Langgam.id - Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang, mengalami kekurangan bahan dalam mendukung pemeriksaan swab pasien yang diduga terjangkit virus corona. Salah satunya adalah reagen laboratorium.
Reagen laboratorium adalah bahan kimia yang dibutuhkan dalam pemeriksaan sampel swab orang, untuk menentukan apakah positif terjangkit corona (Covid-19) atau negatif.
Kepala Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand Andani Eka Putra mengatakan pihaknya telah berupaya memesan reagen. Namun pemesanan terkendala karena tertahan di bea cukai.
"Harusnya beberapa hari lalu saya sudah dapatkan barang (reagen), saya sudah beli 10 boks. Satu boks sama dengan persiapan untuk 200 reaksi, artinya 10 boks untuk 2000 reaksi," kata Andani saat jumpa pers online bersama wartawan yang diadakan IJTI Sumbar, Kamis (2/4/2020) malam.
Ia mengakui pihaknya sudah banyak kehabisan reagen. Padahal tahap ekstraksi atau suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutan terhadap dua cairan telah banyak dilakukan.
"Tetapi apa yang disampaikan rekanan saya di Jakarta, barang (reagen) tertahan di bea cukai. Saya tidak tahu bagaimana caranya barang-barang seperti itu bisa tertahan lama di bea cukai," ujarnya.
Andani mengakui telah berusaha agar rekanannya bisa membantu barang tersebut dapat segera datang. Sebab, dengan kondisi pandemi corona saat ini, berbagai hal tidak bisa ditunggu.
"(Walaupun) masih ada sisa barang kita sedikit, itu pun besok barang kita datang bisa terselesaikan. Tapi intinya, kita sudah berusaha untuk selalu mengatur bagaimana barang kita datang," katanya.
Dalam pemeriksaan, Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand telah memiliki tiga mesin multiplex polymerase chain reaction (M PCR). Dua di antaranya dibantu dari Pemerintah Kota Padang dan Wardah.
"Satu punya saya sendiri, sya rasa itu masih cukup. Tiga itu kalau jalan maksimal, kita bisa menyelesaikan paling tidak itu 200-250 perhari untuk PCR-nya," tuturnya.
Meskipun demikian, kata Andani, untuk ekstraksi juga sedikit mengalami masalah. Sebab pihaknya hanya memiliki dua mesin biosafety cabinet.
"Nah ini yang menjadi problem bagi kami. Karena dua mesin biosafety cabinet ini akan menjadi kami sedikit ribet bekerja, tentu terbatas prosesnya. Apalagi, dikerjakan secara manual," jelasnya.
Menurutnya, ada cara mempercepat pekerjaan dengan membeli mesin biosafety cabinet auto matic untuk ekstraksi. Langkah tersebut telah disampaikan ke pemerintah provinsi dan disetujui.
"Kemarin sudah saya sampaikan dengan pak gubernur, beliau setuju saja kalau kita lakukan pembelian itu. Ini sedang proses, harapan saya kita dapat barangnya cepat. Sehingga proses ekstraksi kita lebih cepat," ujarnya. (Irwanda/SS)