Langgam.id - Ahli Epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, Defriman Djafri menilai pencabutan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bukittinggi sama sekali tidak berdasar. Menurutnya, penerapan kenormalan baru itu bukanlah ajang uji coba.
Diketahui, Kota Bukittinggi merupakan satu-satunya daerah di Sumatra Barat (Sumbar) yang telah mencabut status PSBB dan dilanjutkan dengan penerapan kenormalan baru hidup berdampingan dengan Covid-19 yang dimulai sejak 1 Juni 2020.
Dikatakan Defriman, keputusan Kota Bukittinggi itu tak berdasar, dalam kondisi seperti ini hal seperti itu bukanlah ajang uji coba.
"Saya menilai Bukittinggi tidak mendasar mencabut PSBB atau menerapkan kenormalan baru. Karena tekanan saja atau politik mungkin. Jangan jadikan sebagai ajang uji coba," ujarnya saat dihubungi Langgam.id via telepon, Kamis (4/6/2020).
Tidak hanya itu, dalam persentasi yang dibeberkan setiap kepala daerah, kata Defriman, hanya membicarakan persoalan dampak, tidak menilai kapasitas sesuai dengan skenario dibuat.
Seharusnya, kata Defriaman, persiapan dari pemerintah daerah dalam menyongsong kenormalan baru itu harus dipersentasikan. "Termasuk bagaimana pembatasan berjalan selama ini. Evaluasi itu harusnya disampaikan di depan gubernur. Ini enggak, dampaknya dan dampaknya dibicarakan, tapi skenario yang dibuat tidak dipaparkan," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menilai, seharusnya PSBB diperpanjang tiga minggu ketika tahap dua habis. Karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan angka reproduksi efektif itu selama dua minggu.
"Sedangkan kita data delay-kan satu minggu, sebenarnya butuh tiga minggu. Tapi PSBB diperpanjang hanya 10 hari," ucapnya.
Lalu, menurut Defriman, kepala daerah (di Sumbar) masih latah mengambil keputusan untuk penerapan tatanan kenormalan baru. Keputusan itu diambil ada kemungkinan karena desakan pariwisata atau lainnya. "Jangan gadaikan masyarakat dengan kepentingan yang tidak dikaji secara komprehensif," tegasnya.
Kemudian, jika penerapan kenormalan baru kasus positif Covid-19 tercatat nol, dengan pariwisata telah dibuka, bukan berarti New Normal di Bukittinggi itu sepenuhnya berhasil.
"Jangan salah, Bukittinggi itu beruntung karena daerah di sekitarnya masih menerapkan PSBB. Daerah lainnya berkontribusi terhadap Bukittinggi dalam penurunan kasus, karena saat ini yang lain sedang ketat (pengawasan)," katanya. (Irwanda/ZE)