Langgam.id - Ketua Umum Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Fadli Zon mengungkapkan sejumlah tonggak penting nasionalisme orang Minang dan Sumatra Barat (Sumbar). Karena bukti sejarah tersebut, menurutnya, pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani yang menyatakan "Semoga Sumbar menjadi pendukung negara Pancasila", menjadi tidak pas.
Pernyataan itu disampaikan Fadli dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan langsung Tv One, Selasa (8/9/2020) malam. "Ada multiinterprestasi dari teks itu. Masalah ini sebenarnya cukup sederhana. Ada sebuah teks melahirkan interprestasi yang kemudian pro kontra. Teks itu tidak cocok dan tidak pas dilakukan sekarang. Apa lagi dengan nuansa Pancasila," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Baca Juga: Ustaz Abdul Somad Anggap Ucapan Puan Jadi Iklan Gratis untuk Anak Minangkabau
Ia mengatakan, terlalu banyak contoh dan bukti yang mengatakan bahwa orang-orang Minang sudah berpikir tentang Indonesia merdeka dan ikut menghela sejarah hingga Indonesia merdeka. Fadli lalu mengungkapkan lima contoh terpenting bukti sejarah itu, sebagai berikut:
1. Pertama Mencetuskan Republik Indonesia Merdeka
Fadli Zon mengatakan, konsep negara Republik Indonesia pertama kali disampaikan Ibrahim Datuk Tan Malaka dalam Bukunya "Naar de Repuliek Indonesia" (Menuju Republik Indonesia) pada 1925. Lalu oleh Bung Hatta lewat pledoinya yang kemudian menjadi buku "Indonesia Vrij" (Indonesia Merdeka) pada 1928.
"Sebelum Indonesia merdeka, orang Minang sudah Pancasilais. Tan Malaka sudah menulis Buku "Naar de Republiek Indonesia" pada 1925. 20 tahun sebelum Indonesia merdeka, Tan Malaka sudah menulis visinya itu. Saya membawa sebuah buku: "Indonesia Vrij" (Indonesia Merdeka). Bung Hatta menulisnya pada 1928. Lebih dulu dari Bung Karno," katanya.
Pledoi yang ditulis saat Bung Hatta yang ditangkap di Belanda saat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, menurutnya, luar biasa. "Bahkan pikiran-pikirannya menginspirasi perjuangan di Tanah Air, termasuk menginspirasi Bung Karno, Sjahrir dan tokoh-tokoh bangsa yang lain."
2. Ikut Merumuskan Pancasila dan UUD 1945
Keterlibatan para tokoh Sumatra Barat (Sumbar) dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan dan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemederdekaan (BPUPK) adalah tonggak berikutnya. Bahkan, tiga orang putra Minang dalam panitia sembilan yang merumuskan Pancasila dan UUD 1945 juga sudah dicatat sejarah.
"Merumuskan Pancasila, setidaknya ada Bung Hatta di situ, Agus Salim, dan Muhammad Yamin. Bahkan Yamin ikut mengoreksi sejumlah kalimat dalam Pembukaan UUD 1945," tutur Fadli Zon.
3. Menyelamatkan Kedaulatan Negara dengan PDRI
Tonggak lain menurut Fadli Zon adalah peranan para tokoh dan masyarakat Sumbar ketika negara dalam keadaan bahaya dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). PDRI dicetuskan di Bukittinggi pada 19 Desember 1948 dan kemudian bergerilya ke berbagai nagari di pelosok Ranah Minang, dibantu, dilindungi dan dihidupi oleh rakyat Sumatra Barat.
"Ketika Sukarno, Hatta, Sjahri, Agus Salim ditangkao, perjuangan pemerintahan darurat justru mempertahankan eksistensi Indonesia. Tanpa PDRI tidak ada lagi eksistensi Indonesia. Van Roijen di forum PBB mengatakan, Indonesia sudah tak ada, pemimpinnya sudah ditangkap, rakyatnya suah tunduk, wilayanya sudah mereka kuasai. Tetapi dengan adanya PDRI, yang berita-berita dikirim oleh radio AURI ada perjuangan di Sumatra, di Jawa. Menunjukkan kita eksis. Itu tonggak-tonggak penting yang menyelamatkan eksisteni RI," tutur Fadli.
4. Iuran Membeli Pesawat untuk Negara
Fadli Zon juga mengungkap sumbangan perhiasan ibu-ibu dan para tokoh Sumatra Barat untuk membeli pesawat Avro Anson RI 03 yang malang kemudian jatuh bersama Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi.
"Ada lagi contoh lain yang nasionalismenya tak terbayangkan. Mungkin selama ini yang dikenal Aceh. mengumpulkan masyarakatnya untuk (membeli) pesawat Seulawah. Di Sumbar juga ketika itu ibu-ibu, tokoh-tokoh dan masyarakat. Mereka ada panitia mengumpulkan emas untuk membeli Avro Anson RI 003. Dikemudikan Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi. Berangkat dari Payakumbuh menuju Singapura dan kemudian jatuh di Perairan Singapura. Hasil dari masyarakat Minang mengkontribusikan perhiasan mereka. Tidak boleh diragukan lagi."
5. Mosi Integral ke Negara Kesatuan
Satu lagi, tonggak yang penting juga, menurut Fadli Zon adalah bertahannya masyarakat Sumbar di bawah Negara Republik Indonesia semasa Republik Indonesia Serikat dan peran tokohnya Mohammad Natsir untuk kembali ke negara kesatuan.
"NKRI sudah ada menjadi RIS sebagai hasil konferensi meja bundar. Maka hanya ada Republik Indonesia dengan negara-negara bagian dalam federasi RIS. Yang menjadi Presiden RI saat itu adalah Mr. Assaat Datuk Mudo yang juga orang Minang dan Perdana Menteri Abdul Halim yang juga orang Minang. Yang mengusahakan melalui mosi integral dan mengumpulkan lobi dari negara-negara bagian adalah Mohammad Natsir, dari Fraksi Masyumi. Sehingga akhirnya kembali ke negara Kesatuan Republik Indonesia."
Contoh-contoh tersebut, menurut Fadli, terlalu kuat untuk mengatakan bahwa orang Sumbar sangat Pancasilais dan nasionalis. "Sehingga tak perlu keluar ucapan dan teks seperti itu," tuturnya. (*/SS)