Era Digital, Arah Baru Peradaban

Era Digital, Arah Baru Peradaban

Ilustrasi. (Foto: jmexclusives/pixabay.com)

Oleh: Nabila Abizar

Kemajuan teknologi digital saat ini telah menuntun manusia masuk ke tahap baru yang sangat mengubah jalannya peradaban. Perubahan ini tidak hanya sebatas perkembangan alat atau sistem teknis, melainkan juga memengaruhi cara hidup masyarakat dari sisi sosial, ekonomi, budaya, politik, hingga pola pikir. Di balik peluang besar yang ditawarkan, era digital juga menghadirkan tantangan, mulai dari kesenjangan akses, rendahnya literasi digital, persoalan etika dalam penggunaan teknologi, sampai isu keamanan data. Tulisan ini mencoba membahas bagaimana era digital memberi arah baru bagi peradaban, ditinjau dari sisi sejarah, konsep, dampak, serta hambatan yang muncul, sekaligus memberikan gagasan agar masyarakat mampu beradaptasi dan memanfaatkan perkembangan ini dengan tepat.

Sejak munculnya internet, komputer, dan kemudian teknologi-teknologi lanjutan seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, hingga konsep-konsep seperti Society 5.0, kehidupan manusia tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Era digital telah mengubah cara kita bekerja, belajar, berinteraksi, dan berpikir.

Sebagaimana dikutip dari artikel M. Amir Shadiq dalam madrasahdigital.co, Alvin Toffler dalam konsep "era informasi" menyebutkan bahwa dunia telah masuk ke era dimana siapa pun yang menguasi teknologi dan informasi akan memiliki keunggulan strategis. Dalam konteks Indonesia, upaya transformasi digital melalui pembangunan infrastruktur, digitalisasi pemerintah (SPBE), serta kebijakan Satu Data menunjukkan tekad agar Indonesia tidak tertinggal dalam arus digital global.

Konsep Peradaban dan Transformasi Digital

Peradaban secara umum merajuk pada sistem nilai, teknologi, institusi, dan kompetensi manusia dalam mengatur kehidupannya. Era digital memperkenalkan kemajuan peradaban berbasis informasi di mana data dan jaringan menjadi tulang punggung struktur sosial dan budaya.

Alwi Alatas dalam "Civilization and the Digital Era" pada Jurnal Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Qurthuba menulis, makna peradaban dalam konteks digital, dan bagaimana aspek norma, adat, dan pengetahuan harus berinteraksi dengan teknologi kontemporer.

Konsep Society 5.0 (yang digagas di Jepang) juga mengedepankan pemerataan teknologi dalam kehidupan sehari-hari agar manusia tidak tertinggal. Transformasi digital bukan hanya soal efisiensi, melainkan integrasi manusia-teknologi secara harmonis.

Karakteristik utama era digital terlihat dari: pertama, interkonektivitas global dengan pemangkasan ruang dan waktu dipangkas, arus informasi tanpa batas antar negara. Kedua, sentralitas data (data menjadi sumber daya strategis; kemampuan mengelola dan menganalisis data menjadi kunci). Ketiga, automasi dan artifial intelligence (banyak fungsi pekerjaan dan keputusan yang mulai digerakkan oleh algoritma dan mesin). Keempat, platformisasi & ekosistem digital (model bisnis berbasis platform mendominasi, misalnya layanan daring, marketplace). Kelima, personalisasi dan adaptivitas (layanan makin disesuaikan dengan preferensi individu secara real time).

Era Digital jelas berpengaruh terhadap aspek-aspek peradaban. Pada aspek sosial dan budaya, media digital mempercepat interaksi budaya lokal dan global. Komunitas seni lokal menggunakan YouTube atau Facebook untuk memperluas jangkauan budaya mereka. Era digital juga menggeser paradigma literasi - lebih banyak konsumsi konten digital dibanding buku cetak, dan indikator "membaca" kini meliputi klik, share, diskusi daring. Bahkan, akses literatur keagamaan melalui media digital WhatsApp, Instagram, website) mempengaruhi cara umat beragama belajar dan memahami teks - membawa tantangan tradisional terhadap peran ulama konvensional.

Pada aspek ekonomi, digitalisasi memberikan peluang bagi UMKM untuk mengakses pasar yang lebih luas lewat platform daring. Selain itu, model platform (sharing economy, e-commerce, fintech) mengubah cara nilai diciptakan dan didistribusikan. Beberapa pekerjaan berpotensi tergantikan oleh mesin, sementara muncul pekerjaan baru berbasis teknologi.

Sedangkan, pada aspek pemerintah dan politik, pemerintah Indonesia mendorong sistem pemerintahan berbasis elektronik untuk meningkatan efisiensi dan transparansi. Kebijakan data, keamanan siber, regulasi media digital menjadi tantangan utama agar transformasi tetap aman dan adil. Selain itu, media sosial dan platform digital memungkinkan mobilisasi sosial dan politik lebih cepat, sekaligus membawa risiko disinformasi dan manipulasi algoritmik.

Selanjutnya, untuk aspek pendidikan dan pengetahuan, transformasi pembelajaran lewat platform daring, microcredential, pembelajaran hybrid. Penyebaran ilmu pengetahuan: jurnal, artikel, dataset terbuka tersebar secara lebih luas, memungkinkan kolaborasi internasional.

Era digital memang membuka membuka peluang besar, namun juga memunculkan sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah masih adanya kesenjangan digital, di mana tidak semua masyarakat memiliki akses yang merata terhadapat infrastruktur, perangkat, maupun jaringan internet. Hal ini dapat memperlebar jurang ketidaksetaraan antara kelompok yang melek teknologi dan yang belum tersentuh. Selain itu, rendahnya literasi digital juga menjadi masalah serius, karena tanpa kemampuan memilah informasi dan memahami cara kerja teknologi, masyarakat mudah terjebak pada hoaks, penipuan daring maupun konten negatif. Tantangan lain yang tak kalah penting adalah persoalan keamanan data dan etika penggunaan teknologi, seperti penyalahgunaan informasi pribadi, bias algoritma, hingga kekhawatiran akan hilangnya lapangan kerja akibat otomatisasi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan strategi yang menyeluruh dan terarah. Pemerataan pembangunan infrastruktur digital menjadi langkah utama agar semua lapisan masyarakat bisa menikmati manfaat teknologi. Di sisi lain, pengingkatan literasi digital perlu digalakkan melalui pendidikan formal, pelatihan, maupun kampanye publik sehingga masyarakat mampu menggunakan teknologi dengan aman dan bijak. Regulasi yang jelas dan adaptif juga harus dibangun, terutama terkait perlindungan data pribadi, keamanan siber, dan penggunaan kecerdasan buatan. Selain itu, kolaborasi anatara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sipil penting dilakukan agar tercipta ekosistem digital yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan strategi yang tepat, era digital bukan hanya menjadi sumber masalah, tetapi juga bisa menjadi arah baru peradaban yang lebih adil, inovatif, dan manusiawi.

Era digital merupakan fase evolusi peradaban di mana informasi, data, teknologi, dan interaksi digital menjadi poros utama. Ia membawa potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, akses, kreativitas, dan pemerataan sekaligus menimbulkan tantangan serius seperti kesenjangan, etika, keamanan, dan literasi. Jika dikelola dengan bijak melalui strategi terarah, maka era digital bisa menjadi arah baru peradaban yang lebih manusiawi, inklusif, adil, dan berkelanjutan. (*)

Muhammad Agil Al Faras-Mahasiswa Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas)

Tag:

Baca Juga

Penyuluh Agama, Menyapa Umat Lewat Dakwah Digital
Penyuluh Agama, Menyapa Umat Lewat Dakwah Digital
Tantangan Pengasuhan Anak di Era Digital: UNP Gelar Lokakarya Digital dan Mindful Parenting
Tantangan Pengasuhan Anak di Era Digital: UNP Gelar Lokakarya Digital dan Mindful Parenting
Ruang Komunitas Digital Desa (RKDD) Nagari Lunang Selatan mengadakan pelatihan desain grafis dan affiliate marketing pada Sabtu (3/8/2024).
Nagari Lunang Selatan Genjot Skill Digital Warga dengan Pelatihan Desain Grafis dan Affiliate Marketing
Wajah Gelap Homo Digitalis
Wajah Gelap Homo Digitalis
Berita Mentawai - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Jaringan Fiber Otik bawah laut di Kepualuan Mentawai mulai dikembangkan.
Nagari Pagadih dan Sitanang di Agam Segera Terdigitalisasi
Pelaku UMKM Sumbar Harus Kuasai Teknologi untuk Tembus Pasar Global
Pelaku UMKM Sumbar Harus Kuasai Teknologi untuk Tembus Pasar Global