Dampak Melemahnya Partisipasi Politik Masyarakat Sumatra Barat Terhadap Keberlangsungan Demokrasi

Dampak Melemahnya Partisipasi Politik Masyarakat Sumatra Barat Terhadap Keberlangsungan Demokrasi

Adrian Sanjaya. (Foto: Dok. Pribadi)


Partisipasi Politik merupakan suatu bentuk tindakan keikut sertaan masyarakat dalam aktifitas politik ditandai dengan masyarakat yang aktif terlibat dalam seluruh proses politik baik dari proses pemilihan pemimpin, proses pembuatan keputusan, proses evaluasi keputusan ataupun ikut serta sebagai pembuat keputusan.

Pengertian partisipasi politik dalam perspektif sosiologi politik, terdapat dalam “International Encyclopedia of the Social Sciences” yang dikutip oleh McClosky (1972:252), yaitu partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui hal mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan umum.

Definisi lain berdasarkan Handbook of Political Sciences yang dikutip Nie dan Verba (1975:1) mengungkapkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal, yang sedikit banyak secara langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.

Beberapa bulan yang lalu kita sudah melewati pesta demokrasi yang besar dari pemilihan serentak di bulan februari, Pemilihan tersebut dapat di kategorikan partisipasi yang Parokial kenapa demikian? Ya kareana tingkat partisipasi masyarakat yang rendah dalam menyukseskan demokrasi dan juga dapat dilihat dengan sangat rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti dan menyukseskan pemilihan ditambah dengan diadakan nya PSU DPD RI (Pemilihan Suara Ulang) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan umum daerah Sumatra Barat .

Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) minat keikut sertaan atau partisipasi pemilih di 19 kabupaten/kota se-Sumatera Barat pada PSU Pileg DPD 2024 tidak sampai 50 persen bahkan rata-rata hanya mencapai 35,7 persen itu dapat dikategorikan kedalam keadaan partisipasi politik yang parokial atau partisipasi politik rendah, penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan pemilihan suara ulang ini terlihat singnifikan karna pada pemilihan sebelumnya itu dapat dikategorikan partisipasi yang cukup tinggi

Beberapa faktor penyebab dari menurunnya partisipasi politik masyarakat Sumatera Barat dalam mengikuti pemilihan suara ulang ini diantaranya adalah

  1. Political fatigue
    Adalah sebuah kondisi dimana masyarakat sudah mulai lelah mengikuti partisipasi politik atau bisa dikatakan bosan atau muak dengan mengikuti politik tersebut seperti hal nya di sumatera barat beberapa waktu lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan alasan penurunan partisipasi dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD di Sumatera Barat. Salah satu faktornya diduga karena "political fatigue" atau kelelahan politik. Fenomena ini terjadi karena pemilih merasa jenuh atau bosan setelah sebelumnya sudah berpartisipasi dalam pemilu pada bulan Februari, dan kini harus memilih lagi.
  2. Kurangnya Sosialisasi Politik
    Sosialisasi politik yang rendah merupakan salah satu penyebab melemahnya partisipasi masyarakat, sosialisasi politik biasanya diberikan oleh aktor aktor penggerak politik seperti halnya partai politik atau para aktivis aktivis bisa berupa sosialisasi partai politik ke masyarakat, sosialisasi dari partai politik tersebut berupa pengenalan politik ke masyarakat awam, atau bisa juga sosialisasi dari para aktivis ke kampus kampus atau bisa disebut dengan seminar terbuka, dengan pokok pengajaran seputar perlunya partisipasi politik untuk keberlansungan demokrasi di indonesia.
  3. Tergerusnya Kesadaran Politik
    Kesadaran politik juga menjadi aspek penting dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat nantinya, dimana sebagian masyarakat yang bertempat tinggal di pedesaan itu masih menganggap ikut serta dalam menentukan para pemimpin (Pemilu) itu hanyalah buang buang waktu karena siapapun pemimpinnya hidup kita akan begini begini saja dan kekuasaan itu hanya untuk memperkaya dirinya saja serta kepentingan partai seemata, maka itu merupakan tantangan utama dalam merubah pola pikir masyarakat tersebut agar tidak terjadinya budaya politik parokial (budaya politik rendah)

​Lantas bagaimana cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dalam mengikuti kontestasi politik agar terciptanya budaya politik partisipan ??
​Salah satu cara yang dapat dilakukan agar partisipasi meningkat dan terciptanya partisipasi politik yang partisipan adalah dengan adanya Pendidikan Politik yang Masif.

Pendidikan politik yang masif akan melahirkan output politik yang partisipan apabila terlaksana dengan baik, untuk mewujudka pendidikan politik yang masif tentunya harus melibatkan banyak elemen dari masyarakat, mahasiswa, pakar aktivis ilmu politik, serta peran partai politik dalam memberikan pedidikan politik juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar terwujudnya masyarakat yang partisipan.

Pendidikan politik sendiri diartikan sebagai sebuah proses pembentukan karakteristik dan pola pikir dimasyarakat mengenai politik dengan cara pengajaran politik atau kegiatan dalam pengajaran politik yang dilakukan oleh lembaga politik dengan tujuan dan output akhir agar masyarakat paham dan mengerti mengenai politik dan mengurangi pontensi budaya politik parokial atau budaya partisipasi politik yang rendah dimasyarakat, jika budaya politik parokial ini dibiarkan berkembang dimasyarakat Sumatera Barat maka ini akan mengikis demokrasi kita diranah Minang ini yang terkenal dengan “Adaik Mufakaik” yang sekarang masih kental.

Pendidikan politik bisa di lakukan dimana saja dan kapan saja, Mahasiswa dan para pakar aktivis ilmu politik bisa berkolaborasi melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dengan cara mengadakan Seminar umum terbuka atau talkshow kepada masyarakat mengenai seberapa pentingnya masyarakat harus mengetahui politik dan dampak dari “Melek Politik” dapat membahayakan NKRI, sedangkan anggota atau para petinggi partai politik bisa melakukan pendidikan politik kemasyarakat dengan cara turun lansung kemasyarakat desa atau kota bahkan bisa lansung ke tempat perkumpulan masyarakat seperti “Lapau/kedai” dengan tujuan memberikan pendidikan politik kemasyarakat itu sendiri.

Dengan dilaksanakan nya pendidikan politik yang masif maka diharapkan akan terwujudnya budaya politik yang tinggi atau budaya politik partisipan di dalam masyarakat, apabila partisipan politik dimasyarakat sudah tinggi maka konsep negara demokrasi akan berjalan dengan baik dan ideal bagaimana semestinya, namun jika sebaliknya apabila partisipasi masyarakat masih rendah mengenai politik “Budaya Politik Parokial” maka itu akan menjadi cikal bakal dalam kehancuran demokrasi.

*Penulis: Adrian Sanjaya (Mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena buzzer telah menjadi sorotan, seiring dengan semakin pesatnya perkembangan media sosial sebagai.
Disinformasi Berbayar: Ancaman Buzzer terhadap Demokrasi
Budaya Pop dan Realitas Sosial? Simak Hubungan Keduanya!
Budaya Pop dan Realitas Sosial? Simak Hubungan Keduanya!
Islam dan Barat dalam Perspektif Orientalisme Kontemporer
Islam dan Barat dalam Perspektif Orientalisme Kontemporer
Filsafat sudah menjadi bahan pembicaraan dan konteks diskusi yang digandrungi oleh berbagai kalangan di Indonesia saat ini. Bahkan dari
Filsafat Timur: Kearifan Pergumulan Pemikiran dari Dunia Timur
Ungkapan "suara rakyat, suara Tuhan" sering kita dengar untuk menggambarkan demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai penguasa tertinggi.
Vox Populi, Vox Dei: Harapan Luhur di Tengah Manipulasi Realitas
Langgam.id - KPK RI menetapkan Nagari Kamang Hilia, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam masuk 10 besar Desa Antikorupsi 2022.
Mencegah Korupsi Sejak Dini: Pentingnya Peran Pendidikan