LANGGAM.ID -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat dampak kebakaran lahan dan hutan atau karhutla di Kabupaten Limapuluh Kota sudah mencapai 800 ha lebih. Saat ini pemerintah daerah juga telah menetapkan status tanggap darurat karhutla 14 hari terhitung dari 17 hingga 30 Juli 2025
Kepala Pelaksana BPBD 50 Kota, Rahmadinol menyebutkan, proses pemadaman terus dilakukan dengan dukungan TNI, Polri, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Satpol PP, UPT KPHL Provinsi Sumbar, PMI, relawan masyarakat, serta Tim Manggala Agni. "Total luas terdampak Karhutla 864,87 ha yang tersebar di 10 kecamatan," ujar Rahmadinol Jumat (25/7/2025).
Data BPBD Kabupaten Limapuluh Kota mencatat sebaran karhutla terjadi di Pangkalan Koto Baru, Nagari Tanjung Balik seluas 250 ha, Nagari Tanjung Pauh 250 ha, Kecamatan Harau di Nagari Taram 178 ha, Nagari Sarilamak 48 ha, Nagari Tarantang 1,48 ha.
Lalu di Mungka di Nagari Sungai Antuan seluas 55,13 ha. Bukit Barisan di Nagari Maek 30 ha. Kecamatan Guguak di Nagari Sungai Talang 15 ha, Situjuah Limo Nagari Tungka 20 ha, Situjuah Gadang 3 ha, Situjuah Batua 1 ha.
Karhutla juga terpantua di Luak Nagari Andaleh seluas 10 ha, Lareh Sago Halaban Nagari Balai Panjang 0,5 ha dan di Akabiluru Nagari Koto Tangah Batu Hampa 2,76 ha
Rahmadinol menambahkan, sebaran karhutla juga meluas hingga membakar sebuah kandang beserta ternak ayam milik warga di Nagari Taram, Kecamatan Harau dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp200 juta.
Ia menyebutkan upaya pemadaman dilakukan menggunakan mobil tangki air, kendaraan operasional, dan ambulans, dengan dukungan bantuan dari BPBD Provinsi Sumbar. Sebagian titik api telah berhasil dikendalikan, namun api masih terpantau aktif di Nagari Tarantang, Kecamatan Harau, dan berpotensi menjalar ke permukiman, sehingga menjadi fokus utama penanganan oleh petugas gabungan.
BPBD juga menghadapi berbagai kendala di lapangan, seperti angin kencang yang mempercepat penyebaran api, topografi terjal yang menyulitkan akses ke lokasi kebakaran, serta keterbatasan pasokan air akibat kekeringan berkepanjangan.
Rahmadinol menyebutkan karhutla yang membesar di beberapa titik terjadi akibat adanya pembakaran lahan oleh masyarakat. Ia mencontohkan luasnya Karhutla yang terjadi di kawasan Harau. "Besarnya perkembangan pembangunan objek wisata Harau, banyak investor yang membuka lahan," katanya.
Rahmadinol mengimbau tidak ada lagi masyarakat yang membuka lahan atau membersih kebun dengan cara membakar. (*)