Awal Penciptaan Dunia dalam Mitologi Nordik: Dari Ginnungagap hingga Midgard

Pada awal waktu tidak ada apa-apa, di dunia ini, belum ada tanah, hutan, hewan, tumbuhan, atau manusia. Hanya ada kekosongan yang membentang

Muhammad Rizky Wahhabbi. (Foto: Dok. Penulis)

Oleh: Muhammad Rizky Wahhabbi

Pada awal waktu tidak ada apa-apa, di dunia ini, belum ada tanah, hutan, hewan, tumbuhan, atau manusia. Hanya ada kekosongan yang membentang, sebuah jurang besar dan tak berujung bernama Ginnungagap.

Di sekitarnya terbentang dua wilayah berlawanan: di selatan, Muspelheim, kerajaan api yang menyala-nyala, panas dan menyilaukan, dikuasai oleh raksasa api bernama Surtr yang menggenggam pedang berapi.

Sementara di utara, Niflheim, wilayah yang kelam dan beku, dipenuhi es yang tak pernah mencair, tempat mata air Hvergelmir yang menjadi sumber sungai-sungai dingin. Kedua wilayah ini mewakili kekuatan dasar dunia: panas yang menyala dan dingin yang mematikan.

Ketika panas dari Muspelheim merambah es di Niflheim, dua elemen bertemu. Es mencair, dan dari tetesan air itu muncul makhluk pertama, Ymir, raksasa yang menjadi leluhur semua Jotnarr, ras raksasa dalam mitologi Nordik.

Ymir adalah makhluk hermafrodit, sehingga dari tubuhnya sendiri ia menciptakan keturunan: dua raksasa lahir dari ketiaknya, dan dari kakinya lahir raksasa berkepala enam. Dari sinilah garis keturunan raksasa mulai berkembang biak.

Selain Ymir, tetesan es yang mencair juga melahirkan seekor sapi bernama Audhumla. Sapi ini menyediakan susu yang dikonsumsi oleh Ymir, sementara Audhumla sendiri menjilati balok-balok es yang ada di sekitarnya untuk bertahan hidup.

Dari jilatan Audhumla, perlahan-lahan terbentuk sosok manusia. Pada hari pertama, rambut muncul dari es; pada hari kedua, kepala; dan pada hari ketiga, seluruh tubuhnya keluar. Dewa yang muncul dari balok es itu bernama Buri. Dari keturunan Buri, lahir Borr, yang kemudian menikahi putri raksasa Bestla, melahirkan tiga anak yang kelak menjadi dewa paling berkuasa: Odin, Vili, dan Ve.

Mitologi Nordik, yang berkembang di antara bangsa Viking dan suku-suku Skandinavia kuno, adalah kosmologi yang penuh dengan pertarungan antara kekuatan-kekuatan besar alam semesta, di mana para dewa, raksasa, dan makhluk lain memainkan peran penting dalam menciptakan, memelihara, serta menghancurkan dunia.

Odin, dewa tertinggi yang bijaksana namun penuh ambisi, bersama kedua saudaranya, merasa khawatir dengan pertumbuhan pesat ras raksasa. Mereka melihat raksasa sebagai ancaman besar yang harus dihentikan.

Odin, Vili, dan Ve memutuskan untuk membunuh Ymir. Ketika Ymir tertidur, mereka menyerangnya dengan seluruh kekuatan mereka. Darah Ymir yang mengalir deras membanjiri dunia, menenggelamkan hampir seluruh ras raksasa, kecuali satu pasangan yang selamat untuk melanjutkan keturunan mereka.

Setelah itu, Odin dan saudara-saudaranya membawa tubuh Ymir ke Ginnungagap dan mulai menciptakan dunia. Dari daging Ymir, mereka membentuk tanah, dari darahnya mereka menciptakan lautan, tulangnya menjadi gunung, giginya menjadi bebatuan, dan tengkoraknya diangkat menjadi langit. Otaknya berubah menjadi awan, mengapung di atas dunia baru ini.

Saat proses penciptaan berlangsung, kurcaci muncul dari daging Ymir yang membusuk. Odin dan saudara-saudaranya memerintahkan empat kurcaci untuk menopang langit agar tidak runtuh, masing-masing berada di keempat penjuru: barat, timur, utara, dan selatan.

Kurcaci lainnya membuat kediaman mereka di bawah tanah, membangun tempat tinggal dalam kegelapan dunia bawah. Para dewa kemudian pergi ke Muspelheim untuk mengambil bara api dan menjadikannya matahari, bintang, serta langit yang terang.

Namun, para dewa masih merasa khawatir akan ancaman raksasa. Mereka mengambil alis Ymir dan menjadikannya tembok besar yang melindungi dunia yang baru terbentuk. Di luar tembok, mereka menciptakan Jotunheim, tempat tinggal para raksasa yang tersisa, sementara dunia di dalam tembok disebut Midgard, tempat tinggal para manusia.

Suatu hari, Odin, Vili, dan Ve menemukan dua batang kayu yang terdampar di tepi pantai. Satu batang kayu berasal dari pohon Ash, dan yang lainnya dari pohon Elm. Dari kedua batang kayu itu, mereka menciptakan manusia pertama.

Odin memberikan napas dan kehidupan, Ve memberikan gerakan dan akal budi, sementara Vili memberikan perasaan dan emosi. Laki-laki itu diberi nama Ask, dan perempuan diberi nama Embla. Mereka menjadi leluhur umat manusia, yang kemudian tinggal di Midgard, dunia yang diciptakan oleh para dewa demi kehidupan mereka.

Dalam mitologi Nordik, kisah penciptaan ini mencerminkan dualitas alam semesta, antara api dan es, kehidupan dan kematian, serta keseimbangan kekuatan yang selalu bersaing. Dunia dan isinya terbentuk dari kehancuran, tetapi juga dari tindakan kreatif para dewa, yang mengatur nasib manusia serta raksasa di tengah-tengah misteri alam semesta yang tak terungkap sepenuhnya. (*)

Penulis: Muhammad Rizky Wahhabbi (Mahasiswa Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi)

Baca Juga

Ketika membaca judul ini, apa yang terlintas di benak pembaca? Padang Mahsyar adalah tempat di mana seluruh umat manusia akan berkumpul
Macet di Padang Mahsyar
Dalam dinamika kehidupan masyarakat Minangkabau, perselisihan sosial seperti konflik antar keluarga, kasus pencurian, hingga tindakan
Adat Minangkabau dan Modernisasi: Antara Nilai Tradisi dan Realitas Sosial
Thomas Stamford Raffles (1781-1826) adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah kolonialisme Inggris di Asia Tenggara. Ia lahir di lepas
Thomas Stamford Raffles: Orientalis dan Pengaruhnya terhadap Kajian Budaya Indonesia
Bahasa Kita, Identitas Kita: Memperkuat Rasa Cinta Terhadap Bahasa Indonesia
Bahasa Kita, Identitas Kita: Memperkuat Rasa Cinta Terhadap Bahasa Indonesia
Ada 21 Judul naskah kaba tulis tangan, tapi tidak berada di Minangkabau, dan tersimpan dengan autentik yang keberadaannya di
Kontribusi J.L. Van Der Toorn: Menjaga Identitas Minangkabau di Era Kolonial
Harta pusaka tinggi merupakan salah satu elemen penting dalam struktur adat Minangkabau, karena berfungsi sebagai warisan turun-temurun
Harta Pusaka Tinggi: Pilar Adat Minangkabau dan Dinamika Perannya di Era Kontemporer