Langgam.id- Perintah kepada jajaran birokrasi di Bukittinggi untuk memasang foto Wali Kota Erman Safar di media sosial, bisa diartikan berbeda oleh publik. Dalam kondisi seperti itu, tujuan komunikasi politik yang diinginkan bisa tidak tercapai.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang Abdullah Khusairi saat dihubungi langgam.id, Sabtu (25/9/2021). "Gerakan serupa ini, bisa jadi punya makna yang baik sesuai pesan, tetapi karena ini berada di wilayah politik, ia menjadi komunikasi politik," ujarnya.
Pada kondisi tersebut, menurutnya, makna yang ditangkap publik bisa jadi akan beda. "Misalnya, bukan tujuan pesan yang tercapai, malah jadi bahan sarkas dan satire," tutur Doktor Pengkajian Islam Bidang Komunikasi dan Media lulusan UIN Syarif Hidayatullah itu.
Menurutnya, saat ASN diperintahkan memasang foto wali kota dengan tulisan, “Tidak loyal adalah bibit seorang pengkhianat,” makna yang ditangkap publik, berarti ada yang tidak loyal.
Lalu, bila memang ada yang tak loyal, belum tentu ia akan berubah jadi loyal dengan memasang foto tersebut. Karena, jika gerakan itu diikuti semuanya, tentu ada yang ikut-ikutan dalam keterpaksaan. "Namun memang tidak dapat diketahui persentasenya berapa," katanya.
Baca juga: Dr. Abdullah Khusairi Dilantik Jadi WD III Fakultas Dakwah UIN Imam Bonjol
Ia mengatakan, komunikasi efektif seorang pemimpin itu harus ditata dengan strategi dan taktik yang cerdas agar tak jadi sarkas bagi publik dan lawan politik.
Menurut Khusairi, kepemimpinan bisa dinilai gagap di hadapan publik bila komunikasi politik dibangun atas nama pesona partai, bukan pesona jabatan politik.
"Agaknya, orang-orang partai harusnya tak mengemplang kader yang sedang memimpin, tetapi tetap mengawal kinerja pejabat kader itu bersama tim resmi pemerintahan," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, juga kembali kepada kemampuan personal pemimpin yang kadang abai dengan keadaan dan suasana batin publik.
"Agak aneh memang, akhir-akhir ini kita melihat kecakapan pemimpin di hadapan publik sedikit terjadi degradasi makna. Ini sebenarnya kembali kepada personal pemimpin, tim kerja, manajemen krisis dan strategi publik relation yang dimiliki," katanya.
Ia menilai ini adalah suatu kelemahan, dan mungkin kepala daerah perlu mengikuti pendidikan di Lemhanas salah satunya. "Sebagai kader partai, narasinya masih narasi partai, bukan narasi pemerintah," tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi terpantau ramai-ramai memasang foto wali kota di media sosial.
Dalam foto tersebut, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar menggunakan baju dinas berwarna putih dan terdapat tulisan “Tidak loyal adalah bibit seorang pengkhianat.” Gambar dipasang di profil kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan sejumlah Facebook serta instagram. (Rahmadi/Ela/SS)