Langgam.id - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar) masih menunggu surat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait polemik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Bank Nagari.
Ketua DPRD Sumbar, Supardi mengatakan tidak akan terjadi polemik Bank Nagari jika semua pihak membaca kepada aturan yang jelas. Perdebatan tidak akan terjadi jika semua pihak tidak membawa kepentingan pribadi.
Kemudian ada juga permasalahan yang mengatakan bahwa Bank Nagari apakah termasuk BUMD. Sebab kepemilikan saham terbesar Bank Nagari hanya 32 persen yang dipegang oleh Pemprov. Sementara kepemilikan saham menurut PP Nomor 54 Tahun 2017, harus 51 persen. "Jadi itu yang dipermasalahkan," katanya kepada langgam.id, Senin (2/3/2020).
Baca juga: Rapat Paripurna Kedua Interpelasi Gubernur Sumbar Dijadwalkan
Dia mengatakan Bank Nagari didirikan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2006. Perda itu dasar hukumannya dari Permendagri Nomor 3 Tahun 1998 yang menyatakan BUMD adalah perseoraan terbatas dan perusahan daerah.
Sementara untuk memenuhi saham 51 persen telah ada Perda pernyataan modal. Kalau seandainya Bank Nagari bukan BUMD tentu pernyataan modal akan dipertanyakan "Pernyataan modal itu hanya boleh dilakukan ke perusahaan milik daerah," katanya.
Selain itu syarat 51 persen juga telah dijelaskan dalam Permendagri 118 Tahun 2018, bahwa dijelaskan apabila belum mencukupi 51 persen, maka pemerintah daerah berkewajiban mencukupinya selama lima tahun.
Artinya hal itu bisa dicapai minimal pada tahun 2023 untuk mencukupi 51 persen tadi sejak Permendagri dibuat pada tahun 2018. Saat ini masih ada waktu sekitar3 tahun untuk mencukupinya. "Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Bank Nagari itu bukan BUMD," katanya.
Dia mengatakan, sangat lucu bila Bank Nagari tidak dianggap sebagai BUMD. Sementara, di sisi lain pemerintah provinsi menghantarkan draft perda konversi syariah ke DPRD utk dibahas.
Ia juga memastikan ranperda yg telah diantarkan ke DPRD, akan dibahas. Tetapi tentu menunggu dulu kepastian status Bank Nagari dari Kemendagri. Sebab kalau Bank Nagari bukan BUMD maka acuan pembahasannya tidak ada.
"Sebab tidak ada satupun regulasi di OJK yg menyebutkan konversi dalam bentuk apapun harus pakai Perda, kecuali regulasi yang dibuat oleh Kemenndagri dalam konteks BUMD," katanya.
DPRD menurutnya berharap polemik ini tidak diperpanjang lagi. Sebab, DPRD dan gubernur sudah sama-sama berkirim surat ke Kemendagri meminta kepastian hukum tentang status Bank Nagari.
"Kita tunggu keputusan pusat, kalau pusat memutuskan ini BUMD, maka seluruh keputusan RUPS yang bertentangan dengan undang-undang dan peraturan di bawahnya, batal demi hukum," katanya.
Baca juga : Polemik Ketua DPRD Sumbar dan Gubernur Soal Seleksi Direksi Bank Nagari Memanas
Begitu juga sebaliknya. Kalau pemerintah pusat memutuskan bukan BUMD, maka pihaknya menaati. "Silahkan proses yang berlangsung dilanjutkan. Tetapi tentunya tentang pernyataan modal selama ini yang dianggarkan memakai perda akan dipertanyakan publik," katanya. (Rahmadi/SS)