Langgam.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang Budi Syahrial meminta Sekda Kota Padang mencopot Kepala Satpol-PP Alfiadi dari jabatannya. Budi menilai Alfiadi melanggar netralitas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Budi mengatakan, ASN di Pemko Padang sebelumnya sudah diminta berlaku netral saat Pilkada. Kenyataannya Alfiadi berlaku tidak netral karena menjadi perantara pembayaran posko kampanye Mahyeldi-Audy Joinaldy.
"ASN tidak netral ternyata kejadian, kemudian dia dilaporkan ke Bawaslu Sumbar dengan sejumlah bukti, ia menyewakan posko Mahyeldi," kata Budi, Selasa (1/12/2020).
Menurutnya itu adalah pelanggaran bera, sehingga Sekda Kota Padang sebagai ASN tertinggi agar mencopot Alfiadi dari jabatannya. Apalagi dulu sekda menjamin bahwa ASN Kota Padang bertindak netral.
"Kita mengimbau agar menonaktifkan saja Pak Alfiadi dulu, tunjuk saja sementara Plt dulu, harusnya benar-benar menjamin agar ASN netral," katanya.
Menurutnya Alfiadi harus diberi ruang untuk menghadapi semua proses di Bawaslu Sumbar. Selain itu, menurutnya hal itu bisa menjadi pelajaran bagi ASN lain agar tidak ikut politik praktis.
"Nonaktifkan saja lah dulu, sehingga ini juga menjadi pelajaran bagi ASN lain, jangan ikut-ikutan politik praktis, jadilah ASN yang profesional," katanya.
Baca juga: Kasatpol PP Padang Akui Jadi Perantara Sewa Posko Mahyeldi-Audy Sebelum Pencalonan
Menanggapi itu, Kasatpol PP Padang Alfiadi mengatakan sebaiknya dilakukan klarifikasi data terlebih dahulu. Jangan begitu saja menyimpulkan sesuatu sehingga akan membuat gaduh.
"Jangan membuat sesuatu komentar ke publik yang belum kita dapatkan data kongkrit dan benar, ini juga bakal membuat gaduh saja," katanya.
Ia mengatakan di Padang saat ini semua orang beharap Pilkada lancar, tentram, dan aman. Jangan membuat statemen yang bikin gaduh, tetapi jelas dulu apa permasalahan.
"Apalagi kalau kita seorang pejabat publik, jangan asal ngomong, semoga ini bisa dipahami, kita semua berharap penyelenggaraan Pilkada berjalan dengan baik," katanya.
Sementara itu, terkait transaksi sewa menyewa posko yang sekarang menjadi Posko Pemenangan Mahyeldi-Audy Joinaldy, ia mengatakan itu terjadi pada Mei 2020 sebelum ada ketentuan siapa calon gubernur dan wakil gubernur, tepatnya
"Saya menjadi perantara membayarkan dari penyewa Pak Joy dan pemilik gedung Pak Muharamsyah, saya transfer waktu itu Rp.150 juta kurang dari 24 jam," katanya.
Sementara calon gubernur dan wakil gubernur ditetapkan oleh KPU pada bulan September. Sehingga, kata dia, tidak ada kaitan soal posko pemenangan waktu itu.
Awalnya gedung itu menjadi pembuatan stemsel dan handsanitizer oleh pembayar Joy Kahar. Lalu berubah memjadi posko pasca ditetapkanya Mahyeldi-Audy Joinaldy pada bulan September.
Alfiadi mengatakan dirinya menjadi perantara karena berkenalan baik dengan Joy Kahar sebagai penyewa. Ia sama-sama aktif di Koperasi Saudagar Minang Raya (KSMR). Sementara almarhum Muharamsyah juga teman baiknya yang punya gedung. Ia kemudian menjadi perantara kedua orang itu. (Rahmadi/ABW)