PalantaLanggam - Voxpol Center Reseach and Consulting menyelenggarakan survei pada 02-12 November 2020 mengunakan metode multistage random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar ± 3,47% pada tingkat kepercayaan 95%.
Populasi survei ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di 19 Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dan telah mempunyai hak pilih, yaitu berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah ketika dilakukan survei.
Jumlah Responden survei ini sebanyak 800 responden yang diambil secara proporsional berimbang (50:50) laki-laki dan perempuan. Setiap responden yang terpilih dilakukan wawancara dengan metode tatap muka (face to face) oleh surveyor profesional. Dilakukan quality control sebanyak 20% dari total jumlah sampel secara acak (random), dengan cara mendatangi kembali responden terpilih dan mengkonfirmasi ulang responden terpilih (hot spot checking).
Survei ini bertujuan untuk menganalisis tingkat elektabilitas partai politik jelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat. Temuan pokok dan analisis hasil survei ini dapat dijelaskan sebagaimana berikut; Pertama, PKS unggul di Sumatera Barat.
Elektabilitas partai politik hari ini mengalami pergeseran, PKS kini memimpin dengan persentase perolehan 20,3% disusul Gerindra pada peringkat ke-2 dengan perolehan 13,8%, Demokrat 12,4%, Golkar 5,8%, PAN 5,0%, Nasdem 4,8%, PKB 3,1%, PDI-P 2,0%, lainnya 2,9%. Tidak memilih 0,3%, rahasia 13,6% dan tidak tahu/tidak jawab 16,0%.
Kedua, dugaan pergeseran suara pemilih partai punya korelasi linear dengan perkembangan isu-isu peta politik nasional, partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah (the rulling party), belakangan ini cenderung kebijakannya tidak populis berujung pada sintemen negatif, yang punya dampak langsung mendowngrade citra serta elektabilitas partai di daerah tersebut.
Pada saat yang sama, partai yang selama ini kebijakannya berseberangan dengan partai koalisi pemerintah, nampaknya cukup berhasil berselacar dengan momentum populisme, sepertinya cukup berhasil mengelola sintemen rakyat, dengan mengambil posisi tegas membela rakyat (agregasi), sehingga mendapatkan bonus insentif elektoral yang cukup berlimpah seperti yang dialami PKS dan Partai Demokrat.
Salah satu yang menggerus elektabilitas Gerindra adalah sikap politik Gerindra banting stir bergabung pada pemerintahan Jokowi dengan menempatkan Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan, selain memang belakangan ada beberapa kasus korupsi yang mulai menjerat kader Gerindra.
Ketiga, dalam konteks pergeseran elektabilitas partai politik di Sumatera Barat, apakah punya dampak terhadap kemenangan calon kepada daerah yang diusung partai tersebut? Ada jawaban yang mengatakan tidak akan punya korelasi positif terhadap pilihan calon gubernur dalam pemilihan kepala daerah, hipotesisnya sebagian mengatakan bahwa pengaruh figur kandidat- lah yang justru lebih dominan mempengaruhi pemilih di dalam memutuskan pilihan politiknya.
Namun bagaimana pun, dampak psikologisnya sangat besar terutama bagi partai yang berbasis kader seperti PKS, paling tidak pemicu kencangnya pergerakan mesin partai yang panas di ujung (injure time), seperti kasus pilkada di Jawa Barat.
Namun di sisi lain, tidak bisa dipungkiri tergerusnya elektabilitas partai Gerindra juga akan sedikit banyaknya berdampak terhadap kandidat yang diusung, apalagi pasangan cagub-cawagubnya hanya pakai satu mesin, diusung partai Gerindra sendiri, tanpa berkoalisi dengan partai lain, tentu tidak akan punya tambahan dukungan insentif elektoral dari mesin partai lain.
Pangi Syarwi Chaniago
Analis Politik dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting