Langgam.id - Total 11 anggota gerombolan maling ternak diringkus Tim Buser Satuan Reskrim Polres Payakumbuh dari berbagai provinsi di Sumatra dan Jawa. Sejak 2016, para tersangka sudah beroperasi 30 kali dan menjual daging hewan ternak lintas provinsi.
Kapolres Payakumbuh AKBP Dony Setiawan dalam konferensi pers menjelaskan, dari 11 orang tersangka, 9 orang berperan sebagai pencuri dan penyedia angkutan serta 2 orang lainnya berperan sebagai penadah. "Mereka sudah sangat meresahkan masyarakat," katanya, sebagaimana dilansir tribratanews di situs resmi Polri, Rabu (12/2/2020).
Kesebelas pelaku ini diamankan di berbagai provinsi. Sebanyak 5 orang diantaranya ditangkap di Kota Solok, 2 orang ditangkap di Riau, 1 orang di Bandung dan 3 orang di Tasikmalaya.
Mereka adalah Renold Fatrizal (30), Ikhlas Hariyanto (26), Dwi Ari Suwanda (18), Muhammad Fauzan (20), Yondi Pratama alias Odi (21), Jefri Mardianto (18) dan N (17). Semuanya
warga Simalanggang, Kabupaten Limapuluh Kota.
Selain itu, juga Alferidon alias Kuntau (50) warga Kota Solok, Eka Putra (24) warga Payakumbuh Barat serta Hendro Cipto (39) dan M. Nur Alamsyah alias Mamad (38), keduanya warga Bengkalis, Riau.
"Modus yang mereka lakukan dalam melakukan aksi ini yaitu secara bersama-sama. Ada yang menyediakan kendaraan dan ada juga yang mencuri hewan ternak hidup-hidup. Ada yang menyembelih hewan ternak di tempat kejadian, kemudian diangkut dengan mobil angkut pikap bak terbuka," kata Kapolres.
Menurut AKBP Dony Setiawan, dari tahun 2016 para maling ternak ini telah melakukan pencurian sebanyak 30 TKP. Di Kota Payakumbuh sebanyak 15 TKP dengan hasil 19 ekor sapi maupun kerbau, Kabupaten 50 Kota sebanyak 9 TKP dengan hasil 10 ekor, Kabupaten Tanah Datar sebanyak 2 TKP dengan 2 ekor serta Kota Bukittinggi sebanyak 4 TKP dengan hasil curian 4 ekor.
“Sapi maupun kerbau ini ada yang dijual di Solok, Tanah Datar, dan ke Pekanbaru,” katanya.
Komplotan tersebut, menjual hasil curiannya berkisar antara Rp10-13 juta untuk hewan yang masih hidup. Sedangkan yang telah dipotong langsung di lokasi harganya Rp8 juta per ekor.
Sapi yang diincar oleh sindikat pencurian ini, kata Kapolres, adalah sapi yang telah diikat hidungnya. Alasannya, sapi tersebut lebih gampang untuk dicuri dan tidak akan menimbulkan bunyi yang membuat heboh.
Sementara, Kasat Reskrim AKP llham Indarmawan menuturkan, bahwa para pelaku biasanya beraksi tengah malam sampai subuh. "Kebanyakan yaitu dari jam 12 malam ke atas sampai dengan adzan subuh," tutur Kasat Reskrim.
Kronologis penangkapan, katanya, pertama kali dilakukan di Kota Solok pada tanggal 24 Januari 2020. Setelah dilakukan pengembangan, polisi kemudian menangkap 2 tersangka di Duri (Riau) pada tanggal 2 Februari.
“Lalu setelah dikembangkan lagi dengan membagi tim, jajaran mengamankan lagi 1 orang tersangka di Bandung dan 3 orang tersangka di Tasikmalaya pada tanggal 5 Februari“, ungkapnya.
Ia mengatakan, pengungkapan kasus sindikat maling ternak ini, merupakan hasil dari penyelidikan di lapangan serta informasi dari masyarakat. Sat Reskrim mengumpulkan bukti yang cukup untuk melakukan upaya paksa penangkapan.
Barang bukti yang disita dari kasus ini yaitu, pisau daging digunakan untuk melakukan pemotongan sapi di lokasi pencurian, kapak untuk memecah tulang, cangkul yang digunakan apabila kapak tidak bisa, handphone sebagai alat komunikasi antara penadah dan tersangka, tali arung, kunci mobil yang digunakan para pelaku dalam melakukan aksi, serta uang senilai 8 juta yang merupakan sisa dari hasil penjualan sapi di TKP Akabiluru.
“Atas kasus pencurian ini para pelaku pencurian dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman selama 7 tahun penjara. Sedangkan untuk penadahnya dijerat Pasal 480 KUHP ancaman hukuman 4 tahun penjara,” katanya.
Untuk masyarakat pemilik hewan ternak, Kapolres berpesan untuk meningkatkan keamanannya. ”Masyarakat harus lebih memperkuat sistem keamanan di kandang hewan ternak masing-masing. Antara lain, dengan menambahkan kunci, penerangan di kandang dan tidak menempatkan ternak diluar kandang pada malam hari. Sehingga para pelaku kejahatan tidak gampang untuk melakukan pencurian,” katanya.
Kapolres juga mengajak masyarakat dan peternak untuk lebih waspada dan memperhatikan keamanan (asal usul) hewan ternaknya. “Jangan sampai membeli ternak tanpa dilengkapi dokumen atau surat kesehatan hewan dari instansi terkait."
Sementara, tersangka Renold Fatrizal (30) yang merupakan pimpinan sindikat ini mengakui perbuatannya. Ia mengaku melakukan pencurian tersebut karena faktor ekonomi.
“Saya melakukan pencurian ini dari Duri menuju Payakumbuh, sebelumnya dihubungi teman-teman di Payakumbuh. Setelah dapat gambaran target hewan ternak dari teman-teman, baru saya berangkat,” katanya. (*/SS)