Data Desa Presisi dan Potensi Budaya Politik Alternatif Sumbar

Nagari merupakan unit pemerintahan setingkat desa di Sumatera Barat. Namun, sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari bahwa salah satu perbedaan yang paling mencolok dalam kepemimpinan di suatu nagari adalah keterlibatan unsur-unsur pimpinan nagari berupa Wali Nagari, Kerapatan Adat Nagari (KAN) maupun Limbago Adat.

Sosok wali nagari diposisikan sebagai pemimpin dalam urusan-urusan administratif, kemasyarakatan, ekonomi dan hubungan antar-nagari. Sementara itu, urusan adat, agama, kekerabatan hingga sistem pewarisan harta pusaka diatur dalam suatu dewan perwakilan adat yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Limbago Adat.

Selain itu, masyarakat Sumatera Barat juga mengenal istilah adat salingka nagari berdasarkan pepatah yang sudah turun temurun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut.

lain lubuk lain ikan
lain padang, lain belalang
lain nagari, lain adatnya

Pepatah tersebut menjelaskan bahwa kehidupan sosial politik nagari-nagari di Sumatera
Barat memiliki aturan-aturan adat yang mengatur kehidupan masyarakat secara spesifik
dan memiliki perbedaan di setiap nagarinya. Hal inilah yang menempatkan tokoh-tokoh
pemangku adat nagari dalam wadah KAN maupun limbago adat menjadi penting dalam
menjaga tradisi dan aturan adat di masing-masing nagari meski penetapan kebijakan secara
administratif menjadi tanggung jawab wali nagari.

Budaya politik dalam cakupan nagari, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya memilki
kebiasaan untuk mengadopsi nilai-nilai dari pepatah minang. Adapun posisi dari pimpinan di
suatu nagari dikiaskan dengan pepatah yang berbunyi didahulukan salangkah, ditinggikan
sarantiang, ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito.

Pepatah tersebut memiliki makna bahwa posisi pimpinan dalam kehidupan masyarakat minang adalah didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Lebih lanjut pepatah tersebut juga menjelaskan posisi
kepemimpinan yang egaliter dan memiliki jarak yang sangat dekat dengan masyarakat
sehingga keluh kesah, pertanyaan dan aspirasi masyarakat dapat diserap dan tersampaikan
di musyawarah-musyawarah.

Meskipun pimpinan nagari yang akan memutuskan kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan nagari secara formal. Namun di sisi lain juga terdapat tradisi penghormatan dalam memposisikan penguasa lokal atau penghulu yang diistilahkan secara adat sebagai bajanjang naiak, batanggo turun. Artinya sistem kekuasaan dijalankan secara teratur, hirarkis dan berjenjang di setiap tingkatan masyarakat.

Politik Nagari sebagai Politik Alternatif

Dalam karya William Liddle (1972) dijelaskan bahwa dewasa ini, budaya politik kontemporer di Indonesia lebih banyak menyerap konsep-konsep politik dan kekuasan dari barat. Oleh sebab itu, keberadaan tatanan sosial politik nagari-nagari di Sumatera Barat menjadi
menarik untuk terus dijaga dan dikembangkan sebagai alternatif pemahaman budaya politik
di Indonesia.

Terbukti, gagasan-gagasan tentang kemerdekaan, egalitarianisme dan budaya politik majemuk ditulis dari tokoh-tokoh terbaik yang dilahirkan dan dibesarkan oleh tradisi minang. Sebutlah karya “Menuju Republik Indonesia ” yang disusun oleh Tan Malaka, “Demokrasi Kita” oleh Hatta, dan lahirnya buku “Perjuangan Kita” oleh Sutan Sjahrir pada akhirnya dapat betul-betul dijiwai dan mendorong kemerdekaan Indonesia di masa-masa perjuangan menuju kemerdekaan.

Keterlibatan berbagai pihak baik dari perangkat pemerintahan formal, lembaga adat hingga
berbagai elemen masyarakat dalam pengambilan kebijakan merupakan tradisi yang sudah
mengakar. Bahkan, obrolan ringan, diskusi serius hingga musyawarah tentang hal-hal terkait
sosial-politik juga sangat lekat dengan kehidupan masyarakat minang.

Hal ini dimanifestasikan dalam tradisi mangaji ka surau, bagurau ka lapau. Tradisi tersebut
menjelaskan bahwa sejak masa lampau, surau tidak hanya merupakan aula tempat ibadah
dan belajar mengaji. Namun lebih dari itu, surau seringkali dijadikan tempat bermusyawarah
yang membahas keputusan-keputusan penting bagi nagari.

Sementara itu, Lapau sebagai tempat yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat umumnya juga memiliki ruang tempat berkumpulnya masyarakat untuk menikmati jajanan ringan, teh maupun kopi dengan tanpa memandang status dan peranan sosial sehingga lapau seringkali menjadi tempat perdebatan terkait isu-isu penting bagi nagari dan masyarakatnya.

Dengan tradisi tersebut, aktivitas diskusi dan musyawarah dalam masyarakat minang sangat
penting. Hal ini juga sejalan dengan pepatah bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakaik, nan bulek samo kito golongkan, nan picak samo kito layangkan. Pepatah yang artinya bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat, yang bulat sama kita golongkan, yang penyek sama kita layangkan. Berangkat dari pepatah tersebut, kebiaasan bermusyawarah untuk mendapatkan keputusan menjadi penting sehingga baik gurauan, perdebatan dan musyawarah merupakan wujud partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan sosial-politik.

Belakangan ini, kondisi penyelenggaraan demokrasi di Indonesia sedang memburuk.
Laporan investigasi Tempo yang juga berdasarkan penelitian dari The Economist (2021)
menjelaskan bahwa penyelenggaraan demokrasi di Indonesia belakangan ini berada pada
titik terendah dalam 14 tahun. Selain itu, Indikator Politik Indonesia (2021) juga menjelaskan
bahwa tingkat kepercayaan generasi muda pada partai politik hanya berada di angka 32,67
persen.

Meski demikian, penyelenggaraan demokrasi pada cakupan nagari di Sumatera
Barat terus bertahan sebagaimana mestinya. Dengan tetap eksisnya budaya diskusi,
gurauan, perdebatan ataupun musyawarah di berbagai tempat baik lapau, surau, hingga
forum forum resmi yang diwadahi oleh Limbago adat dan KAN setidaknya dapat menjadi
contoh dalam membangun budaya demokrasi yang aktif dan partisipatif.

Indeks Demokrasi Indonesia di Sumatera Barat : Sebuah Paradoks

Perhitungan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) mencakup 3 aspek, yaitu aspek kebebasan sipil, aspek lembaga demokrasi serta aspek hak-hak politik. Merujuk pada hasil perhitungan IDI di tahun 2019, terdapat hal yang menarik terkait dengan skor IDI Provinsi Sumatera Barat.

Berbanding terbalik dengan tradisi demokrasi yang tersusun secara sistematis pada lingkup nagari, perhitungan IDI yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan bahwa Sumatera Barat berada pada posisi lima terendah dari 34 provinsi di Indonesia sehingga kondisinya menjadi menarik untuk disorot lebih lanjut. Dari 3 aspek yang dihitung dalam perhitungan IDI, aspek hak-hak politik menjadi aspek yang paling mempengaruhi turunnya IDI di Provinsi Sumatera Barat.

Hal ini kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian Fajri et al. (2021) bahwa tingginya laporan masyarakat atas kebijakan lembaga eksekutif serta rendahnya performa lembaga legislatif baik di tingkat
kabupaten/kota maupun provinsi menjadi perhatian yang serius. Hal ini mengisayaratkan dibutuhkannya penguatan dari penyelenggaraan demokrasi di Sumatera Barat.

Wujud perhatian terhadap kondisi demokrasi di Sumatera Barat juga disampaikan dalam
pidato mantan Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla dalam rangka perayaan HUT
Sumatera Barat ke-77 pada 1 Oktober 2022. Dalam liputan Antara tersebut, dijelaskan
bahwasannya upaya peningkatan kualitas demokrasi di Sumatera Barat dapat dilaksanakan
melalui perbaikan mutu pendidikan dan peningkatan peran keterbukaan informasi publik.
Terlebih, keterbukaan informasi publik dirasa penting agar setiap elemen masyarakat dapat
memiliki hak yang sama dalam menerima informasi sehingga dapat menghadirkan diskursus
dan inovasi dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.

Data Desa Presisi Sebagai Penguatan Budaya Politik Alternatif Sumatera Barat

Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia yang dimaksudkan
untuk mengatur tata kelola data yang dihasilkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dalam rangka memberikan dukungan bagi kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi hingga pengendalian pembangunan.

Dalam hal ini, ketersediaan data secara komprehensif sudah dapat diakses melalui BPS, Bappenas dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya di berbagai tingkatan baik dalam cakupan nasional hingga tingkat
kabupaten/kota. Namun, dengan ketersediaan data dari lembaga-lembaga tersebut umumnya belum dapat menjamin ketersediaan data yang mampu memetakan kondisi fisik beserta keadaan sosial ekonomi masyarakat hingga tingkat desa yang merupakan unit terkecil dari pemerintahan.

Data Desa Presisi (DDP) merupakan Inovasi yang memiliki kemampuan untuk menyajikan kombinasi data dengan pendekatan spasial (ruang), partisipatif dan sensus yang terintegrasi. Sebagai Penggagas DDP, Dr. Sofyan Sjaf (2019) menjelaskan bahwa hak subsidiaritas desa (nagari dalam konteks Sumatera Barat) cenderung tidak dapat dioptimalkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hak subsidiaritas yang dimaksud merupakan penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa sebagaimana yang dijelaskan dalam UU nomor 6 tahun
2014 tentang Desa.

Namun seiring berlakunya permendes tentang prioritas penggunaan dana desa yang mengatur tentang peruntukkan dana desa ke sektor-sektor tertentu, maka otomatis hak subsidiaritas bagi pemerintah desa akan tercederai.

Keberhasilan DDP dalam membangun sistem yang mampu menyajikan 208 indikator sosial dan 74 indikator spasial secara terintegrasi menempatkan desa pada kepemilikan data yang dapat menjelaskan kondisi desa. Terlebih, DDP juga menggunakan pendekatan bottom-up di mana DDP menawarkan paradigma penyediaan data dari masyarakat desa sebagai subjek data (Sjaf, 2019). Artinya, Proses pelaksanaan pengambilan data dan verifikasi data akan dilaksanakan oleh warga desa agar data yang dikumpulkan tidak bersifat semu dan dapat menghindarkan desa dari hadirnya kebijakan yang bias dalam agenda-agenda pembangunan desa.

Nagari Panampuang merupakan nagari yang merupakan percontohan nagari pertama di Sumatera Barat yang menggunakan DDP dalam penyediaan data nagarinya. Dengan menggunakan peta dan data DDP, Nagari Panampuang berhasil menggunaakan DDP dalam mendukung musyawarah pengambilan keputusan strategis di berbagai sektor.

Salah satunya adalah permasalahan tapal batas nagari, Peta dengan akurasi tinggi dan dibuat menggunakan drone oleh tim DDP mampu mendukung musyawarah tapal batas nagari pada akhirnya berhasil menyelesaikan permasalahan pengelolaan lahan Nagari Panampuang dengan 5 nagari di sekelilingnya.

Belum lagi, masyarakat Nagari Panampuang juga mendapatkan akses data yang dapat memetakan kondisi sosial-ekonomi penduduknya dengan sensitivitas data yang tinggi. Sensitivitas tersebut dapat dijamin dengan ketersediaan data-data sosial dalam cakupan 208 data kondisi sosial yang dapat
dipertanggungjawabkan baik dari nama, alamat hingga koordinat. harapannya, ketersediaan
data yang komprehensif tersebut dapat meminimalisir berbagai bentuk program, bantuan
dan perencanaan yang tidak tepat sasaran.

Dengan kombinasi budaya politik alternatif khas minang serta ketersediaan data-data yang
akurat dari DDP, maka tradisi demokrasi masyarakat nagari secara egaliter, aktif dan teratur
dalam perumusan kebijakan-kebijakan di nagari akan lebih efektif dan efisien. Setiap upaya
pengambilan kebijakan dan dinamika politik yang menyertainya baik dalam bentuk diskusi,
perdebatan dan musyawarah akan berfungsi dengan optimal.

Lebih lanjut, kehadiran DDP sebagai data dasar di nagari yang dapat diakses oleh masyarakat nagari akan menempatkan nagari sebagai lembaga pemerintahan yang memiliki kedaulatan dalam ketersediaan data sehingga mendorong lahirnya kebijakan.

Abdurrahman Harits adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Pegiat Data Desa Presisi (DDP)

Baca Juga

Pendirian Kabupaten Agam Tuo Menanti Klarifikasi Data Provinsi
Pendirian Kabupaten Agam Tuo Menanti Klarifikasi Data Provinsi
Pemkab Agam Rehab 106 Rumah Tidak Layak Huni, Sasar 12 Kecamatan
Pemkab Agam Rehab 106 Rumah Tidak Layak Huni, Sasar 12 Kecamatan
Ribuan Pengunjung Banjiri Objek Wisata Agam Selama Libur Lebaran
Ribuan Pengunjung Banjiri Objek Wisata Agam Selama Libur Lebaran
Gudang Kain di Bukittingi Terbakar, Kerugian Capai Rp 1 Miliar
Libur Lebaran di Agam, 3 Peristiwa Kebakaran 1 Orang Meninggal Dunia
Pemkab Agam Gelar Apel Gabungan Pasca Libur Idul Fitri, Pastikan Pelayanan Kembali Optimal
Pemkab Agam Gelar Apel Gabungan Pasca Libur Idul Fitri, Pastikan Pelayanan Kembali Optimal
Pawai Obor Daruak Daram Hangatkan Malam Jelang Lebaran di Lubuk Basung
Pawai Obor Daruak Daram Hangatkan Malam Jelang Lebaran di Lubuk Basung