Daya Tarik Makanan Berwarna-Warni: Indah Dipandang, Bahaya Tak Terduga

Daya Tarik Makanan Berwarna-Warni: Indah Dipandang, Bahaya Tak Terduga

Ilustrasi Produk Pangan Berwarna-warni. Foto: https://www.istockphoto.com/

Pangan berwarna-warni selalu menarik perhatian konsumen, terutama anak-anak. Di rak supermarket, kita sering melihat makanan dengan warna-warna cerah dan mencolok, seperti permen, minuman kemasan, hingga sereal yang mengundang rasa penasaran. Warna dalam makanan tidak hanya berfungsi sebagai daya tarik visual, tetapi juga memainkan peran penting dalam memengaruhi persepsi rasa dan kualitas. Namun, di balik tampilan menarik tersebut, muncul pertanyaan penting: Apakah pangan berwarna-warni ini aman untuk dikonsumsi?

Warna dan Daya Tarik Visual

Secara psikologis, warna dalam makanan memiliki kekuatan untuk memengaruhi selera dan keputusan konsumen. Studi menunjukkan bahwa warna merah dan kuning, misalnya, mampu merangsang nafsu makan dan membuat makanan terlihat lebih menggugah. Produsen pangan memanfaatkan fakta ini untuk meningkatkan daya tarik produk mereka, terutama yang dipasarkan kepada segmen anak-anak. Warna yang cerah sering kali diasosiasikan dengan rasa manis atau kelezatan, sehingga konsumen, tanpa sadar, cenderung memilih produk yang lebih berwarna dibandingkan dengan produk yang tampak 'kurang menarik'.

Sumber Warna: Alami atau Buatan?

Penting untuk memahami bahwa warna dalam makanan berasal dari dua sumber utama: pewarna alami dan pewarna buatan. Pewarna alami biasanya diekstrak dari tumbuhan, hewan, atau mineral, seperti beta-karoten dari wortel, klorofil dari daun hijau, dan kurkumin dari kunyit. Di sisi lain, pewarna buatan diproduksi secara sintetis di laboratorium dan biasanya lebih murah serta lebih tahan lama dibandingkan pewarna alami. Pewarna buatan inilah yang sering menjadi sorotan dalam diskusi kesehatan, karena beberapa penelitian mengaitkan penggunaannya dengan potensi risiko bagi kesehatan.

Dampak Kesehatan: Fakta atau Hanya Mitos?

Meski banyak produk berwarna menggunakan pewarna yang telah disetujui oleh badan pengawas pangan, seperti FDA atau BPOM, kekhawatiran tentang efek jangka panjang pewarna buatan tidak bisa diabaikan begitu saja. Beberapa pewarna buatan diketahui dapat memicu reaksi alergi pada individu tertentu, seperti tartrazine (pewarna kuning). Selain itu, ada penelitian yang menunjukkan kemungkinan hubungan antara konsumsi pewarna buatan dengan gangguan perilaku pada anak, seperti hiperaktivitas, meski bukti ilmiah ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Di Eropa, regulasi terhadap penggunaan pewarna buatan bahkan lebih ketat. Beberapa jenis pewarna buatan yang masih diizinkan di negara lain, telah dilarang atau dibatasi penggunaannya di sana. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kita seharusnya lebih waspada terhadap kandungan pewarna buatan dalam makanan kita sehari-hari?

Menuju Konsumsi yang Lebih Bijak

Konsumen saat ini semakin sadar akan pentingnya memilih pangan yang sehat. Sementara pewarna alami mungkin tampak sebagai solusi yang lebih aman, ada tantangan lain terkait biaya produksi dan daya tahan yang lebih rendah dibandingkan pewarna sintetis. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk membaca label dengan teliti dan mengurangi konsumsi makanan olahan yang menggunakan pewarna buatan.

Pada akhirnya, meski daya tarik visual dari pangan berwarna-warni sulit dihindari, kita harus bijak dalam memilih apa yang kita konsumsi. Makanan seharusnya tidak hanya indah dipandang, tetapi juga sehat untuk tubuh kita. Dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang asal-usul dan dampak pewarna makanan, kita dapat membuat keputusan yang lebih baik untuk kesehatan jangka panjang.

Pangan berwarna-warni memang menawarkan daya tarik yang kuat, tetapi risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkannya tidak boleh diabaikan. Dalam keseimbangan antara estetika dan keamanan, konsumen perlu mengutamakan kesehatan dan kualitas bahan pangan di atas sekadar daya tarik visual.

Oleh : Wellyalina, S.TP., M.P.

Dosen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Andalas

Tag:

Baca Juga

UIN Imam Bonjol Padang menjalin kerja sama dengan Hartford International University (HIU) for Religion and Peace, Amerika Serikat
Buka Peluang Kolaborasi Global, UIN IB Padang Jalin MoU dengan Hartford University
Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir meninjau kawasan Pujasera Pantai Padang pada Sabtu (22/2/2025). Ia mengungkapkan bahwa kondisi
Kurang Terawat, Pemko Bakal Perbaiki Pujasera Pantai Padang
Hasil autopsi jasad CNS, siswi MTsN Tanah Datar yang ditemukan meninggal di dalam karung beberapa waktu lalu, akan keluar pada .
Hasil Autopsi Jasad Siswi dalam Karung di Tanah Datar Keluar 25 Februari
Kemenpar mengumumkan 110 Karisma Event Nusantara (KEN) 2025. Sebanyak sembilan KEN 2025 tersebut berasal dari Sumatra Barat (Sumbar).
9 Agenda Pariwisata di Sumbar Masuk Karisma Event Nusantara 2025
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade mendapatkan banyak dukungan untuk menjadi Ketua Umum DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM)
Ketua DPW IKM se-Indonesia Deklarasikan Andre Rosiade Jadi Calon Tunggal Ketum DPP IKM
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat 13 gempa bumi terjadi di Sumatra Barat (Sumbar) dalam sepekan terakhir.
13 Gempa Bumi Terjadi di Sumbar Sepekan Terakhir