Langgam.id - Seekor Kucing Kuwuk atau yang dikenal dengan nama Kucing Hutan masuk ke kamar salah satu rumah warga di Jorong Balai Ahad II, Nagari Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). Kucing dengan nama latin Prionailurus Bengalensis sempat mengejutkan dan membuat takut penghuni rumah tersebut.
Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumbar Daya Alam (BKSDA) Resort Agam, Ade Putra menyebutkan, Kucing Hutan itu masuk ke kamar seorang warga bernama Yusko Pili, sekitar pukul 10.00 WIB, Jumat (14/8/2020). Bahkan, satwa liar itu sempat dikira anak harimau.
"Sempat mengejutkan dan membuat takut keluarga Yusko, awalnya mereka menyangka satwa itu anak harimau," ujar Ade Putra kepada Langgam.id, Jumat (14/8/2020).
Kemudian, kata Ade, Yusko Pili melaporkan kejadian itu ke BKSDA Resort Agam, dan petugas langsung mendatangi serta mengevakuasi satwa tersebut.
Berdasarkan hasil identifikasi, jelas Ade, satwa itu jenis Kucing Hutan atau Kucing Kuwuk dengan berkelamin jantan, diperkirakan berumur 4 tahun.
Setelah ditangkap, kucing itu dibawa ke kantor BKSDA Resort Agam untuk observasi. Lalu, berdasarkan hasil observasi, satwa itu dinyatakan dalam kondisi sehat dan aktif, sehingga layak untuk dilepasliarkan ke alam.
"Satwa itu dibawa ke Cagar Alam Maninjau dan dilepasliarkan di sana," jelas Ade.
Kucing Kuwuk merupakan kucing liar kecil yang hidup dan berkembang biak di Asia Selatan dan Timur. Sejak tahun 2002, ia terdaftar dalam spesies risiko rendah oleh IUCN, sebab ia terdistribusi secara luas, dan habitatnya juga teracam punah akibat perburuan.
Dikutip dari wikipedia.org, subspesies Kucing Kuwuk sebanyak 12, yang berbeda secara luas dalam penampilan. Kucing Kuwuk berukuran seperti kucing domestik, tapi ia lebih ramping dengan kaki panjang dan selaput yang jelas antara jari kaki.
Lalu, kepalanya juga terlihat lebih kecil, mereka ditandai dengan dua garis-garis gelap menonjol serta moncong putih yang pendek dan sempit.
Di Indonesia, kucing ini dilindungi berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106/2018, berbunyi; Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi, baik dalam keadaan hidup, mati ataupun bagian-bagian tubuhnya.
Bagi pelanggar, maka akan disanksi maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta. (Rahmadi/ZE)