Langgam.id - Sidang kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Solok Selatan non aktif Muzni Zakaria, kembali digelar di Pengadilan Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Rabu (8/7/2020).
Dalam agenda mendengarkan keterangan saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang saksi. Mereka adalah Hanif Basimon yang waktu itu adalah Plt Kepala Dinas PUPR Solok Selatan dan kini menjabat Kepala Dinas PUPR. Kemudian, Martin Edi yang kala itu menjabat Kepala Bagian Pengadaan barang dan Jasa di Pemkab Solok Selatan.
Saksi Hanif Basimon mengatakan, uang yang diberikan Wanda (anggota Muhammad Yamin Kahar, penyuap Muzni), merupakan pinjaman. Dia mengaku kenal dengan Wanda sebelum tender pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan dimulai sekitar Maret atau April 2018.
"Bupati meminta mencari uang pinjaman Rp25 juta melalui telepon pada 17 April 2018. Kemudian saya sampaikan, akan saya usahakan dengan mencari pinjaman," katanya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Yoserizal dengan hakim anggota M Taqdir dan Zalekha itu.
Hanif mengaku berinisiatif mencari pinjaman dengan menghubungi Wanda. "Kebetulan waktu itu saya ada di Padang dan Wanda mengajak saya makan. Uang langsung dikasih, lalu uang tersebut saya kirim ke kediaman bupati di Ulak Karang, waktu itu bupati tidak ada ditempat jadi dititip saja," katanya.
Menurut Hanif, pinjaman kedua berlangsung pada bulan Juni 2018, seminggu jelang lebaran. Bupati waktu itu mengirimkan SMS memintanya mencari pinjaman sebesar Rp85 juta. Uang tersebut, Rp60 juta untuk istri Muzni dan Rp25 juta untuk Tison.
"Awalnya saya tidak menanggapi SMS tersebut, namun masuk lagi SMS dari sopir bupati, Emil namanya menyampaikan hal yang sama," katanya.
Hanif pun lagi-lagi menyampaikan hal itu ke Wanda dan dia menyanggupinya dengan nilai pinjaman Rp100 juta. Waktu peminjaman, belum ada proses pembangunan, uang Rp100 juta itu dikirim sekitar tanggal 6 dan 7 Juni 2018 dengan dua kali transfer.
"Masing-masing Rp50 juta ke rekening Nasrizal, saudara saya. Uang itu saya serahkan ke Hetbin untuk sumbangan turnamen golf sebanyak Rp10 juta, ke Tison sebanyak Rp85 juta dan untuk biaya makan sebuah acara Rp5 juta," katanya.
Saksi Martin Edi mengatakan, proses pelelangan diawali dari Dinas PUPR yang memasukkan dokumen untuk pelaksanaan pelelangan. Dia mengaku tidak pernah mendapat intervensi terdakwa dalam proses pelelangan dua proyek tersebut.
"Bupati memberikan arahan dan menyebutkan Muhammad Yamin Kahar ini bagus dan perusahaannya bagus, mohon memenangkan selama sesuai aturan," katanya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Muzni Zakaria, Elza Syarief mengatakan, kedua saksi memperlihatkan bupati tidak diintervensi. Hal itu murni karena teman lama yang merupakan hal biasa dalam pinjam meminjam uang.
"Dar ke dua saksi ini ya alhamdulillah, memang pak bupati ini tidak pernah intervensi. Memang karena teman lama, lalu ada keperluan kemudian pinjam meminjam, sehingga menjadi permasalahann," katanya.
Menurutnya, kebiasan pinjam meminjam uang oleh masyarakat Indonesia merupakan hal biasa. Apalagi nilai pinjaman juga tidak besar. "Yang paling bahaya kalau memang bupati memberikan instruksi memaksa yang ini menang, lalu dia mendapatkan uang, itu memang berat," katanya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, sidang dugaan korupsi Bupati Solok Selatan non-aktif, Muzni Zakaria ditunda hingga Rabu (15/72020) dengan agenda masih pemeriksaan saksi dari JPU KPK. (Rahmadi/ICA)