Langgam.id – Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat saling adu argumen dalam debat publik perdana Pilgub Sumbar 2024 yang digelar pada Rabu (13/11/2024) malam. Selain membahas visi dan gagasan mereka untuk pembangunan daerah, debat tersebut juga diwarnai oleh saling serang mengenai rekam jejak masing-masing pasangan calon.
Pasangan nomor urut 01, Mahyeldi dan Vasko, serta pasangan nomor urut 02, Epyardi Asda dan Ekos Albar, terlibat dalam debat yang dihadiri oleh panelis dan disaksikan oleh publik. Dalam debat yang berlangsung selama beberapa sesi itu, masing-masing pasangan berusaha menunjukkan program-program unggulan mereka untuk lima tahun mendatang. Namun, saling kritik terhadap kebijakan dan kinerja pemerintah daerah juga menjadi sorotan dalam jalannya debat.
Tak hanya para calon yang aktif dalam debat tersebut, publik Sumatera Barat juga turut memberikan tanggapan beragam. Sebagian besar menilai debat ini lebih fokus pada sisi hiburan, seperti retorika dan serangan pribadi antar kandidat. Namun, tak sedikit juga yang lebih kritis, melihat debat ini sebagai ajang untuk menilai strategi dan visi masing-masing pasangan calon terkait dengan masa depan Sumatera Barat.
Pakar: Debat Lebih Mengutamakan Emosi daripada Logika
Pakar komunikasi politik dari Universitas Andalas, Thaufan Arifuddin, menyampaikan pendapatnya terkait jalannya debat tersebut. Menurutnya, debat politik seharusnya lebih banyak membahas ide, visi, dan program berbasis data untuk pembangunan. Namun, dalam debat yang digelar kemarin malam, Thaufan menilai bahwa banyak argumen yang lebih mengutamakan emosi ketimbang logika yang berbasis pada kebijakan konkret.
“Debat politik itu seharusnya mendiskusikan ide-ide, kebijakan-kebijakan, dan program-program yang berbasis pada data dan fakta. Kritik-kritik yang disampaikan juga harusnya mengarah pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada, bukan pada serangan pribadi antar pasangan calon,” ujar Thaufan saat diwawancarai oleh Langgam.id pada Kamis (14/11/2024).
Thaufan menambahkan bahwa debat semalam seharusnya menjadi ruang untuk mendiskusikan kebijakan jangka panjang yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun, ia menilai bahwa banyak waktu dalam debat yang dihabiskan untuk saling serang soal rekam jejak pribadi masing-masing pasangan. Hal ini mengurangi substansi debat yang lebih penting, yaitu pembahasan program-program yang jelas dan berbasis data.
“Dari segi logika, porsi yang ditampilkan sangat rendah. Sebaliknya, emosi dan serangan pribadi mendominasi 70% dari jalannya debat, sementara porsi logikanya hanya 30%,” jelas Thaufan.
Kritik dan Gimik yang Mendominasi Debat
Sesi debat yang berlangsung pada Rabu malam itu terbagi dalam empat bagian utama: dua sesi pendalaman visi misi, dua sesi tanya jawab, dan satu sesi penutupan. Meskipun ada beberapa pembahasan yang terkait dengan isu penting seperti stunting, agraria, dan kebijakan pendidikan, Thaufan menilai bahwa porsi pembahasan substansi lebih banyak digantikan oleh serangan personal yang tidak memberikan solusi konkret.
"Debat seharusnya menjadi ajang untuk mendiskusikan kebijakan yang lebih berbobot. Namun, banyak kritik dan pertanyaan yang justru lebih banyak berbentuk gimik atau serangan pribadi antar kandidat," ujar Thaufan. Ia menyebutkan bahwa meskipun isu-isu besar seperti stunting dan pengelolaan konflik agraria di Pasaman sempat dibahas, tetapi penjelasan yang disampaikan para calon masih terasa kurang terperinci dan lebih banyak berfokus pada saling menyalahkan.
Menurut Thaufan, meskipun serangan pribadi dalam debat politik kadang-kadang tak terhindarkan, itu seharusnya tidak menjadi inti dari debat yang seharusnya lebih elegan dan berbasis pada data serta program-program yang jelas. Ia menekankan pentingnya mengurangi debat yang bersifat populis, yang lebih sering menjatuhkan lawan dengan cara yang kurang elegan.
Kritik Terhadap Pendekatan Populisme dalam Debat
Thaufan juga mengingatkan bahwa debat semalam menunjukkan adanya kecenderungan populisme yang semakin berkembang di dunia politik Indonesia, termasuk di Sumatera Barat. Ia mencatat bahwa meskipun gaya debat Epyardi Asda cenderung keras dan menyerang kebijakan Mahyeldi, hal tersebut juga merupakan bagian dari strategi populis yang sering kali digunakan untuk menarik simpati publik.
Sementara itu, pasangan Mahyeldi-Vasko berusaha untuk tetap tenang dan mengedepankan sisi kekuatan mereka dalam menjelaskan program dan kebijakan. "Dalam hal ini, kita melihat dua pendekatan yang berbeda: Epyardi mencoba bermain keras dengan populisme, sementara Mahyeldi dan Vasko berusaha tampil sebagai pemimpin yang lebih tenang dan berwibawa," kata Thaufan.
Namun, Thaufan mengingatkan bahwa politik bukan hanya soal serangan pribadi atau pendekatan populis. "Politik harus berbicara tentang sistem, struktur kekuasaan, dan solusi untuk permasalahan yang ada. Bukan hanya soal menyerang individu atau kebijakan yang pernah diambil," ujar Thaufan, mengingatkan bahwa pemilu dan debat politik seharusnya menjadi ajang untuk membicarakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.
Pandangan Masyarakat Sumatera Barat terhadap Debat Pilgub
Publik Sumatera Barat memiliki beragam reaksi terhadap jalannya debat tersebut. Sejumlah masyarakat menilai debat kali ini lebih menarik sebagai hiburan, diwarnai dengan kata-kata keras dan serangan terhadap lawan politik. Namun, beberapa pihak menganggap bahwa debat tersebut belum sepenuhnya mencerminkan diskusi yang berbobot mengenai visi dan misi pembangunan jangka panjang.
Thaufan menambahkan, masyarakat Sumatera Barat seharusnya tidak hanya menilai debat dari sisi hiburan atau retorika semata. "Masyarakat harus lebih kritis dalam menyikapi debat ini. Lihatlah konsistensi antara apa yang diucapkan dalam debat dengan kenyataan yang ada di lapangan," jelasnya.
Ia menyarankan agar masyarakat memanfaatkan data yang ada, seperti data BPS terkait stunting, untuk mengevaluasi klaim yang disampaikan oleh masing-masing pasangan calon. "Perbandingan data stunting di tiap wilayah, misalnya, perlu diperhatikan. Masyarakat harus bisa menilai seberapa besar komitmen masing-masing calon untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting seperti ini," tambahnya.
Evaluasi dan Saran untuk Debat Kedua
Thaufan juga memberikan saran terkait evaluasi yang perlu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai debat berikutnya. Menurutnya, penting bagi KPU untuk mendorong kandidat untuk berdebat dengan lebih elegan, menekankan diskusi kebijakan berbasis data, dan mengurangi serangan pribadi yang tidak memberikan kontribusi pada substansi debat.
"Debat ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk melihat kualitas calon pemimpin mereka, bukan hanya melihat bagaimana calon-calon ini menyerang satu sama lain. Oleh karena itu, debat kedepan seharusnya lebih mendorong diskusi yang berbasis pada program dan data, serta mengurangi serangan-serangan pribadi yang hanya menghabiskan waktu," ujar Thaufan.
Debat Pilgub Sumbar 2024 yang pertama ini telah membuka ruang bagi masyarakat untuk melihat calon-calon mereka lebih dekat. Namun, masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam hal substansi dan cara penyampaian visi dan misi kandidat. Masyarakat diharapkan untuk lebih kritis dalam menilai pernyataan calon, sambil mengutamakan data dan fakta yang ada, serta tidak terjebak dalam populisme atau hiburan semata.
Thaufan pun berharap agar debat politik di Sumatera Barat bisa menjadi contoh yang baik bagi daerah lain di Indonesia. "Sumatera Barat sudah menunjukkan kualitas debat yang lebih baik dibandingkan daerah lain, tapi kita harus terus meningkatkan kualitasnya, dengan lebih mengutamakan kebijakan dan program yang jelas untuk masa depan Sumatera Barat," tutup Thaufan. (DH/Fs)