Asbon Madjid dan Orkes Gumarang, Pembuka Pintu Indonesia untuk Musik Minang

Asbon Madjid dan Orkes Gumarang, Pembuka Pintu Indonesia untuk Musik Minang

Asbon Madjid dan cover album Gumarang. (Foto: Tulisan Suryadi dan Ist)

Langgam.id - Bila ada musisi yang konsisten membawakan lagu-lagu berbahasa daerah dan dicatat dalam tinta emas musik Indonesia, hanya Orkes Gumarang-lah jawabnya.

Album grup ini 'Lagu Gumarang Jang Terkenal' (1960) dinobatkan menjadi satu dari 150 album Indonesia terbaik sepanjang masa. Penghargaan itu diberikan Majalah Rolling Stone Indonesia dalam Edisi nomor 32, Desember 2007, hampir setengah abad setelah album itu dirilis.

Pada edisi yang sama, majalah musik berjaringan internasional itu juga mendaulat lagu 'Ayam Den Lapeh' di posisi ke-79 di antara 150 lagu Indonesia terbaik sepanjang masa. Lagu yang dipopulerkan Orkes Gumarang sejak 1959 itu, juga menjadi satu-satunya lagu berbahasa daerah yang masuk dalam daftar terbaik itu.

Berkibarnya nama Orkes Gumarang pada era 50 sampai 70-an, tak lepas dari tangan dingin pemimpinnya, Asbon Madjid. Meski, Asbon sendiri baru bergabung satu tahun setelah Gumarang didirikan dan merupakan pimpinan orkes ini yang ketiga.

Buku ‘Siapa Mengapa Sejumlah orang Minang’ (1995) yang diterbitkan Badan Koordinasi Kemasyarakatan/ Kebudayaan Alam Minangkabau menulis, Asbon Madjid lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 8 Mei 1925, atau tepat 94 tahun yang lalu dari hari ini, Rabu (8/5/2019).

Asbon yang lahir dari kedua orang tua asli Tanjung Alam, Tanah Datar, hanya menumpang lahir di Sibolga. Pada usia yang sangat kecil, ia ikut pindah ke Padang dan menghabiskan masa sekolahnya di kota ini.

Asbon menamatkan SR di Padang (1936), kemudian Ambacht school di Padang (1937) dan Taman Sari Schoot Padang (1941). Sejak 1937, Asbon sudah menekuni beragam musik sejak keroncong, gambus hingga gamad.

Buku ‘Siapa Mengapa Sejumlah orang Minang’ menyebut, pada 1939, ia mendirikan grup musik 'The Smiling Hawaiian Players' di Padang. Pada 1940 hingga 1943, ia bergabung dengan Grup Band Black i White.

Menurut Dosen dan Peneliti Sastra Universitas Leiden Suryadi dalam artikelnya di Harian Singgalang dan dipublikasikan di blognya, bersama 'The Smiling Hawaiian Players', Asbon mengisi banyak acara di pesta dansa orang-orang Belanda dan acara pasar malam di Padang.

Grup itu juga mengisi siaran musik di Padangsche Radio Omroep. Tahun 1939 grup musik ini mengadakan tour ke Medan dan didaulat untuk mengisi siaran di radio NIROM Medan.

Suryadi menulis, ketika Jepang masuk, Asbon bergabung dengan anggota Korps Musik Tentara Dai Nippon. Pada saat yang sama, ia juga ikut grup sandiwara Ratu Asia, sebagai aktor, penyanyi dan pemusik.

"Grup ini dipimpin oleh Syamsuddin Syafei, sementara grup musik Ratu Asia dipimpin oleh Zubir Said, warga Minang yang juga menciptakan lagu kebangsaan Singapura," tulis Suryadi.

Setelah Indonesia merdeka, pada 1945-1953, Asbon aktif dalam dunia kemiliteran, antara lain sebagai Tentara Pelajar Padang dan anggota TRI Divisi Banteng di Bukittinggi.

Pada 1954, setelah bebas dari dinas ketentaraan, menurut Suryadi, Asbon merantau ke Jakarta dan bergabung dengan Orkes Gumarang yang waktu itu dipimpin oleh Alidir, setelah sebelumnya dipimpin Anwar Anif.

Mengutip Syaiful Nawas dalam Buku 'Memori Orkes Gumarang' (tanpa tahun), Dean Stales Yori dkk, peneliti dari Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat menulis, Orkes Gumarang didirikan pada 1953 oleh sekelompok anak-anak muda Minang yang terdiri dari Alidir, Anwar Anif, Dhira Suhud, Joeswar Khairudin, Taufik, Syaiful Nawas, dan Awaludin Djamin. (Awaludin kelak menjadi Kapolri 1978-1982).

Masih mengutip Syaiful, dalam paper berjudul 'Orkes Gumarang: Pelopor Musik Minang Modern Tahun 1953-1980' Dean bersama Zusmelia dan Zulfa menulis, nama Orkes Gumarang diambil dari nama kuda dalam legenda Minang 'Cindue Mato'. Anwar Anif yang pertama kali memimpin orkes ini. Anwar kemudian digantikan Alidir.

Pada masa Anwar, Gumarang lolos seleksi untuk tampil di RRI. Kemudian, pada 1954 untuk pertama kali Gumarang merekam lagu-lagu mereka di perusahaan rekaman negara Lokananta. Lagu-lagu yang direkam ketika itu adalah: Kaparinyo, Simpang Ampek, batjarai Kasih, Jo Rang Mudo, Titian Nan Lapuak, dan Gadih Minang.

Setelah Asbon bergabung pada 1954, ia didaulat jadi pemimpin Orkes Gumarang pada 1955. Pada masa kepemimpinan Asbon, personel lama seperti Dhira Suhud, Joeswar Khairudin, Taufik, Syaiful Nawas, dan Awaludin masih bertahan.

"Tetapi kemudian banyak personil baru yang bergabung. Di antaranya, Anas Jusuf, Juni Amir, Januar Arifin (pianis), Ismet (penabuh gendang), Syaugi Busmi (mantan personil Orkes Penghibur Hati sebagai penabuh gendang), Yohnny Syarief, Chuzai Bustami (pemain bas) serta Nurseha (penyanyi)," tulis Dean.

Nurseha, kemudian menjadi salah satu daya tarik utama Gumarang, karena warna vokal dan penampilannya yang menarik.

Menurut Suryadi, Orkes Gumarang mencangkokkan unsur musik Amerika Latin ke dalam musik Minang. Pembaruan dalam musik Minang ini, membuat Gumarang terkenal ke seluruh Nusantara, bahkan sampai ke Malaysia melalui rekaman-rekamannya dalam bentuk piringan hitam.

Suryadi yang menulis disertasi 'The Recording Industry and Regional Culture in Indonesia: The Case of Minangkabau' saat menyelesaikan studi doktor di Universitas Leiden pada 2014 menyebut, teknologi rekaman saat itu menghasilkan ‘modern mechanical sound’ dalam mempopulerkan musik Minangkabau, termasuk Orkes Gumarang.

Selain diterima oleh umumnya masyarakat Indonesia dan negara tetangga, menurutnya, musik Minang memelihara ‘Minangkabau ethnic sensibility’ atau ‘the Minangness’ di kalangan orang Minang yang hidup berpencar-pencar karena tradisi merantau.

Dean dkk menulis, karir Orkes Gumarang pada masa kepemimpinan Asbon Madjid semakin berkembang. Lagu-lagu Orkes Gumarang hampir setiap hari diputar di radio. Seperti, Lagu Ayam Den Lapeh ciptaan Abdul Hamid, Jiko Bapisah dan Baju Kuruang ciptaan Asbon, Yo Baitu ciptaan Syaiful Nawas, Takana Adiak ciptaan Januar Arifin.

"Setidaknya ada sekitar 62 lagu Orkes Gumarang yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini. ...direkam sejak tahun 1954-1971," tulis Dean dkk.

Lagu-lagu itu antara lain, Ayam Den Lapeh, Baju kuruang, Sayang Tak Sudah, Minangkabau, Simpang Ampek, Kampuang Nan Jauah di Mato, Dayuang Palinggam, Usah Diratoki, Lompong Sagu, Lintuah, Lansek Manih, Malam Bainai, Sansaro dan Laruik, dipopulerkan pertama kali oleh Orkes Gumarang.

"Yang paling populer adalah lagu Ayam Den Lapeh ciptaan A.Hamid, Baju Kuruang ciptaan Asbon, Laruik Sanjo ciptaan Nurseha, Antahlah dan Takana Adiak ciptaan Januar Arifin."

Buku ‘Siapa Mengapa Sejumlah orang Minang’ (1995) mencatat, selain merekam lagu di piringan hitam, Orkes dan tampil di RRI, Gumarang kerap berkeliling daerah untuk melakukan show. "Gumarang juga pernah diundang Presiden Sukarno ke Istana Negara di Jakarta dan Istana Bogor, untuk untuk menghibur tamu-tamu negara."

Pada tahun 1964, tulis buku tersebut,anggota Gumarang ikut dalam misi kesenian Indonesia ke Amerika Serikat. Selama hampir satu tahun mereka mengada kan pertunjukan di New York World Fair.

"Dari sana mereka melanjutkan trip ke Eropa, dan tampil di Belgia, Perancis serta Negeri Belanda. Di Negeri Kincir Angin, menurut Asbon, mereka sempat diundang Ratu Juliana di Istana Soesdijk."

Dean dkk menulis, pada 9 Juni 1971 untuk pertama kalinya Orkes Gumarang menggelar pertunjukan di Padang. Sehari setelahnya, juga digelar pertunjukan di Bukittinggi.

"Tidak semua personil Orkes Gumarang hadir. Yang hadir hanya hanya Asbon, Syaiful Nawas, Dhira Suhud, Anas Yusuf, Nurseha, dan bintang tamu Elly Kasim tampil memuaskan Masyarakat Padang."

Setiap aksi panggung Orkes Gumarang, menurutnya, seringkali tidak lengkap. "Meskipun tergabung dalam satu kelompok musik, tapi tampaknya mereka tidak terikat. Sehingga, memungkinan personil lain mempunyai pekerjaan di luar Orkes Gumarang."

Pada 9 Juni itu pula, Gumarang mendapat penghargaan dari Gubernur Sumbar Harun Zain. Penghargaan ini karena lewat lagu-lagunya, Orkes Gumarang telah mengangkat nama Minangkabau ke seluruh Indonesia.

Lebih dari itu, sebenarnya, Gumarang menjadi pembuka pintu pentas Indonesia untuk musik Minang. Setelah Gumarang, Oslan Husein juga membawakan lagu-lagu Minang dengan sentuhan rock and roll. (Baca: Oslan Husein dan Pentas Nasional Musik Minang)

Lalu, Grup Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Syarief dengan vokalis utamanya Elly Kasim. Setelah Gumarang pula, musik dari berbagai daerah lain di Indonesia mulai digarap dan dipopulerkan di tingkat nasional.

Pada 1970-an, Orkes Gumarang mulai meredup, karena banyak ditinggalkan personelnya. Asbon Madjid bersama Juni Amir mencoba mempertahankan eksistensi dengan merekrut anggota baru, Edi Arifin dan Akhirudin. Namun, hal itu hanya untuk pertunjukan, Gumarang tidak lagi berkarya.

Pada 1980, Asbon Madjid meninggal dunia di Jakarta pada usia 55 tahun. Seiring itu pula, setelah langkah pembukanya yang panjang dan capaian yang mengesankan, Orkes Gumarang pun tutup usia. (HM)

Baca Juga

Cerita Kebangkitan Musik Modern Minang Era 1954-1974
Cerita Kebangkitan Musik Modern Minang Era 1954-1974
Seabad Kisah Gamad, Awal Perjalanan Panjang Musik Modern Minang
Seabad Kisah Gamad, Awal Perjalanan Panjang Musik Modern Minang
Kala Musik Minang Memikat Warganet Indonesia
Kala Musik Minang Memikat Warganet Indonesia
29 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat
29 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat
27 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat
27 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat
26 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat
26 November dalam Catatan Sejarah Sumatra Barat