di dasar laut.

"Adanya proses land subsidence menyebabkan gangguan vertikal pada kolom air di atasnya. Gangguan inilah yang kemudian mengawali terjadinya tsunami,"

Gelombang air laut tersebut kemudian menghantam pesisir barat Pulau Pagai Utara dan Selatan sejak 3 meter hingga lebih 5 meter. Ombak besar bergulung menuju pantai dari laut yang kelam. Bencana yang kemudian memangsa korban.

Mengutip pakar gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Danny Hilman Natawidjaja, para peneliti itu menulis, gelombang tsunami tertinggi terjadi di Pulau Sibigiu, sebelah selatan Pagai Utara yang mencapai ketinggian hingga 17 meter.

Tsunami itu sampai di pantai berkisar antara 9-18 menit. Hingga dusun-dusun pesisir barat di dua pulau tersebut pun hancur diterjang gelombang.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, di beberapa lokasi tsunami menyapu daratan hingga 1 kilometer dari bibir pantai. Akibatnya, lebih 500 orang meninggal dunia, puluhan orang luka dan lebih 11 ribu jiwa mengungsi di Kecamatan Sipora Selatan, Pagai Selatan, Pagai Utara dan Sikakap.

Sebanyak 1.289 unit rumah rusak berat hingga ringan. Sarana jalan, kantor pemerintahan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan perdagangan rusak hingga hancur. Dalam catatan BNPB, bencana itu menimbulkan kerugian hingga Rp345 miliar.

Para ahli menyebut, jenis gempa berayun ini sebagai slow earthquake (gempa pelan). Gempa yang bergetar lambat, namun lama hingga lebih 1 menit. Lebih tenang, namun berdampak besar menimbulkan tsunami.

"Pengalaman gempa beberapa kali yang kita alami, perlu menjadi pelajaran bagi kita di Sumatra Barat," kata ahli geologi Ade Edward, kepada langgam.id, saat dihubungi Jumat (25/10/2019).

Dari dua kejadian gempa di Sumbar saja, menurut Ade, terlihat dua tipe gempa. "Gempa 2009 yang merusak banyak bangunan dan menimbulkan longsor tersebut, tipikal gempa cepat. Gempa jenis ini, kalau hanya beberapa detik, tidak akan merusak. Kalau lebih 30 detik, pengalaman memperlihatkan gempa tipe ini merusak banyak bangunan," kata Ade.

Sementara, gempa 2010 yang berayun pelan, meski lebih dari 1 menit tidak merusak bangunan. "Gempa yang senyap, tanpa banyak menimbulkan bunyi."

Karena lama tersebut, menurutnya, tipe gempa di zona megathrust itu melepaskan energi yang besar. "Gempa jenis ini yang menimbulkan tsunami," kata Pengawas Pusat Kendali Operasi (Pusdalops) BPBD Sumbar tersebut.

Menurut Ade, bangunan di Mentawai saja yang lebih dekat dengan pusat gempa tidak rusak karena gempa itu. "Warga yang tidur malah tak merasakannya. Namun, ternyata, gempa ini membangkitkan tsunami," tuturnya.

Hal lain yang terlihat, menurutnya, karena dekatnya pusat gempa, tsunami bahkan sampai belum 10 menit di beberapa dusun Mentawai yang saat itu terkena tsunamu. "Ini yang membuat sistem peringatan dini kalah cepat dari tsunami."

Menurutnya, masyarakat Sumbar mesti belajar dari pengalaman tersebut. "Pengalaman akan membuat masyarakat lebih cerdas dalam menyikapi bencana."

Kecerdasan dan kearifan masyarakat melihat bencana, menurutnya, jauh lebih efektif dibanding sistem peringatan dini. "Sirine dan berbagai alat dalam sistem peringatan dini tersebut bisa rusak atau hilang. Namun, kecerdasan menyikapi bencana akan jauh lebih efektif. Kearifan masyarakat Simelue pada smong, misalnya adalah bukti bahwa hal tersebut efektif," ujar Ade.

Sosialisasi dan gerakan pencerdasan ini, menurutnya, perlu terus ditingkatkan pemerintah. Hal ini, agar warga semakin paham dan dapat meningkatkan mitigasi bencana. (HM)

Baca Juga

Gempa M 4,4 di Batusangkar Akibat Aktivitas Sesar Sumatra Segmen Sumani
Gempa M 4,4 di Batusangkar Akibat Aktivitas Sesar Sumatra Segmen Sumani
Gempa M 4,4 Dirasakan hingga Padang, Berpusat di Batusangkar
Gempa M 4,4 Dirasakan hingga Padang, Berpusat di Batusangkar
Sebanyak 765 kali kejadian gempa bumi terjadi di wilayah Sumatra Barat (Sumbar) dan sekitarnya selama tahun 2023. Dikutip dari akun Instagram
765 Gempa Guncang Sumbar di 2023, 32 Kali Dirasakan Warga
Sepanjang Oktober 2023 terdapat 52 kali kejadian gempa bumi di wilayah Sumatra Barat (Sumbar) dan sekitarnya. Frekuensi gempa bumi terbesar terjadi pada 13 Oktober
Sepanjang Oktober 2023, Sumbar Diguncang 52 Kali Gempa
Sebanyak 15 kali gempa bumi terjadi di wilayah Sumatra Barat selama periode 20-26 Oktober 2023. Dari 15 kali tersebut terdapat 1 kali gempa bumi yang dirasakan.
Periode 20-26 Oktober 2023: 15 Gempa Terjadi di Sumbar
Sebanyak 65 kali kejadian gempa bumi terjadi di Sumatra Barat (Sumbar) sepanjang Agustus 2023. Terdapat dua gempa
Sepanjang Agustus 2023, Sumbar Diguncang 65 Kali Gempa Bumi