Buaya Muncul di Pasbar dan Agam Karena Habitat Terganggu dan Musim Kawin

BUAYA

Ilustrasi Buaya Muara (Foto: Pixabay)

Langgam.id - Konflik antara manusia dan satwa buaya muara (crocodylus porosus) terjadi beberapa waktu belakangan di sejumlah wilayah di Sumatra Barat (Sumbar). Diduga konflik disebabkan akibat habitatnya terganggu dan sedang berada di musim kawin.

Pengendali Ekosistem Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Ade Putra menjelaskan bulan Januari sampai bulan Juli merupakan musim kawin dan bertelurnya buaya. Pada masa ini, induk buaya lebih sensitif.

"Buaya yang akan kawin dan bertelur cenderung akan mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya," katanya, Selasa (26/1/2021).

Baca juga: Warga Jadi Korban Serangan Buaya, DPRD Pasbar Soroti Pencemaran Sungai

Terutama induk buaya yang sedang menunggui sarang telurnya, akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan mahkluk lain termasuk manusia.

Seperti yang ditemukan di nagari Tiku V Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara, Agam pada hari Senin (25/01/2021) kemaren, dimana dilokasi tersebut ditemukan sarang telur buaya yang dijaga oleh induknya.

"Seringnya muncul buaya akhir-akhir ini disebabkan karena lagi musim kawin dan bertelur, jadi buaya agak sedikit lebih agresif dan sensitif," katanya.

Sedangkan di Kabupaten Pasaman Barat, dalam 2 minggu terakhir dilaporkan terjadi serangan satwa buaya terhadap manusia, yaitu di Ujung Gading, Sasak dan terakhir di Kinali.

BKSDA menyimpulkan beberapa faktor meningkatnya interaksi manusia dan buaya selain karena musim kawin dan bertelur. Beberapa faktor itu adalah adanya penyempitan habitat. Hampir di seluruh lokasi terjadinya serangan buaya, kondisi alamnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan lahan budidaya lainnya.

Bahkan sepanjang pinggiran aliran sungai sampai dengan muara sudah ditanami dan akhirnya memaksa buaya untuk berada sepanjang waktu di dalam air. Tentunya hal ini mengakibatkan semakin seringnya tingkat perjumpaan buaya dengan manusia.

"Habitatnya semakin menyempit akibat alih fungsi lahan. Sekarang ini, hampir semua sungai, pinggirnya sudah menjadi kebun sawit dan lahan pertanian lainnya," ujarnya.

Baca juga: Buaya Muara Bertelur di Kebun Sawit Agam, Warga Diminta Jaga Jarak

Menurutnya, dulu masih ada muara, rawa atau pinggir sungai yang terdapat vegetasi untuk sarang atau habitatnya. Namun sekarang semua sudah beralih fungsi, sehingga memaksa buaya untuk berada di dalam air sungai atau muara.

Akibatnya, buaya menjadi lebih sering muncul dan berinteraksi dengan manusia. Hal itu terjadi di hampir semua sungai utama yang dekat ke muara.

Kemudian, kebiasaan manusia yang membuang sisa bahan olahan rumah tangga ke sungai dan pinggir pantai atau muara juga diduga ikut berperan menyebabkan buaya muncul. Adanya pakan yang tersedia berasal dari sisa bahan olahan manusisa seperti sisa potongan ayam, sapi, kambing lainnya yang dibuang ke dalam air menyebabkan buaya terpancing untuk muncul.

Kejadian seperti ini ditemukan terjadi di Muara Sasak dan Muara Air Bangis kabupaten Pasaman Barat. Selain itu, aktivitas mencari ikan dengan menggunakan racun atau bius juga dapat menyebabkan buaya menjadi terganggu.

Menghadapi itu, beberapa upaya mitigasi dalam rangka pencegahan telah dilakukan, seperti sosialisasi, edukasi bagi masyarakat sekitar sungai, pemasangan papan peringatan termasuk pemantauan.

"Upaya itu dilakukan bersama-sama dengan pemerintah daerah dan pihak perusahaan yang berdekatan atau berbatasan dengan habitat buaya muara," ujarnya.

Mengantisipiasi terjadinya serangan buaya, BKSDA mengimbau warga untuk waspada dan hati-hati ketika beraktivitas di dalam sungai atau muara, tidak beraktivitas pada malam hari karena buaya merupakan satwa yang aktif pada malam hari, selain itu menghindari sungai dengan arus tenang serta tidak beraktivitas sendirian.

"BKSDA mengajak warga agar mau berbagi ruang tempat hidup dengan buaya mengingat habitatnya yang semakin menyempit," ujarnya.

Buaya merupakan jenis satwa yang dilindungi oleh peraturan perundangan di indonesia. Sesuai dengan undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Perburuan oleh manusia dan serangan dari predator lainnya maupun sesama buaya merupakan ancaman terhadap kelestariannya.

Hasil pemantauan BKSDA, dari jumlah telur yang ada di alam, tingkat keberhasilan hidupnya ketika menetas hanya 25 persen, dan paling banyak hanya 5 persen yang mencapai dewasa. (Rahmadi/ABW)

Baca Juga

Seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) berhasil terperangkap dalam kandang jebak yang dipasang oleh Tim BKSDA Sumbar d
Sempat Buat Warga Khawatir, Akhirnya Harimau Sumatra Masuk Perangkap di Solok
Seekor beruang Madu kembali terlihat memasuki area perumahan staf PT Mitra Kerinci di Nagari Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan Sangir,
Sempat Resahkan Warga, Seekor Beruang Madu Masuk Perangkap di Solok Selatan
Tim Balai KSDA Sumbar mendatangi Bendungan PLTMH Tango di Pasaman Barat. Kedatangan ini karena adanya informasi dari masyarakat Kajai Selatan
Seekor Tapir Terjebak di Bendungan di Pasbar, BKSDA Sumbar Lakukan Verifikasi di Lokasi
Dua warga Nagari Simanau, Kecamatan Tiga Lurah, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, diserang beruang madu pada Minggu (14/4/2024).
2 Warga Simanau Kabupaten Solok Diserang Beruang Madu, 1 Luka Parah
Seekor Binturung terjebak dalam perangkap babi yang dipasang oleh masyarakat di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat (Sumbar) pada Selasa .
Seekor Binturung Masuk Perangkap Babi di Tanah Datar, Begini Kondisinya Kini
Tim gabungan BKSDA Sumbar, Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatra dan Ditreskrismsus Polda Sumbar mengamankan satu orang pelaku perdagangan bagian
Tim Gabungan Amankan Pelaku Perdagangan Sisik Trenggiling di Pasaman