Langgam.id - Karya-karya Buya Hamka memang tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Di tangan beliau telah banyak tercipta berbagai karya sastra yang sangat menginspirasi. Salah satunya yaitu novel berjudul Cerita Si Sabariah.
Novel ini mengisahkan perjuangan cinta antara Sabariah dan Pulai yang diintervensi oleh Sariaman, ibu Sabariah. Novel ini merupakan karya fiksi pertama dari seorang Hamka yang ditulis dalam bahasa Minangkabau.
Novel ini terakhir diterbitkan pada tahun 1957, namun Gema Insani menerbitkan kembali novel tersebut dengan judul Sabariah serta yang diterjamahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
“Jika sayang betul adik kepada ambo, mau menahan sakit senang, mau bersuami pedagang hina, adik saja yang suka, tetapi bundo kita tidak lagi suka” barang kali itu penggalan kalimat mangkus dari Buya Hamka saat menggambarkan haru birunya kisah cinta Sabariah dan Pulai.
Konon cinta mereka yang tulus sejak dalam sanubari, harus kandas ditikam maut lantaran terhalang keras hati orang tua. Sabariah dan Pulai barangkali tak bersua cinta sehidup, namun mereka memilih cinta semati.
Dikutip dari AMCNews, Devia Wahyuni, salah seorang penjual buku karangan Hamka yang berlokasi persis di depan Museum Rumah Kelahiran Hamka menuturkan bahwa novel Sabariah merupakan kisah nyata yang dialami oleh masyarakat Sungai Batang.
Baca juga: Kerbau Penggiling Tebu, Warisan Leluhur Masyarakat Lawang Agam
“Iya ini kisah nyata yang ditulis beliau (Buya Hamka). Ini terjadi di nagari (nama dusun di Sungai Batang),” ujar Devia.
Dalam novel Sabariah ini, Hamka memberi latar kehidupan di Nagari Sungai Batang. Tepatnya di Koto Tinggi di sisi kiri jalan Panajunan. Menurut penuturan Devia, kediaman Sabariah bisa ditemui di kawasan tersebut.
Tokoh utama dalam novel epik ini adalah Sabariah dan kekasihnya Pulai. Tokoh yang memiliki peran antagonis di novel yang tak terlalu tebal ini adalah Sariaman, yang merupakan ibu dari Sabariah.
Cinta Sabariah dan Pulai awalnya berjalan dengan suka cita. Namun, nasib mengharuskan Pulai merantau merupakan scene yang menjadi titik awal persoalan di novel ini. Sabariah dan Pulai resmi menjadi suami istri.
Konflik terjadi di saat Sabariah dipaksa sang ibu harus menikah dengan laki-laki kaya dan terpandang bernama Suman. Pulai tak membawa apa-apa dari rantau, inilah pangkal perkara ketidaksukaan sang mertua.
Karena teguh memegang janji kepada suami, Sabariah tak menuruti kehendak sang bunda. Klimaks cerita adalah disaat keduanya memilih jalan cinta semati.
Novel Sabariah karangan Hamka ini sangat layak untuk dibaca. Namun, jika ingin mengetahui cerita tersebut langsung dari masyarakat dan ingin melihat langsung rumah kediaman Sabariah, maka satu-satunya cara adalah berkunjung ke Sungai Batang, Kabupaten Agam, yang terletak persis di tepi Danau Maninjau.
Butuh waktu 40 menit jika berkendaraan dari Lubuk Basung. Sekitar 90 menit jika berangkat dari Bukittinggi. Satu-satu akses yang bisa digunakan adalah melalui transportasi darat. Keindahan Danau Maninjau menjadi pemandangan yang akan menemani perjalan Anda.(*/Ela)