Langgam.id - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) mencatat ada sekitar 120 ekor harimau sumatera hidup di wilayah hutan Provinsi Sumbar.
Jumlah dihitung berdasarkan data dari Forum Harimau Kita pada tahun 2018.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono menjelaskan, harimau sumatera tersebar di sejumlah hutan di wilayah Sumbar.
Tercatat di wilayah hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sampai Suaka Margasatwa Bukit Barisan ada sekitar 70 ekor harimau.
"Kemudian di landscape Cagar Alam Maninjau sampai ke Batang Gadis sekitar 50 ekor. Jadi ditotal ada sekitar 120 ekor di Sumatra Barat," katanya di Padang, Kamis (13/1/2022).
Jumlah tersebut tidak diketahui berapa yang jantan dan berapa betina. Pihaknya hanya bisa mengidentifikasi dari belangnya saja. Secara alami seekor harimau bisa berumur sekitar 15 tahun hidup di dalam hutan.
Terkait pertambahan populasinya ke depan, ia menilai itu sangat berpeluang terjadi. Pihaknya mencatat dari 15 konflik satwa dengan harimau saja, ada 13 di antaranya yang punya anak satu ekor dan dua ekor. Jelas ada pertambahan terus menerus.
Dia menjelaskan, satu harimau betina bisa melahirkan anak dua sampai tiga kali saja seumur hidupnya. Satu kali melahirkan bisa ada dua atau satu anak. Seekor harimau menjalani kehamilan sekitar empat bulan.
Sementara untuk ancaman penurunan jumlah populasi menurutnya juga bisa terjadi. Terutama di daerah yang paling banyak terjadi perambahan hutan.
Kemudian ada juga ancaman perburuan yang biasanya terjadi di Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, dan Dharmasraya.
"Kalau ada perambahan hutan maka konflik makin menguat, kalau biasanya dia orang Minang itu melapor. Kalau bukan orang Minang biasanya dibunuh itu, orang Minang sangat jarang ditemukan berburu harimau," ujarnya.
Menurutnya, orang Minang jarang berburu harimau karena adanya nilai kepercayaan turun temurun untuk menghormati harimau. Namun bukan berarti tidak ada. Biasanya yang beburu harimau orang dari luar Sumbar.
Memang diakui ada juga yang bekerja sama dengan orang asli Sumbar seperti menjadi calo untuk mendapatkan keuntungan.
"Saya optimis dengan orang Sumatra Barat karena sangat menghormati harimau, sehingga pemburu rata-rata bukan dari sini," ujarnya.
Selain perambahan dan perburuan ada lagi ancaman lain yaitu flu babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang menyerang babi hutan.
Flu Afrika mengakibatkan kematian massal babi sementara babi adalah makanan harimau. Akibatnya harimau kesulitan mencari makannya.
Selama ini babi yang terkena virus ini dibuang begitu saja ke sungai. Menurutnya hal ini tidak efektif mencegah penyebaran virus.
Baca juga: Inyiak, Budaya Menghormati Harimau oleh Masyarakat Minangkabau
Seharusnya terang Ardi, untuk pencegahan babi yang terkena harus dibakar dan dikubur. Bukan dibuang ke sungai.
"Jadi ancamannya ada tiga, perambahan hutan, perburuan, dan flu babi Afrika," katanya.