Beri Jawaban di Sidang MK, KPU Sumbar Sebut Dalil Permohonan Mulyadi Tidak Jelas

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat sudah mengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPRD Provinsi Sumbar Pemilu 2024.

Kantor KPU Sumbar (Foto: Rahmadi/Langgam.id)

Langgam.id-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat (Sumbar) menyatakan dalil permohonan calon gubernur Sumbar nomor urut 1 Mulyadi tidak jelas. Hal ini disampaikan dalam sidang kedua di Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta, Senin (1/2/2021).

Sidang dengan agenda penyampaian  jawaban oleh termohon itu digelar atas nomor perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Sumbar Tahun 2020 atas nama pemohon Mulyadi-Ali Mukhni. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.

Dalam sidang ini dari pihak KPU Sumbar sebagai termohon dihadiri oleg Ketua Yanuk Sri Mulyani dan dua komisioner Izwaryani dan Amnasmen. Sementara untuk kuasa hukum ditunjuk Sudi Prayitno.

Kuasa Hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno dalam penyampaian jawaban menjelaskan pemohon dalam permohonannya tidak memperkarakan soal perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2020, melainkan masalah proses penegakan hukum yang tidak adil dan dipaksakan oleh penyelenggara pemilihan.

"Dalam hal ini sentra penegakan hukum terpadu dengan melibatkan kandidat lain, sehingga lebih tepat diskualifikasikan sebagai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang menjadi kewenangan DKPP," kata Sudi dalam keterangannya di sidang Mahkamah Konstitusi yang disiarkan di akun Youtube Mahkamah Konstitusi.

Kemudian, menurutnya pemohon tidak memiliki kedudukan untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu. Sebab perselisihan suara sebanyak 112.406 antara pemohon dengan peraih suara terbanyak dari total suara sah sebanyak 2.241.292 suara berada di atas ambang batas perbedaan perolehan suara.

Sementara yang diperbolehkan undang-undang untuk mengajukan permohonan adalah sebesar 33.620 suara. Adapun yurisprudensi MK yang digunakan oleh pemohon untuk memperkuat dalil aduannya tidak relevan. Tidak ditemukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar.

"Permohonan pemohon tidak jelas, menurut termohon permohonan pemohon tidak jelas apa yang menjadi pokok tuntutannya, dan tidak menguraikan dalil yang menjadi dasar diajukannya permohonan," sebutnya.

Ia menjelaskan, sebab dalam tuntutan pemohon tidak pernah meminta MK untuk menetapkan hasil penetapan suara yang benar menurut pemohon. Kemudian meminta pemilihan ulang tidak memiliki dasar yang dapat dilaksanakannya pemilihan ulang berdasarkan undang-undang.

Kemudian dalam pokok permohonan, selama tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar tidak satupun dugaan pelanggaran pemilihan yang berimplikasi terhadap perbedaan perolehan suara masing-masing pasangan calon.

Baca juga: Mulyadi Bantah Minta Cabut Laporan untuk Ajukan Gugatan ke MK

"Dalil permohonan pemohon mengenai penetapan status pemohon sebagai tersangka yang terkesan terburu-buru dan dipaksakan oleh Bawaslu RI sehingga memengaruhi preferensi pemilih menggunakan hak pilihnya dan mengakibatkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau paling tidak telah mengalihkan pilihannya kepada paslon lain adalah tidak benar dan tidak berdasar hukum," katanya.

Dilanjutkan Sudi, alasannya adalah proses penanganan tindak pidana pemilihan dilaksanakan lebih cepat dari pidana biasa. Kemudian elektabilitas paslon tidak dipengaruhi oleh penetapan tersangka paslon, karena disamping belum ada kajian ilmiah yang dapat membuktikan.

Selain itu, ternyata di Sumbar ada seorang calon bupati dan wakil bupati tahun 2020 yang berstatus sebagai terdakwa justru memiliki elektabilitas lebih tinggi dari calon lain yaitu di Pesisir Selatan. Bahkan KPU Pesisir Selatan menetapkannya sebagai paslon peraih suara terbanyak.

"Bahkan ada seorang calon bupati di Solok tahun 2015 yang berstatus pidana, dan oleh KPU Solok ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak," katanya.

Kemudian pemberitaan media yang banyak, seharusnya disikapi dengan menggunakan hak jawab yang diatur undang-undang pers untuk memberikan sanggahan. Atau menempuh aturan hukum lain yang disediakan undang-undang.

Berdasarkan itu, dalam petitum  diminta menerima eksepsi pemohon dan menolak seluruh permohonan pemohon dan menetapkan hasil penetapan perolehan suara oleh KPU Sumbar. "Atau MK berpendapat lain, mohon berikan keputusan seadil-adilnya," katanya.

Diketahui dalam sidang pertama, penyampaian permohonan Mulyadi hadir secara online sebagai pemohon prinsipal untuk memberikan keterangan atas permohonannya. Saat memberikan keterangan, dia menyebut Pilkada 2020 jauh dari prinsip Pilkada yang jujur dan adil.

Hal itu terkait penetapan tersangka dirinya jelang pemilihan. Kemudian soal pemberitaan yang masif tentang dirinya menjadi tersangka. (Rahmadi/yki)

Baca Juga

Jelang tahapan pemungutan dan penghitungan suara, KPU Sumbar menggelar sosialisasi terkait regulasi pemungutan dan penghitungan suara Pilkada
Minimalisir Pemungutan Suara Ulang, KPU Sumbar Gencar Sosialisasi Pilkada
KPU Sumatra Barat (Sumbar) tengah mempersiapkan mitigasi TPS di daerah rawan bencana erupsi Marapi dan pemetaan daerah blank spot
KPU Siapkan Mitigasi TPS Kawasan Marapi dan Pemetaan Daerah Blank Spot di Pilkada 2024
KPU Sumbar Dikritik, Semua Panelis Debat Cagub dari Akademisi
KPU Sumbar Dikritik, Semua Panelis Debat Cagub dari Akademisi
KPU Sumbar Gelar Simulasi Pemungutan Suara, Siapkan 10.824 TPS untuk Pilkada Serentak
KPU Sumbar Gelar Simulasi Pemungutan Suara, Siapkan 10.824 TPS untuk Pilkada Serentak
KPU Sumbar menggelar nonton bareng film berjudul Tepatilah Janji di Bioskop CGV Padang. Kegiatan ini digelar guna meningkatkan partisipasi
Targetkan Partisipasi 75 Persen di Pilkada, KPU Sumbar Edukasi Pemilih Melalui Film
Pelaksana Harian Ketua KPU Sumbar, Jons Manedi mengatakan bahwa masih ada waktu 46 hari menjelang Pilkada Serentak di Sumatra Barat.
KPU Sumbar Jadwalkan 2 Kali Debat Publik, 13 dan 20 November 2024