Langgam.id — Upaya Eliminasi Tuberkulosis terus diperkuat hingga tingkat nagari. Di Nagari Guguak, Kecamatan 2×11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, tantangan utama yang dihadapi kader TB bukan hanya soal teknis pendampingan, tetapi juga kecemasan dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Kondisi ini dinilai berpengaruh terhadap keberhasilan Eliminasi Tuberkulosis, terutama dalam memastikan pasien mau menjalani pemeriksaan dan pengobatan secara tuntas.
Persoalan tersebut menjadi fokus kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang digelar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas (FISIP Unand). Melalui pelatihan komunikasi efektif, para kader diharapkan memiliki bekal lebih kuat dalam mendukung target Eliminasi Tuberkulosis di tingkat komunitas, khususnya di Nagari Guguak.
Pelatihan komunikasi efektif bagi kader Eliminasi Tuberkulosis ini berlangsung pada Rabu (24/12/2025) di Gedung PAUD Tunas Insani, Nagari Guguak. Sebanyak 16 kader TB mengikuti kegiatan yang dirancang dengan pendekatan partisipatif dan berbasis pengalaman lapangan. Sejak sesi awal, peserta diajak mengungkapkan hambatan komunikasi yang kerap mereka alami saat mendampingi pasien TB.
Beberapa kader menceritakan pengalaman menghadapi penolakan pasien, kesulitan meyakinkan keluarga untuk skrining TB, hingga kebingungan saat pasien menghentikan konsumsi obat akibat efek samping.
“Saya sering bingung harus bicara apa. Takut salah, takut ditolak,” ujar salah satu peserta dalam sesi diskusi.
Tim dosen Departemen Sosiologi FISIP Unand yang dipimpin Dr. Jendrius, M.Si, bersama Dr. Azwar, M.Si, Dr. Zeni Eka Putri, Dra. Mira Elfina, M.Si, Faiz Badridduja, S.Si, M.A, dan Daffa Zulfen Runako, S.Sos, menyusun materi pelatihan dengan penekanan pada pendekatan praktis. Kegiatan ini juga menghadirkan Dr. Mulyanti Syas, M.Si, dosen Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol, sebagai narasumber.
Materi pelatihan mencakup pengenalan hambatan komunikasi, perbedaan penggunaan bahasa positif dan negatif, serta teknik mendengar aktif dalam pendampingan pasien TB. Metode andragogi diterapkan agar kader dapat mengaitkan materi dengan pengalaman mereka di lapangan. Dalam sesi simulasi dan role play, peserta memerankan situasi nyata, mulai dari berhadapan dengan pasien hingga berdialog dengan anggota keluarga.
Latihan mendengar aktif menjadi salah satu sesi yang mendapat perhatian khusus. Peserta diminta mendengarkan pasangan bicara tanpa menyela, lalu menyampaikan kembali inti pesan yang diterima. Latihan ini menegaskan bahwa komunikasi efektif merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan, yang menjadi kunci keberhasilan Eliminasi Tuberkulosis.
Meski berlangsung singkat, pelatihan ini dirasakan memberi dampak langsung. Kader mengaku lebih tenang dan percaya diri saat berinteraksi dengan pasien TB.
“Awalnya saya takut bicara. Tapi setelah latihan, saya jadi lebih percaya diri,” kata seorang kader.
Ketua tim pelaksana, Dr. Jendrius, M.Si, berharap keterampilan yang diperoleh dapat memperkuat peran kader dalam mendukung Eliminasi Tuberkulosis di Nagari Guguak dan sekitarnya. (*)






