Langgam.id - Menyongsong hari lahir Pancasila 1 Juni 2023, Furqan AMC, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membekali pemahaman akan Pancasila kepada ratusan tim kerja Nyoman Nuarta, sang perancang istana negara IKN (Ibu Kota Nusantara) di galeri seni Nu Art, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/5/2023).
"Saya diundang khusus oleh Pak Nyoman Nuarta untuk memaparkan makna otentik dari Pancasila kepada seluruh tim kerjanya yang terlibat dalam produksi istana negara IKN," ungkap Furqan AMC.
"Sebagai orang yang sebelumnya juga membangun patung ikonik Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali dan sekarang membangun istana negara IKN dengan ikon Garuda, Pak Nyoman ingin seluruh timnya paham betul makna Pancasila. Sebuah komitmen dan sikap yang harus ditiru oleh berbagai pihak" tambah Furqan.
Dalam pemaparannya, Furqan menjelaskan cara terbaik untuk memahami Pancasila adalah dengan mengenal nilai-nilainya yang disusun oleh para pendiri bangsa sedemikian rupa pada Lambang Negara Garuda Pancasila.
"Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila, atau yang lebih dikenal Garuda Pancasila, adalah rujukan paling representatif dan otoritatif untuk kita memahami Pancasila," tegas Furqan AMC, yang juga merupakan Sekjen Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia ini.
Berikut selengkapnya paparan Furqan bagaimana memahami Pancasila dari Lambang Negara:
Ada tiga komponen utama yang terdapat pada Lambang Negara Garuda Pancasila.
Pertama, figur burung Garuda. Hampir semua kita sudah hafal, 17 helai sayap Garuda, 8 helai ekor Garuda, 19 helai bulu bagian bawah Garuda dan 45 helai bulu bagian leher Garuda adalah perlambang hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Kedua, tulisan Bhineka Tunggal Ika pada selembar pita putih yang ada dalam genggaman kaki burung garuda adalah semboyan yang mengajarkan kepada kita bahwa walau kita beraneka ragam, pada hakekatnya Bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan. Sebuah filosofi luar biasa tentang persatuan dan toleransi dalam perbedaan yang diwariskan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya Sutasoma 7 abad silam. Keragaman dalam persatuan, dan persatuan dalam keragaman.
Ketiga, yang sering abai dipelajari dan dipahami oleh mayoritas rakyat Indonesia adalah perisai di dada Garuda yang di dalamnya terdapat simbologi sila-sila Pancasila, yang tersusun dalam konfigurasi yang harmoni dan dinamis. Tanpa perisai tersebut Garuda hanyalah Garuda. Dengan adanya perisai tersebut maka ia menjadi Garuda Pancasila. Pada perisai tersebut tersusun 5 sila dari pancasila.
Sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Umumnya orang melihat bintang sebagai simbol sila pertama, namun Muhammad Natsir yang mengusulkan lambang sila pertama ini, menyebutnya dengan nur cahaya. Sebuah penggambaran yang lebih akan spritualitas, cahaya ilahi. Cahaya Tuhan ada di mana-mana, meliputi segala sesuatu.
Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Mayoritas masyarakat kita tak menyadarai bahwa lambang rantai pada sila kedua ini adalah rantai petak lingkar. Diusulkan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Diadopsi dari kalung rantai yang biasa dipakai oleh Suku Dayak yang menggambarkan regenerasi. Petak melambangkan laki-laki dan lingkar melambangkan perempuan. Jadi dalam konstitusi kita, perempuan dan laki-laki kedudukannya sudah sederajat.
Di banyak bangsa lainnya, kesetaraan gender mungkin baru jadi wacana, tapi pada bangsa Indonesia ia sudah mewujud sebagai nilai dari dasar negara. Karena itu sejak dari pemilu pertama di Indonesia, perempuan sudah punya hak suara. Kontras dengan Amerika Serikat, di mana perempuan baru punya hak suara 70 tahun setelah pemilu pertama mereka selenggarakan.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”. Umumnya orang menyebut pohon beringin sebagai simbol sila ketiga. Namun yang mengusulkannya Raden Mas Ngabehi Purbatjaraka lebih spesifik menyebutnya pohon Astana. Pohon Astana biasanya ditanam di depan keraton kerajaan di masa lalu, tempat di mana raja dan rakyat berkumpul membicarakan persoalan kehidupan bersama. Maknanya sangat mendalam. Kekuasaan harus menyatu dengan rakyat. Penguasa tidak boleh berjarak dengan rakyat. Penguasa harus hadir di tengah-tengah rakyat, harus mengayomi rakyat.
Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dilambangkan dengan kepala Banteng. Diusulkan oleh Muhammad Yamin. Simbol kepala Banteng melambangkan tenaga rakyat yang ulet dan tekun. Tenaga rakyat tersebut harus disusun dengan cara musyawarah dengan metode perwakilan. Demokrasi pancasila bukan sekedar one man one vote. Bukan sekedar menang-menangan, bukan sekedar adu banyak. Tidak saling menegasikan. Tapi Demokrasi yang mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan. Yang mayoritas melindungi yang minoritas, yang banyak harus merangkul yang sedikit.
Sejak ribuan tahun lalu, masyarakat di Nusantara hidup dalam harmoni dan kebersamaan. Sriwijaya dan Majapahit, dua kerajaan besar di Nusantara tidak dibangun dengan penaklukan (invasi), melainkan hadir sebagai pengayom dalam peradaban bahari bagi ratusan kerajaan lainnya yang ada di Nusantara.
Sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Ki Hajar Dewantara mengusulkan agar sila kelima ini dilambangkan dengan padi dan kapas. Sebagai lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Tujuan bernegara haruslah bermuara pada kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Setiap warga negara harus dipenuhi haknya oleh negara, tidak boleh ada satupun golongan/pihak yang terabaikan.
Kelima sila dasar negara kita tersebut disusun dengan harmoni pada perisai yang tergantung pada dada Garuda.
Terdapat dua perisai, yaitu perisai luar yang berwarna merah putih merah putih, di mana tersusun sila dua, tiga, empat dan lima, diikat oleh perisai dalam yang berwarna hitam di mana terdapat sila pertama.
Perisai inilah yang akan menjadi pandu bagi kita bagaimana membaca dan memahami Pancasila.
Perisai luar yang berwarna merah putih merah putih menandakan urutan dan arah membaca sila-sila Pancasila. Sila kedua dengan latar warna merah, sila ketiga dengan latar warna putih, sila keempat dengan latar warna merah, dan sila kelima dengan latar warna putih menunjukkan kepada kita bahwa Pancasila harus dibaca melingkar ke kiri berlawanan arah jarum jam.
Pancasila tidak tersusun hirarkis dan linier tapi dinamis melingkar ke kiri di mana di tengahnya terdapat sila pertama dengan latar hitam pada perisai dalam. Di balik gerak melingkar tersebut terkandung makna yang egaliter, dinamis dan dialektik, jauh dari struktur hirarkis, linier dan positivistik. Karena itu tak ada tempat bagi otoritarianime dalam masyarakat nusantara.
Adapun putaran melingkar ke kiri melawan arah jarum jam melambangkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme, sekaligus menyadarkan kita akan asal-usul.
Gerak melingkar ini dalam istilah nusantara dikenal sebagai “Gilir balik”, sebuah konsep yang diadopsi dari suku Dayak Melayu. Dalam astronomi kita ketahui semua bintang, planet dan satelit berotasi melingkar pada orbitnya. Dalam peradaban Islam dikenal dengan istilah “Thawaf”.
Dalam susunan lambang negara garuda pancasila, para pendiri Bangsa mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan berbangsa bernegara dalam taman raya internasional, serta dalam kehidupan berdemokrasi mewujudkan keadilan ekonomi, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, semuanya tidak terlepas dari spiritualitas, simpul yang di tengah perisai yang mengikat semua sila, yaitu Ketuhanan yang maha esa. Semua sila tidak boleh terpisah dari sila Ketuhanan. Sila ketuhanan mengikat semua sila. Sila Ketuhanan adalah nafas dari semua sila, jiwa dari semua sila.
Begitu indahnya, tak ada dikotomi antara kebangsaan dan spiritualitas, semua menyatu dalam harmoni. Kehidupan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi menyatu harmoni dengan spiritualitas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa itupun tidak boleh berhenti hanya semata nilai, tapi harus mewujud dalam tingkah laku, dalam akhlak, dalam budaya.
Hablummninallah dan hablumminannas harus satu paket, Hubungan dengan Tuhan dan Hubungan dengan sesama manusia tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Berketuhanan haruslah berkebudayaan. Apa artinya bertuhan kalau hanya saling mencaci, saling menafikkan, saling menegasikan. Apa artinya bertuhan kalau tidak saling mencintai sesama. Apa artinya bertuhan kalau kita tidak saling menyayangi, saling menghargai dan saling mengayomi. Apa artinya bertuhan kalau perilakunya intoleran dan korupsi.
Sekali lagi, “Berketuhanan haruslah Berkebudyaan”, tercermin dalam praktek gotong royong dalam semangat solidaritas.
Terakhir, di tengah-tengah perisai terdapat garis horizontal hitam yang melambangkan Indonesia adalah bangsa yang berada pada orbit khatulistiwa. Dengan kesadaran bahari dan pengetahuan astronomi, masyarakat nusantara mengarungi samudra sejak ribuan tahun lalu. Nusantara adalah masyarakat maritim terbesar di dunia. (*)