Oleh : Habibur Rahman
Jorong Anak Air Kasing terletak di Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat. Wilayah ini berada di daerah perbukitan dan dikelilingi oleh pegunungan, menjadikannya daerah dengan topografi yang beragam. Ketinggian wilayah ini bervariasi, dengan beberapa bagian berada di dataran tinggi dan lainnya di lembah.
Di samping itu, iklim di Jorong Anak Air Kasing memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Musim hujan biasanya berlangsung dari bulan Oktober hingga Maret, sementara musim kemarau relatif lebih pendek, dari April hingga September. Suhu rata-rata berkisar antara 22°C hingga 32°C.
Patut diketahui juga bahwa, Jorong Anak Air Kasing memiliki beberapa sungai kecil yang mengalir melalui wilayahnya, memberikan sumber air yang melimpah bagi penduduk setempat. Sungai-sungai ini juga berkontribusi pada kesuburan tanah, yang sangat baik untuk kegiatan pertanian.
Jorong Anak Air Kasing masih memiliki hutan yang cukup lebat, dengan berbagai jenis flora seperti pohon karet, sawit, dan berbagai tanaman hutan lainnya, meskipun begitu, daerah Anak Air Kasing di dominasi oleh sawit. Fauna di daerah ini juga cukup beragam, termasuk burung, mamalia kecil, dan serangga. Keanekaragaman hayati ini memberikan potensi untuk pengembangan ekowisata lebih lanjut.
Sedangkan penduduk Jorong Anak Air Kasing sebagian besar bermukim di daerah-daerah yang relatif datar dan dekat dengan sumber air. Rumah-rumah di Anak Air Kasing selaras dengan arsitektur yang khas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat.
Adapun, terkait akses ke Jorong Anak Air Kasing cukup terbatas dan masih memerlukan perbaikan infrastruktur. Jalan-jalan utama yang menghubungkan daerah ini dengan pusat kabupaten masih dalam kondisi yang perlu ditingkatkan untuk memperlancar mobilitas penduduk dan distribusi hasil pertanian, terbukti dengan akses mobil ingin memasuki Jorong Anak Air Kasing yang baru satu jalur, yaitu dengan memasuki PT AMP Plantation.
Perihal kegiatan perekonomian warga sekitar, sebagian besar bergantung pada pertanian, perkebunan, dan peternakan. Beberapa penduduk juga terlibat dalam kerajinan tangan dan industri rumah tangga lainnya. Pasar lokal menjadi tempat utama bagi penduduk untuk menjual hasil pertanian dan kerajinan mereka.
Di samping itu, daerah yang dipimpin oleh Jonaidi Efendy ini juga dikenal dengan keberagaman suku, agama, ras dan budaya penduduknya.
Hal ini dilatarbelakangi sebagian penduduk merupakan pendatang dari luar daerah yang bekerja di PT AMP Plantation, sebuah PT besar yang bergerak dalam perkebunan sawit yang juga dikenal dengan kepemilikan dari Wilmar Group, yang membuatnya dihuni dari berbagai kalangan.
Berbicara mengenai potensi wisata daerah Anak Air Kasing, terdapat sebuah rumah pohon ikonik yang dibangun oleh Wilmar Group. Rumah pohon yang menjadi thumbnail pada tulisan kali ini, berada di tengah ribuan hektare perkebunan sawit dari Wilmar Group.
Rumah pohon ini dibangun oleh Wilmar Group di tahun 1955, pada pohon berjenis Alstona Pacuma Tophora dengan diameter lebih dari 5 meter dan kapasitas maksimal 850 kg, yang bisa menampung hingga 15 orang, yang pembuatan mulanya diperuntukkan sebagai tempat pemantauan bagi perkebunan sawit guna mendeteksi jikalau adanya potensi kebakaran.
Untuk mencapai rumah pohon, pengunjung harus menaiki 89 anak tangga. Heri menyebutkan bahwa pohon tersebut sudah ada sebelum Wilmar membuka lahan di sana. Dari tiga pohon asli, hanya satu yang tersisa karena dua lainnya tumbang tersambar petir, dan kini tinggi pohon tersebut tercatat hampir 20 meter.
Dalam hal pemeliharaan pun, perusahaan secara rutin melakukan perawatan rumah pohon, mengganti kayu yang mulai rapuh. Awalnya dibangun untuk memantau perkebunan, rumah pohon ini sekarang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal, terutama keluarga dan pasangan muda. Keberadaan rumah pohon ini telah menjadi salah satu tujuan wisata yang dipromosikan oleh Pemkab Agam.
Penulis: Habibur Rahman (Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi. Aktif menulis sejarah ketokohan ulama-ulama Tarekat di Sumatra Barat serta dinamika dan problematika Surau Tradisional Minangkabau)