Langgam.id - Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) menilai kenaikan cukai rokok sebesar 12,5 persen yang akan diberlakukan mulai Februari tahun depan, belum mampu untuk menurunkan prevalensi merokok, khususnya pada kalangan anak-anak dan perempuan. Meskipun begitu mereka mengapresiasi keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.
“Pemerintah seharusnya menaikkan cukai rokok sebesar 25 persen, harga jual eceran (rokok) naik sebesar 57 persen, dan melarang penjualan rokok batangan,” ungkap Ketua TCSC IAKM, Sumarjati Arjoso, Jum’at (11/12/2020).
Dia menambahkan jika cukai rokok dinaikkan sebesar 25 persen, harga rokok, terutama yang eceran akan benar-benar tidak terjangkau. Selain itu pihaknya juga menyayangkan dibatalkannya simplikasi cukai oleh pemerintah walaupun celah tarif diperkecil.
“Penyerdehanaan stuktur tarif cukai hasil tembakau secara merata akan menjadi instrumen yang ideal untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus penurunan konsumsi rokok di masyarakat,”ujarnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan cukai rokok dengan mempertimbangkan lima indikator. Di antaranya prevalensi merokok pada anak dan perempuan, kesehatan publik, tenaga kerja atau petani, rokok illegal, dan penerimaan negara.
“Pemerintah wajib menomorsatukan kesehatan publik jika ingin target utama Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tercapai, sekaligus menikmati bonus demografi,” ujar Ede. (Dian/ABW)