Kuliah Singkat Bahasa Indonesia untuk Penulis Surat Gubernur Sumbar

Kuliah Singkat Bahasa Indonesia untuk Penulis Surat Gubernur Sumbar

Holy Adib

Pada 23 Oktober 2020 saya mengkritik penulisan tiga surat resmi Gubernur Sumatera Barat (Sumbar). Tulisan yang terbit di Padangkita.com itu berjudul “Kacaunya Bahasa Surat Resmi Gubernur Sumatera Barat”. Setelah tulisan tersebut tayang, saya kira penulisan surat resmi Gubernur Sumbar menjadi baik. Ternyata tidak. Tiga surat resmi yang terbit setelah itu memiliki kekacauan bahasa yang parah. Melalui tulisan ini, saya hendak membedah ketiga surat tersebut.

Pertama, Surat Edaran Gubernur Sumbar tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020 tertanggal 23 Oktober 2020. Pada bagian tujuan surat tersebut tertulis Kepada Bupati/Walikota se Provinsi Sumatera Barat. Kata majemuk wali kota ditulis terpisah, seperti halnya wali nagari, wali kampung, wali kelas, wali murid. Bupati dan wali kota tidak perlu ditulis kapital karena tidak disertai dengan nama daerah. Frasa se Provinsi seharusnya ditulis se-Provinsi karena se- merupakan bentuk terikat, yang berarti ‘satu’. Tanda hubung (-) dipakai karena se- berhadapkan dengan huruf kapital. Kalau se- tidak disambut kata yang diawali huruf kapital, tanda hubung tak dipakai, seperti serumah

Berikut ini bagian surat tersebut yang saya soroti sebagai contoh kesalahan. Terlalu panjang tulisan ini jika saya bahas semua isi pada ketiga surat tersebut.      

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/5876/SJ Tanggal 21 Oktober 20020 tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 Pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020 serta Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang telah dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2020, dalam rangka pelaksanaan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 29 Oktober 2020 dan cuti bersama Maulid Nabi Muhammad SAW 28 dan 30 Oktober 2020 perlu antisipasi penyebaran Covid-19 selama pelaksanaan libur dan cuti bersama itu. 

Sehubungan hal di atas dengan ini diminta agar Saudara Bupati/ Walikota se Provinsi Sumatera Barat untuk mengambil langkah sebagai berikut: 

Paragraf pertama surat itu terlalu panjang sehingga tidak enak dibaca. Karena surat merupakan sarana komunikasi, surat yang baik sebaiknya ditulis untuk memudahkan orang membaca dan memahami isinya. Jika menulis surat itu, saya akan menjadikannya lebih enak dibaca.

Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 440/5876/SJ Tanggal 21 Oktober 2020 tentang Antisipasi Penyebaran Virus Corona Disease 2019 (Covid-19) Pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020. Beriringan dengan itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengadakan rapat koordinasi pada 22 Oktober 2020 dalam rangka pelaksanaan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 29 Oktober 2020 dan cuti bersama Maulid Nabi Muhammad SAW 28 dan 30 Oktober 2020. Berdasarkan surat edaran dan rapat koordinasi itu, perlu dilakukan antisipasi penyebaran Covid-19 selama pelaksanaan libur dan cuti bersama itu. 

Pada surat itu saya perbaiki kesalahan penulisan tahun, yang awalnya ditulis 20020, lalu saya ubah menjadi 2020. Salah tik seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi jika surat dibaca berkali-kali setelah ditulis. Salah tik seperti itu membuktikan bahwa akurasi surat tersebut lemah. Saya menulis status Facebook saja sangat hati-hati. Kalau ada salah tik, saya perbaiki dengan cepat. Kok bisa surat gubernur ditulis dengan tingkat kehati-hatian yang minim?

Kemudian, dalam surat itu terjadi kesalahan penulisan struktur kepanjangan Covid-19, yakni Virus Corona Disease 2019. Dalam nama penyakit itu terdapat struktur campur aduk antara struktur bahasa Inggris (menerangkan diterangkan: Corona Disease 2019) dan struktur bahasa Indonesia (diterangkan menerangkan: Virus Corona Disease 2019). Nama penyakit itu sebenarnya ditulis dalam struktur bahasa Inggris karena kosakatanya juga bahasa Inggris. Jadi, struktur yang benar ialah Corona Virus Disease 2019. Nama penyakit itu pernah dipadankan ke dalam bahasa Inggris oleh Redaktur Rubrik Bahasa Kompas, Salomo Simanungkalit, menjadi penyakit virus korona-19 (peviko-19) dalam tulisannya “BdrR, Penjarakan Badan”, di Kompas (24 Maret 2020).

Sementara itu, paragraf selanjutnya saya ubah menjadi begini: Sehubungan dengan hal di atas, dengan ini kami meminta Saudara Bupati/Wali Kota se-Provinsi Sumatera Barat untuk mengambil langkah sebagai berikut:. Aslinya pada surat tersebut tidak ada kata kami sebagai penulis surat (pelaku). Penulis surat itu menggunakan kata kerja pasif diminta sehingga pelakunya tersembunyi. Kalau penulis suratnya mau mencontoh surat resmi Presiden RI, kesalahan seperti itu tidak akan terjadi. Kita ambil contoh Surat Presiden RI, Joko Widodo, tentang Penunjukan wakil Pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2020 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam surat tertanggal 11 September 2019 yang ditujukan untuk Ketua DPR itu ditulis ... dengan ini kami sampaikan bahwa kami ....

Kedua, Surat Gubernur Sumbar perihal Skrinning Ibu Hamil Sebelum Persalinan di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru tertanggal 24 Oktober 2020 untuk bupati/wali kota se-Sumbar. Ejaan yang betul ialah skrining, bukan skrinning

Pada paragraf pertama surat itu ditulis: Berdasarkan Pedoman Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di Era Adaptasi Kebiasaan Baru (Kemenkes, 2020) bersama ini disampaikan kepada Saudara agar menginstruksikan Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas di Kabupaten/Kota masing-masing agar memperhatikan hal-hal sbb: 

Kalimat tersebut tidak memiliki subjek. Agar kalimat itu memiliki subjek, kalimatnya diubah menjadi: Berdasarkan Pedoman Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru (Kemenkes, 2020), bersama ini kami sampaikan .... 

Pemakaian kedua kata agar dalam paragraf itu tidak tepat. Kata hubung yang tepat untuk menggantikan kata agar itu ialah untuk. Agar berfungsi untuk menandai harapan. Padahal, kalimat itu membutuhkan kata penghubung yang berfungsi untuk menandai tujuan atau maksud yang dikehendaki oleh pemberi instruksi dalam surat itu. Kata penghubung yang berfungsi seperti itu ialah untuk.

Dengan begitu, paragraf tersebut menjadi begini: Berdasarkan Pedoman Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru (Kemenkes, 2020), bersama ini kami sampaikan kepada Saudara untuk menginstruksikan Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas di kabupaten/kota masing-masing untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 

Namun, kalimat dalam paragraf itu terlalu panjang. Paragraf tersebut akan lebih baik dibuat menjadi dua kalimat agar tingkat keterbacaannya lebih baik: Kemenkes (2020) telah mengeluarkan Pedoman Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Berdasarkan pedoman itu, bersama ini kami sampaikan kepada Saudara untuk menginstruksikan Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas di kabupaten/kota masing-masing untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Ketiga, Pengumuman Gubernur Sumbar tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020 di Provinsi Sumatera Barat tertanggal 26 Oktober 2020. 

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/5876/SJ tentang Antisipasi Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020 dan dalam rangka menghadapi pelaksanaan hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW. dan cuti bersama Maulid Nabi Muhammad SAW. tanggal 28, 29 dan 30 Oktober serta berdekatan dengan hari Sabtu dan Minggu tanggal 31 Oktober dan 1 November 2020, dipandang perlu melakukan antisipasi penyebaran Covid-19 melalui tindakan pencegahan dan pengendalian.  

Sehubungan dengan hal di atas, dengan ini disampaikan himbauan sebagai berikut: 

  • Menghimbau masyarakat agar sedapat mungkin tidak melakukan perjalanan. Namun, apabila harus melakukan perjalanan ke luar daerah karena alasan yang tidak dapat dihindari, maka harus melakukan PCR Test atau Rapid Test menyesuaikan dengan aturan yang berlaku pada moda transportasi.  
  • Setelah melaksanakan perjalanan dari luar daerah agar kembali melakukan PCR Test atau Rapid Test untuk menentukan status Covid-19 pelaku perjalanan. Apabila hasil tes tersebut positif, harap segera melakukan isolasi mandiri atau karantina di fasilitas yang disiapkan pemerintah.
  • Bagi yang melaksanakan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. agar cukup dilaksanakan di lingkungan masing-masing dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, diantaranya: menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. 

Kalimat pada paragraf pertama surat ini juga terlalu panjang. Jika membuat kalimat sepanjang itu, Anda harus memastikan bahwa pembaca kalimat Anda bukan orang yang berpenyakit sesak napas. Agar kalimat Anda dapat dinikmati oleh orang berpenyakit apa pun, buatlah kalimat singkat. Satu kalimat panjang dalam paragraf tersebut dapat dijadikan tiga kalimat yang lebih pendek seperti berikut ini:  

Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 440/5876/SJ tentang Antisipasi Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020. Beriringan dengan itu, pada 28, 29, dan 30 Oktober ada hari libur Maulid Nabi Muhammad Saw. dan cuti bersama Maulid Nabi Muhammad Saw. Hari libur dan cuti bersama itu berdekatan dengan hari Sabtu dan Minggu tanggal 31 Oktober dan 1 November 2020. Berdasarkan surat edaran, hari libur, cuti bersama, dan Sabtu dan Minggu itu, kami memandang perlu melakukan antisipasi penyebaran Covid-19 melalui tindakan pencegahan dan pengendalian. 

Sementara itu, kalimat pada paragraf kedua itu sebaiknya menjadi begini: Sehubungan dengan hal di atas, dengan ini kami sampaikan imbauan sebagai berikut: Selanjutnya kita lihat poin satu sampai tiga. 

Pada poin satu, penggunaan kata agar keliru, dan sebaiknya diganti dengan kata untuk dengan alasan seperti yang saya jelaskan tadi. Kesalahan kedua pada poin satu itu ialah kalimat keduanya tidak punya subjek. Poin satu itu lebih baik menjadi begini: Mengimbau masyarakat untuk sedapat mungkin tidak melakukan perjalanan. Namun, apabila harus melakukan perjalanan ke luar daerah karena alasan yang tidak dapat dihindari, masyarakat harus melakukan PCR Test atau Rapid Test sesuai dengan aturan yang berlaku pada moda transportasi. 

Pada poin dua, selain berantakan, kalimatnya tidak koheren dengan kalimat pertama. Padahal, poin satu, dua, dan tiga merupakan satu paragraf dengan kalimat “Sehubungan dengan hal di atas, dengan ini kami sampaikan imbauan sebagai berikut:”. Penggunaan kata agar pada poin dua itu juga bermasalah. Kalimat itu tidak membutuhkan kata penghubung agar, tetapi memerlukan kata kerja. Agar poin dua itu selaras dengan poin satu, kalimatnya harus dirombak habis-habisan: mengimbau masyarakat yang pulang dari luar daerah untuk kembali melakukan PCR Test atau Rapid Test untuk menentukan status Covid-19 pelaku perjalanan. Apabila hasil tes tersebut positif, segera lakukan isolasi mandiri atau karantina di fasilitas yang disiapkan pemerintah. 

Pada poin tiga, selain kalimatnya belepotan karena kontaminasi, kalimatnya juga tidak koheren sebab penulisnya tidak selaras memakai kata kerja: pertama kata kerja aktif (melaksanakan), kedua kata kerja pasif (dilaksanakan). Penggunaan kata agar pada poin tiga ini lagi-lagi salah. Agar kalimat pada poin tiga ini selaras dengan kalimat pada poin satu dan dua, kalimatnya sebaiknya menjadi begini: Mengimbau masyarakat yang melaksanakan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. untuk melaksanakannya di lingkungan masing-masing dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, di antaranya, menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Saya memakai kata mengimbau pada awal kalimat pada poin satu sampai dengan poin tiga supaya semua kalimatnya selaras. Lagi pula, surat ini memang imbauan. 

Dengan selesainya ulasan tentang ketiga surat ini, berarti saya sudah menganalisis enam surat Gubernur Sumbar. Keenam surat itu ditulis dengan sangat kacau. Surat yang buruk sekali redaksi bahasanya itu tidak layak menjadi surat gubernur. Entah mengapa penulis suratnya—yang saya yakin bukan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, karena beliau cukup bagus dalam menulis—ditugasi menulis surat gubernur, padahal tidak becus menulis kalimat, tidak cermat memilih kata, dan tidak tahu ejaan. Saya juga heran terhadap orang yang menugasi si penulis surat: kok bisa sembarangan menempatkan orang sebagai penulis surat? Padahal, itu posisi penting karena surat gubernur bukan surat sembarangan. 

Untuk penulis surat Gubernur Sumbar, ingatlah bahwa Anda menulis surat untuk gubernur. Jadi, hormati nama dan jabatan yang Anda wakili itu. Kalau Anda tidak mampu menulis surat gubernur dengan baik, berhentilah menulis surat dan serahkan pekerjaan itu kepada rekan Anda yang lebih layak atau Anda kembalikan tugas itu kepada atasan yang menugasi Anda.


*Holy Adib (Jurnalis di Padang)

Baca Juga

Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Menunggu Kepemimpinan Strategis Gubernur Baru
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang
Menyigi Sumber Budaya Berwirausaha Etnis Minang
Mengenal Potensi dan Risiko Kesehatan pada Perempuan
Mengenal Potensi dan Risiko Kesehatan pada Perempuan
Apakah Presiden Prabowo Akan Redenominasi Rupiah?
Apakah Presiden Prabowo Akan Redenominasi Rupiah?
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Kinerja APBD 2024 Sumatera Barat: Implikasi Terhadap Perekonomian
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Pilgub Sumbar 2024: Kini Rakyat Tunggu Komitmen, Bukan Mimpi