Langgam.id - Anggota Komisi VI DPR RI asal Sumatra Barat (Sumbar) H Andre Rosiade mengatakan, DPR mendukung agar Program Sejuta Rumah yang menjadi andalan pemerintah berjalan sukses.
Selain mewujudkan rumah impian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sektor perumahan juga menyerap 500 ribu tenaga kerja untuk setiap pembangunan 100 ribu unit rumah.
"Oleh sebab itu DPR akan mendukung relaksasi POJK 48/PJOK.03/2020 untuk sektor perumahan, diperpanjang. Hal ini penting dilakukan mengingat masih berjalannya hunian usaha di sektor perumahan," kata Andre Rosiade saat membuka seminar sosialisasi BUMN dengan tema 'Peluang dan Tantangan Pembiayaan Perumahan', di Hotel Truntum Padang, Senin (26/6/2023).
Seminar itu juga dihadiri dua narasumber yakni akademisi Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Feri Arlius dan Arwindya Tria dari Bank BTN Padang dan ketua panitia yang juga Wakil Ketua DPD Gerindra Sumbar Nurhaida.
POJK 48/PJOK 03/2020 merupakan peraturan otoritas jasa keuangan tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Diterbitkan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.
Program Sejuta Rumah telah dicanangkan Presiden RI sejak tahun 2015 lalu. Program ini merupakan gerakan percepatan dan kolaborasi antara pemerintah dengan para pelaku pembangunan perumahan dalam menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat.
Di hadapan ratusan peserta yang hadir, Andre menyebut, saat ini jumlah backlog atau kekurangan perumahan yang dibutuhkan masyarakat mencapai 12,7 juta unit. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, menurut Andre berbagai pihak harus bekerjasama agar kekurangan dari kebutuhan perumahan itu tidak terlalu tinggi.
"DPR akan mendukung dengan menerbitkan regulasi agar sektor pembiayaan perumahan itu bisa tumbuh," katanya.
Sebagai BUMN yang fokus dalam pembiayaan perumahan rakyat, anggota Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan BUMN ini, mengapresiasi peran aktif PT Bank Tabungan Negara atau Bank BTN selama ini.
Peran tersebut kata Andre harus terus didukung agar Bank BTN bisa punya kesempatan yang lebih besar lagi dalam membiayai perumahan rakyat, khususnya MBR.
Senada dengan Andre, Arwindya Tria dari Bank BTN Padang menyebut, backlog atau kesenjangan dari seluruh masyarakat yang berhak untuk memiliki rumah jumlahnya masih sangat tinggi.
"Paling banyak berasal dari usia muda atau milenial yang punya penghasilan yang sudah seharusnya memiliki rumah," katanya.
Ia menyebut, ada beberapa tantangan dalam penyediaan rumah ke depan. Dari sisi suplai, penyediaan rumah belum sebanding dengan peningkatan kebutuhan. Dari 1,9 juta penambahan rumah tangga setiap tahunnya, baru 1 juta rumah yang bisa disediakan.
Untuk menjawab tantangan tersebut katanya, diperlukan berbagai strategi dari perbankan. Pertama, memberikan kredit yang bisa memberikan penghasilan yang besar bagi perbankan.
Kedua, memperbanyak komposisi dana pihak ketiga sehingga mampu menekan suku bunga kredit yang diberikan kepada masyakat. Ketiga, memperkuat permodalan sehingga perbankan mampu memperkuat pemberian kredit.
Sebagai bank yang fokus dalam pembiayaan perumahan, dia menegaskan Bank BTN Padang ikut serta menyukseskan Program Sejuta Rumah yang digalakkan pemerintah. Bank BTN berperan aktif dan menargetkan penyaluran 1,3 juta kredit perumahan rakyat (KPR) bagi MBR.
"Kita saat ini fokus mengarahkan pemberian kredit itu ke generasi milenial dan masyarakat yang bekerja di sektor informal," sebutnya.
Dr Feri Arlius, mengatakan, sebagai kebutuhan primer, jumlah kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan rumah saat ini masih sangat kurang. Di tambah lagi, masih ada rumah yang ditempati masyarakat dikatakan belum layak huni.
Ada beberapa rumah yang dibangun di lokasi-lokasi yang seharusnya tidak boleh mendirikan bangunan. Seperti lokasi perumahan yang berada di daerah rawan bencana, berada di pinggir sungai dan kawasan hutan.
"Kalau ingin membangun rumah, harus diperhatikan juga rencana tata ruangnya. Misalnya, ada aturan minimal 10 meter tidak boleh mendirikan bangunan atau rumah di pinggir sungai," terang ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumbar ini.
Kata Feri, persoalan lain yang dihadapi masyarakat yakni terbatasnya akses pembiayaan saat hendak membangun rumah. "Bisa jadi karena masyarakat tidak tahu atau tidak menerima informasi tentang adanya akses pembiayaan perumahan, atau memang karena keadaan bisa jadi karena tidak ada jaminan kredit," tuturnya. (Advertorial)