Langgam.id - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) Ardi Andono menyebut kematian harimau sumatra dampak dari jerat babi baru pertama kali ini terjadi.
Mengenai kematian harimau ini, ia sangat menyayangkan masih banyaknya masyakarat melakukan praktik pembuatan jerat babi di kebun.
Sebelumnya, seekor harimau sumatra terkena jerat babi warga di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat. Nahas, harimau tersebut setelah dievakuasi tim BKSDA sudah dalam keadaan mati.
Kata Ardi, penyebab kematian harimau sumatra yang diperkirakan berumur lebih kurang 2 tahun di Jorong Tikalak disebabkan oleh lima faktor. Hal itu terungkap usai pihaknya membawa seekor harimau yang telah mati itu ke RS Hewan Sumbar.
"Hasil yang kita temukan, ditubuh harimau itu terjadi pendarahan pada rongga dada, pendarahan di bagian paru-paru, serta pendarahan pada leher. Ini juga diperparah dengan terpaparnya ia secara langsung dengan panas matahari yang sangat tinggi yang menyebabkan terjadinya hikposia akut," ujar Ardi saat dihubungi langgam.id, Kamis (18/5/2023).
Ia mengungkapkan, bahwa sebelumnya sudah ada dua kali kejadian harimau sumatra yang terkena jerat babi warga. Namun menurutnya, dua kali kejadian itu, harimau tersebut dapat terselamatkan.
Selain itu Ardi menerangkan, jerat babi yang dibuat oleh warga yang berbentuk jeratan gulungan kawat adalah tipe jeratan yang paling membahayakan, berdampak dengan kematian hewan.
Ia menyarankan masyakarat luas ketika ingin mengusir hama babi harus mengunakan cara tradisional. Karena menurutnya dampak dari jerat babi ini sangat membahayakan hewan secara luas, termasuk hewan yang sangat dilindungi.
"Masyarakat ketika ingin mengusir hama seperti babi di kebun, alangkah baiknya melakukan pemburuan dengan anjing. Atau pemberian kotoran harimau ataupun pagar bambu. Demi keselamatan hewan lainnya, tujuan tetap sama," jelasnya.
Selain itu, terang Ardi, ia dan timnya kedepan akan melakukan pembersihan terhadap beberapa jerat hewan tersebut.
Mengenai ancaman hukuman dampak dari pembuatan jerat yang mengakibatkan kematian hewan yang dilindungi, Ardi mengatakan pelaku dapat terkena pidana melalui UU no 5 tahun 1990 dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
"Hentikan pengguna jeratan babi di kebun ketika panen, sangat bahaya dampaknya. Gunakan lah cara tradisional mengusir hama. Kedepan saya harap masyakarat semakin sadar dengan hal ini," katanya.
"Kematian harimau ini juga memperpanjang konflik hewan dan manusia, harimau itu setelah dilakukan nekropsi sekitar 1 jam, sudah dikubur sesuai tata laksana penanganan hewan," sambungnya. (yki)