Langgam.id - Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dan MSI Sumatra Barat (Sumbar) meminta pemerintah menjadikan sejarah sebagai pelajaran wajib di sekolah.
Meski Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) telah mengklarifikasi bahwa tidak benar pelajaran sejarah dihapus, namun oleh MSI, hal demikian masih bersifat klise.
“Pernyataan itu dikeluarkan setelah banyak orang protes . Tetapi (sejarah) tetap pilihan. Tidak wajib,” ujar Ketua MSI Sumbar Wannofri Samry, Senin (21/9), menanggapi video klarifikasi Menteri Dikbud Nadiem Makarim.
Baca Juga: Kemdikbud Pastikan Mata Pelajaran Sejarah Tetap Ada
“Pelajaran sejarah tetap dipertahankan sebagai pelajaran wajib di sekolah menengah karena merupakan instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter siswa,” sambung Wannofri.
Dia mengatakan pengurus cabang MSI Sumbar turut membahas mengenai rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan guna meningkatkan pendidikan nasional termasuk pendidikan sejarah guna untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Dalam siaran persnya, Kemendikbud terus melakukan kajian dan memperhatikan berbagai evaluasi implemenmtasi kurikulum baik yang dilakukan pemerintah maupun yang dilakukan masyarakat serta perubahan pradigma keragaman, bukan keseregaman dalam implementasi kurikulum.
Dalam siaran pers Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Sekretarian Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga dinformasikan bahwa kemendikbud akan menerima masukan dari berbagai kalangan termasuk para pakar dan organisasi profesi (Siaran Pers no.264/Sipres/A6/VIII/2020).
Dikatakan Wannofri, pengurus cabang MSI Sumatra Barat meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melibatkan lembaga profesi sejarah baik di pusat maupun daerah dalam merancang penyederhanaan kurikulum jika memang mendesak.
Baca Juga: Masyarakat Sejarawan Indonesia Minta Pelajaran Sejarah Dipertahankan
Kemudian, pengurus cabang MSI Sumatra Barat meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengajaran sejarah di sekolah dengan seluruh tingkatannya (SD,SLTP dan SLTA), termasuk mengenalkan sejarah lokal di mana sekolah tersebut berada, dengan tujuan untuk meningkatkan pengenalan kebhinekaan.
“Pengurus cabang MSI Sumbar meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjelaskan kepada masyarakat alasan akan meniadakan pelajaran sejarah dalam rancangan penyederhanaan kurikulum tersebut,” tandas pengajar Ilmu Sejarah Universitas Andalas ini. (Osh)