Cerita Peresmian Unand Jelang Bung Hatta Mundur dari Wapres, Hingga Kini Jadi PTN-BH

Cerita Peresmian Unand Jelang Bung Hatta Mundur dari Wapres, Hingga Kini Jadi PTN-BH

Foto bersama dengan Bung Hatta setelah peresmian Unand di Bukittinggi. (Foto: Koleksi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi)

Langgam.id - Mengenakan stelan putih-putih berpeci, Wakil Presiden Mohammad Hatta bersama Ibu Rahmi ikut berpose dengan lebih 150 orang di tangga gedung bekas Sekolah Rajo, Bukittinggi. Gedung tempat Tan Malaka sempat mengenyam pendidikan tersebut terlihat meriah.

Di teras gedung bagian atas, terlihat kertas hias yang dipasang menggantung di bawah atap dan juga melilit tiang. Antara tiga tiang teras tertulis tulisan besar, "Peresmian Universitas Andalas."

Bung Hatta berdiri arah ke tengah pada anak tangga paling bawah bersama Ibu Rahmi, sejajar dengan seorang laki-laki yang mengenakan toga dan sejumlah lainnya yang memakai stelan jas serta sejumlah perempuan yang mengenakan kebaya panjang.

Di arah depan mereka, 10 orang gadis terlihat mengenakan pakaian tradisional Minang. Gedung bersejarah ini, masih ada hingga sekarang, ditempati SMA Negeri 2 Bukittinggi.

Rektor Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Yuliandri mengatakan, momen itu terjadi pada 13 September 1956, saat Bung Hatta berfoto bersama usai meresmikan Unand. Peristiwa itu tepat 65 tahun yang lalu dari hari ini, Senin (13/9/2021).

"Tanggal peresmian tersebut, kemudian setiap tahun diperingati sebagai hari dies natalis Unand, sebagaimana juga diperingati pada 2021 ini," katanya, saat berbincang dengan langgam.id.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi mengoleksi sejumlah foto peresmian Unand itu dan memajangnya di situs resmi Pemko. Sebuah foto lain yang sepertinya diambil jelang berpose, ada di situs resmi Unand.

Bung Hatta pulang ke tanah kelahiran Bukittinggi hari itu khusus untuk meresmikan Unand. Ini adalah universitas kedua yang diresmikan Si Bung dalam bulan itu.

Pekan sebelumnya, pada 10 September 1956, Bung Hatta juga meresmikan Universitas Hasanuddin di Makassar. Dua perguruan tinggi ini menjadi universitas pertama dan kedua yang berdiri di luar Pulau Jawa.

Universitas Andalas sendiri adalah nama pilihan Bung Hatta. Sang proklamator memilih "Andalas" yang berarti Sumatra, karena Unand merupakan universitas pertama di pulau ini. Sebelum bergabung jadi bagian Unand, sejumlah perguruan tinggi dan fakultas sudah berdiri secara sendiri-sendiri.

Situs resmi Unand merilis, cikal bakal fakultas pertama yang berdiri adalah Balai Perguruan Tinggi Hukum Pancasila (BPTHP) yang didirikan Yayasan Sriwijaya di Padang pada 17 Agustus 1951. Tiga tahun setelah itu, pemerintah mendirikan sejumlah perguruan tinggi dan fakultas di berbagai daerah di Sumbar.

Perguan tinggi tersebut adalah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Batusangkar (berdiri 23 Oktober 1954), Perguruan Tinggi Negeri Pertanian di Payakumbuh (berdiri 30 November 1954) serta Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam di Bukittinggi (berdiri 7 September 1955).

Keempat perguruan tinggi terakhir juga diresmikan oleh Bung Hatta. Setelah itu, Yayasan Sriwijaya menyerahkan BPTHP kepada Pemerintah Propinsi Sumatra Tengah dan kemudian berganti nama menjadi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Lima fakultas inilah yang bergabung jadi Unand saat diresmikan Bung Hatta pada 13 September 1956.

Sejarawan Unand Prof. Gusti Asnan dalam Buku "Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an" (2007) menulis, rencana pendirian universitas di Sumbar sudah ada sejak 1953. Karena itu, di berbagai daerah di Sumbar didirikan berbagai perguruan tinggi dan fakultas.

Menurutnya, Prof. Mr. Mohammad Yamin yang saat itu menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan, sempat mengusulkan nama Universitas Adityawarman untuk kampus itu. Namun, akhirnya usulan Bung Hatta yang kemudian dilekatkan jadi nama.

Bung Hatta Mundur dari Wapres

Saat meresmikan Unand, sesungguhnya Bung Hatta dalam masa penantian. Dua bulan sebelum ke Bukittinggi, pada 20 Juli 1956, Bung Hatta telah mengirim surat pengunduran diri dari posisi wakil presiden kepada DPR, dengan kalimat yang jelas dan tegas.

"....Setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden," tulis Bung Hatta dalam surat itu, sebagaimana dikutip dari Ignas Kleden, "Fragmen Sejarah Intelektual: Beberapa Profil Indonesia Merdeka" (2020).

Pengunduran diri tersebut adalah puncak dari perbedaan pandangan Sukarno dan Hatta dalam mengelola Indonesia pasca merdeka. Salah satunya soal partai. Sukarno cenderung ingin menghabisi peranan partai, sementara Bung Hatta ingin memperbaikinya. Kedua tokoh proklamator, sebenarnya sudah sering berpolemik sejak zaman perjuangan kemerdekaan, namun makin memuncak pasca Pemilu 1955.

Baca Juga: Antara Persatuan dan Persatean, Polemik Perjuangan Sukarno-Hatta

DPR mendiamkan surat Bung Hatta itu, tak menanggapinya. Dalam suasana penantian itulah, Bung Hatta meresmikan Unand di Bukittinggi. Dengan demikian, Unand termasuk salah satu "warisan" terakhir yang diresmikan Bung Hatta di ujung-ujung masa jabatannya sebagai wapres.

Dua bulan setelah meresmikan Unand, pada 23 November 1956, Bung Hatta mengirim surat kedua dan menyatakan akan berhenti pada 1 Desember. DPR akhirnya bersidang pada 30 November 1956 dan mau tak mau menyetujui surat tersebut.

Setelah itu, sejarah bangsa ini telah mencatat. Sukarno melenggang sendiri menjadi apa yang ia sebut "pemimpin besar revolusi" dengan demokrasi terpimpin yang ia yakini. Bung Karno kemudian membubarkan konstituante hasil pemilu, membentuk DPR Gotong Royong, membentuk MPR Sementara yang kemudian mengangkatnya jadi presiden seumur hidup.

Sebelum itu, terjadi pergolakan daerah yang mempersoalkan sentralisasi dan cara Sukarno memimpin negara, termasuk perlawanan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berpusat di Sumbar.

Dalam masa genting itu, situs resmi Unand mencatat, pada 1958, untuk pertama kalinya kampus ini meluluskan alumni pertamanya. Ia adalah Mr. Rudito Rachmad, sarjana hukum pertama lulusan Unand.

Setahun kemudian, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat mewisuda empat sarjana lagi, yaitu Mr. Herman Sihombing, Mr. Zawier Zienser, Mr. Eddy Ang Ze Siang dan Mr. Djalaluddin Ilyas. Mereka adalah para lulusan pertama Unand.

Unand sendiri terimbas dampak PRRI karena banyak dosen dan mahasiswa yang mendukung gerakan ini. PRRI yang hingga kini dalam kaca mata masyarakat Sumbar diyakini sebagai gerakan koreksi pada Sukarno dianggap pemerintah pusat sebagai pemberontakan, sehingga dijawab dengan operasi militer.

Kekuatan militer penuh tentara yang dikirim ke Sumatra Barat dengan cepat menghentikan PRRI. Menurut situs resmi Unand, operasi itu juga memporakperandakan kampus universitas baru yang tersebar di beberapa kota: Padang, Bukittinggi, Batusangkar, dan Payakumbuh serta juga yang baru dibangun di Baso, Agam.

Usai PRRI, Unand kembali bangkit di antara puing-puing setelah pergolakan. Satu persatu fakultas kembali diaktifkan. Namun, kali ini tak lagi menyebar, tapi semuanya dikumpulkan di Padang.

Dari semula lima, fakultas kemudian terus bertambah. Pada 2021, Unand telah memiliki 15 fakultas. Yakni, Fakultas Pertanian, Kedokteran, Hukum, MIPA, Ekonomi, Peternakan, Ilmu Budaya, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Teknik, Farmasi, Teknologi Pertanian, Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, Teknologi Informasi serta Kedokteran Gigi.

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang sempat jadi bagian Unand di awal berdiri, kemudian berdiri sendiri menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan belakangan beralih status menjadi Universitas Negeri Padang (UNP).

Dari sejumlah kampus Unand yang terpisah di Kawasan Air Tawar, Jati, Jalan Pancasila dan Kawasan Pondok, mulai tahun 1990-an secara bertahap pindah, hingga semuanya kini terkonsentrasi di Limau Manis, sebuah bukit di kawasan timur Kota Padang. Di areal seluas 500 hektare itu kini berdiri puluhan gedung kampus, ruang kuliah dan berbagai fasilitas.

Sejak berdiri itu, Unand sudah dipimpin 12 rektor. Para profesor yang pernah memimpin Unand tersebut adalah M.Syaaf, A. Roesma, Harun Al Rasyid Zein, Busyra Zahir, Mawardi Yunus, Jurnalis Kamil, Fachri Achmad, Marlis Rahman, Musliar Kasim, Werry Darta Taifur, Tafdil Husni dan Yuliandri.

Dari 12 rektor tersebut, dua orang sempat menjadi wakil gubernur Sumbar, dua orang pernah menjadi gubernur Sumbar dan satu orang pernah menjadi wakil menteri. Alumni universitas ini sudah ratusan ribu. Beberapa di antaranya pernah menjadi menteri, hakim agung, hakim konstitusi, jaksa agung, gubernur Sumatra Barat serta berbagai jabatan, profesi dan pekerjaan.

65 Tahun Unand dan PTN-BH

Rektor Unand Yuliandri mengatakan, peringatan ulang tahun ke-65 tahun ini jadi istimewa, karena Unand baru saja beralih status jadi perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH).

Perubahan status tersebut ditandai dengan keluarnya PP Nomor 95 Tahun 2021 tentang PTN-BH Unand, ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus lalu. "PTN-BH di usia ke-65 ini, membawa konsekuensi tantangan ke depan dalam menghadapi pengembangan Unand," kata Yuliandri.

Menurutnya, untuk menjadi PTN-BH, Unand harus memenuhi syarat bermutu dalam menyelenggara tri darma, mengolah organsasi sesuai standar, memenuhi standar minimum, kelayakan finansial, menjalankan tanggung jawab sosial dan berperan serta memajukan ekonomi.

Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan itu mengatakan, dengan menjadi PTN-BH, Unand punya otonomi dalam mengelola kegiatan akademik dan nonakademik. "Jangan ada stigma dengan menjadi PTN-BH (biaya kuliah) mahal. Karena tanggung jawab sosial kita sudah dikunci," tutur mantan dekan Fakultas Hukum itu.

Salah satu bentuk tanggung jawab itu, menurutnya, setiap PTN BH minimal 20 persen mesti menerima mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu, tapi secara akademik memenuhi syarat. Lika-liku sejarah panjang Unand sejak diresmikan Bung Hatta, menurutnya, jadi pelajaran dan semangat untuk selalu meningkatkan kualitas. (HM)

Baca Juga

Hindari Jerat Pinjol, PT Pegadaian Ajak Mahasiswa UNAND jadi Agen Tambah Penghasilan
Hindari Jerat Pinjol, PT Pegadaian Ajak Mahasiswa UNAND jadi Agen Tambah Penghasilan
Bahas Potensi Bisnis, UNAND Hadirkan Pemilik The Balcone Suites & Resort
Bahas Potensi Bisnis, UNAND Hadirkan Pemilik The Balcone Suites & Resort
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN terkait Jabatan Ketua LPM
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN terkait Jabatan Ketua LPM
Bentuk Satgas PPK, UNAND Komit Zero Tolerance Terhadap Kekerasan
Bentuk Satgas PPK, UNAND Komit Zero Tolerance Terhadap Kekerasan
Debat publik pertama calon gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat yang diselenggarakan pada Rabu (13/11/2024), mendapat tanggapan
Akademisi Unand: Debat Calon Gubernur Sumbar Kurang Konkret Bahas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN, Khairul Fahmi Tolak Duduki Jabatan WR II
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN, Khairul Fahmi Tolak Duduki Jabatan WR II