Langgam.id - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan mendukung langkah yang diambil pemerintah guna mengantisipasi masuknya Varian B.1.1.5.2.9 atau Omicron ke Indonesia.
Langkah pemerintah tersebut diambil berdasarkan masukan dari para epidemiolog yang tersebar di berbagai perguruan tinggi.
“Kami setuju karena sudah didiskusikan dengan kami, kami sudah berdiskusi dengan pemerintah, tindakan terbaik yang kita bisa lakukan saat ini,” ujar Iwan dalam keterangan pers yang disampaikan secara virtual, Minggu (28/11/2021) malam, sebagaimana dicuplik dari Setkab.go.id.
Untuk mencegah masuknya Varian Omicron pemerintah melakukan pelarangan masuk bagi Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan selama 14 hari terakhir ke sebelas negara yang telah mengonfirmasi adanya transmisi komunitas Varian Omicron serta negara/wilayah yang secara geografis berdekatan dengan negara transmisi komunitas kasus varian tersebut secara signifikan. Sebelas negara tersebut adalah Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Mozambique, Malawi, Zambia, Zimbabwe, Angola, Namibia, dan Hong Kong.
“Jadi kita ambil tindakan supaya varian ini tidak masuk dan menyebar,” imbuhnya.
Kewaspadaan sangat diperlukan dalam menghadapi varian baru ini. Iwan menyampaikan, informasi tentang varian baru ini masih berkembang dan akan dievaluasi dalam dua minggu ke depan.
“Dalam dua minggu ke depan nanti kita lihat perkembangannya seperti apa, kita bahas lagi yang terbaik tindakan pencegahan untuk Indonesia seperti apa,” ujarnya.
Negara yang termasuk ke dalam daftar pelarangan, imbuh Iwan, perlu menyesuaikan dengan transmisi komunitas yang ada di setiap negara.
“Yang perlu kita perhatikan adalah negara-negara yang sudah terjadi transmisi komunitas Varian Omicron-nya. Tapi itu kita perlu amati dan itu kita perlu segera ubah daftar negara-negara itu sesuai dengan perkembangan penyebaran Omicron ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki jaringan laboratorium yang mampu mendeteksi varian baru COVID-19 secara cepat.
“Dunia dan Indonesia sekarang sudah jauh lebih cepat dan lebih canggih mengidentifikasi varian-varian baru. Varian baru inilah yang menyebabkan lonjakan. Jadi setiap ada Alfa, Beta, Delta, setiap ada varian baru selalu terjadi lonjakan,” ujarnya.
Menkes menjelaskan Varian Omicron diidentifikasi pertama oleh GISAID (Global Initiative on Sharing All Influenza Data) pada tanggal 9 November 2021. Setelah itu, pada tanggal 24 November 2021 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status Varian under Investigation (VuI) dan pada tanggal 26 November 2021 ditingkatkan menjadi Varian of Concern (VoC). Indonesia kemudian menindaklanjuti status Varian Omicron tersebut pada tanggal 28 November.
“Kenapa ini menjadi varian of concern (VoC) cepat? Karena dia mutasinya sangat banyak dan mutasi-mutasi yang berbahaya dari varian-varian sebelumnya ada di sini. Mutasinya ada sekitar 50,” ujarnya
Hingga saat ini, Varian Omicron belum terdeteksi di Indonesia. Untuk mencegah masuknya varian ini, pemerintah mengambil kebijakan berbasiskan data terutama mengenai negara yang telah memiliki kasus konfirmasi positif dengan Varian Omicron maupun negara yang diduga terdapat konfirmasi kasus.
“Kebijakan yang kita bikin berbasis data. Jadi data dari yang sudah konfirmasi dan yang diduga ada konfirmasinya, dan kita juga melihat faktor risikonya siapa saja yang banyak penerbangannya datang di Indonesia,” ujarnya.
Menutup keterangannya, Menkes menegaskan bahwa pemerintah akan memperketat semua jalur masuk negara baik dari darat, laut, maupun udara.
“Kita akan pastikan semua kantor karantina pelabuhan udara, laut, dan darat bekerja dengan keras. Kebijakan kita semua kedatangan internasional nanti akan kita tes PCR. Kalau positif harus akan di genome sequence sehingga kita tahu apakah ada varian baru atau tidak,” pungkasnya.